39. Memulai Dari Awal

46 1 0
                                    

Pagi ini Khalisa sudah siap dengan setelan kantornya. Selama tiga bulan kemarin ia absen, akhirnya ia bisa masuk kembali ke kantor. Beruntung perusahaan tersebut milik papanya. Sudah pasti dirinya yang lama tak hadir itu masih bisa tertolong, dikarenakan posisinya kemarin bisa tergantikan dengan orang kepercayaan Zaldy.

Khalisa menuruni anak tangga dengan perlahan. Langkahnya menuju meja makan, di mana sudah ada Zaldy dan Wendy yang duduk dengan rapi di sana.

"Pagi Ma, Pa." Khalisa menyapa keduanya. Tak lupa bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman manis di sana.

"Pagi, Lis."

"Pagi, sayang."

Wendy dan Zaldy menjawab bersamaan. Mereka senang karena dalam beberapa hari ini Khalisa benar-benar berubah. Atas nasihat yang mereka berikan, mampu membuat pikiran Khalisa terbuka. Belum lagi hubungan bersama Agnan pun berjalan dengan baik. Mereka memilih jalan masing-masing, namun tetap berteman baik. Tak memaksakan kehendak salah satu mampu membuat  mereka aman dan tidak ada lagi kehancuran untuk kedua kalinya.

Khalisa menikmati sarapannya dengan ringan. Selama dua puluh lima tahun hidup, baru ini ia merasakan kehangatan dan kedamaian dalam dirinya. Mungkin karena sejak dulu ia selalu menjadi perempuan yang manja dan kekanakan, untuk itu ia merasa bahwa dirinya adalah ratu dan menjadi nomor satu. Dan kini baru ia sadari, bahwa segala sikapnya itu membuat orang-orang di sekitarnya tak suka bahkan muak. Sekarang ia ingin berubah menjadi lebih baik. Ia seorang wanita dewasa, harusnya memang sudah berpikiran matang dan menjadikan sikapnya dewasa juga.

***

Ketukan sepatu tinggi hitam menggema di lantai gedung tinggi nan mewah. Sang empunya menatap para karyawan yang masih belum sepenuhnya hadir. Karena memang waktu masih pagi. Banyak dari mereka yang menatap ke arahnya, bahkan tak sedikit yang menyapa dengan baik.

"Pagi, Bu Khalisa."

"Pagi."

"Pagi, Bu."

"Iya, pagi."

Khalisa bahkan tak segan untuk menjawab sapaan mereka. Bibirnya melengkung ke atas tanpa henti. Ia merasa bebannya berkurang karena masalah telah selesai.

Jujur saja, ia tak enak untuk datang seenak jidat ke kantor seperti tanpa rasa bersalah karena lama absen. Namun, semua orang juga tahu siapa itu dirinya di perusahaan ini. Mereka tak bisa berbuat macam-macam bahkan untuk sekedar bergosip. Karena kalau sampai terdengar ke telinga pemilik perusahaan, mereka sudah pasti habis. Bisa dikecam kartu SP atau lebih kejam lagi dikeluarkan dari kantor. Sangat tidak menguntungkan sekali bagi mereka. Maka dari itu, lebih baik mereka diam tanpa mau tahu urusan orang lain, terutama pada seorang Khalisa Meyriana Bahman.

Setelah sampai di meja kerjanya, Khalisa sudah disambut oleh Aruna yang meminta penandatanganan berkas. Aruna juga menambahkan beberapa berkas yang harus dikerjakan. Hal tersebut tentu saja disambut hangat olehnya, tak lupa ucapan maaf dan kata terima kasih terlontar dari mulutnya.

Aruna yang melihat atasannya itu, tersenyum dan mengangguk memaklumi. Meski ia tidak begitu tahu mencakup seluruh cerita dari masalah yang Khalisa alami. Yang ia tahu, hanya Khalisa yang sempat kabur di hari pernikahannya sendiri kala itu. Entah apa alasannya, yang pasti ia tak ingin terlalu ikut campur. Biar saja itu menjadi urusan Khalisa dan keluarganya. Karena dirinya hanya pekerja sekaligus karyawan di perusahaan yang ditempatinya ini. Ia juga termasuk orang kepercayaan Khalisa dan Zaldy tentunya. Untuk itu, pekerjaan kantor lah yang lebih penting dibandingkan mengurusi orang lain.

Meski ia terkadang muak, bahwa ada saja yang bergosip dengan bahasa yang tak sedap didengar dari karyawan lain ketika Khalisa tak ada. Tapi memang itu cukup membuatnya tahu, jika lingkungan kerjanya ini sama saja dengan kantor lain. Karena di tempat kerja memang tak semua dengan pemikiran yang sama. Bahkan tak sedikit orang-orang yang toxic.

Khalisa kini berkutat dengan beberapa berkas juga laptop yang menyala. Jari-jemarinya tak berhenti bekerja dengan cepat. Karena mungkin juga sejak tiga bulan belakangan ini yang ia lakukan hanya santai menikmati hidup. Kabur dari masalah. Maka dari itu, ketika ia memulai pekerjaan rasa semangat itu seakan membakarnya.

***

Khalisa tersenyum pada sosok pria tampan nan gagah, yang berada di lobi kantornya bersama mobil hitamnya.

"Hai, kok gak bilang kalo kamu ke sini?" tanya Khalisa seraya menatap pada pria itu.

"Surprise dong. Aku mau ajak kamu makan di luar, mau?"

Tanpa berpikir lama, Khalisa mengangguk mengiyakan ajakan pria itu. "Aku mau, Nan. Kebetulan laper banget."

Pria tersebut, yakni seorang Agnan Marthin kini tersenyum lebar seraya membukakan pintu mobil dengan lebar.

"Ikutin mobil aku ya, Kal. Kamu hati-hati nyetirnya! Aku mau bawa ke tempat makan yang belum pernah kamu kunjungi soalnya."

"Oke." Seusai itu, Agnan pun segera masuk ke mobilnya sendiri. Ia segera mengendarainya keluar dari kawasan kantor diikuti mobil Khalisa dibelakangnya.

Selama berkendara mengikuti mobil Agnan, Khalisa tersenyum menatap jalanan dan kendaraan yang berlalu lalang dari depan. Entah kenapa, dekat dengan Agnan kembali membuatnya senyaman ini. Agnan mampu memberikan perasaannya itu dengan tulus. Pun, Agnan benar-benar tak memaksakan kehendaknya untuk mementingkan perasaannya sendiri. Dia benar-benar menghargainya dan rela menunggunya.

Untuk ke sekian kalinya ia mengagumi sosok Agnan. Bahkan Agnan sendiri pun dapat meyakinkan kedua orang tuanya. Dia berjanji untuk tidak membawa pengaruh buruk lagi ke depannya pada Khalisa.

Kini, ia akan memulainya dari awal. Ia akan memantapkan dan meyakinkan hatinya lagi pada siapa ia akan berlabuh. Fokus pada karir dengan membawa keuntungan pada perusahaan yang ia geluti. Menjadi pribadi baik dan jujur, karena selama ini ia sudah banyak berbohong pada dirinya sendiri dan orang lain, terutama kedua orang tuanya. Menumbuhkan sebuah senyuman hangat pada orang-orang sekitar. Maka, hidupnya akan terasa lebih ringan jika benar-benar dilakukan dengan tulus.

________

Terima kasih ❤

28-10-2023

Kesalahan Cinta (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang