22. Rancangan Pernikahan

25 1 0
                                    

Pada bulan Maret tepatnya bulan ke-empat, di mana Khalisa dan Levin akan melangsungkan pernikahan di bulan depannya, yakni tanggal 4 bulan April.

Semua disibukkan dengan rancangan pernikahan. Bahkan saudara serta asisten pribadi pun ikut dilibatkan. Seperti halnya Adnan, yang menitah asisten pribadinya untuk mengecek tempat lokasi pernikahan berlangsung serta dekorasi-dekorasi yang ada. Karena ia juga ingin ketika acara nanti, tak ada kerusakan atau warna yang begitu terlihat norak. Pasalnya, bukan hanya sanak saudara saja yang datang, melainkan kolega bisnisnya pun ikut hadir meski tidak semuanya.

Adnan yang sejak tadi sibuk dengan teleponnya, sedangkan Bella masih terus membereskan barang yang akan dibawa Levin ke rumahnya. Karena ada beberapa barang Levin yang memang harus dibawa ke sana, mumpung masih ada satu bulan lagi menuju pernikahan. Jadi ini adalah waktu untuk Levin memindahkan barang-barang tersebut.

"Semuanya udah di mobil, Mas Levin." Lapor satpam yang berada di kediaman Adnan.

"Makasih ya, Pak." Levin menjawab seraya tersenyum.

Levin menatap Bella yang menuruni anak tangga. Ia juga tak lupa membawa satu paper bag berukuran sedang.

"Ma, bawa apaan?"

"Oh, ini ... Mama nemuin ini di kamar kamu." Bella menjawab dengan tangan yang mengulur memberi paper bag itu pada Levin.

Levin segera meraihnya. Ia melihat dan membuka isi dari paper bag tersebut.

"Ya ampun, ini gorden yang waktu itu aku beli sama Khalisa. Ini pesenannya dia karena warnanya cocok dan bahan yang bagus."

Bella menghela nafasnya saat mendengar ucapan Levin. Ia merasa, apapun yang diinginkan dan didapatkan oleh Khalisa harus sesuai seleranya yang begitu mewah. Seperti tak ada rasa kesederhanaannya sama sekali.

"Hanya gorden loh, Vin. Segitunya?"

"Segitu apanya, Ma?" tanya Levin bingung.

"Maksud Mama, kenapa kalo cuma gorden harus semewah itu? Kita hidup berkecukupan dari kecil, Vin. Tapi apa Mama pernah mengajarkan kamu untuk memakai barang mewah apalagi untuk hal-hal remeh? Enggak, 'kan? Makanya Mama heran sama Khalisa. Ini cuma gorden tapi segitu mewahnya. Padahal Mama tau, kemarin kamu baru habis beli lampu kristal. Apa itu gak pemborosan, Vin?"

Levin menyetujui hal itu dalam hati. Tapi memang karakter Khalisa seperti itu. Ia mana mungkin bisa menolak keinginan calon istrinya.

"Ma, aku sama Khalisa akan tinggal satu rumah. Kalo emang dia nyamannya kaya gitu aku gak masalah. Lagi pula bukan cuma aku aja yang ngeluarin uang, dia pun sama."

"Vin, berumah tangga juga harus belajar hemat dari sekarang. Jangan mentang-mentang kita mampu, kita bisa beli seenak jidat tanpa lihat fungsi dan kegunaannya apa. Mama kaya gini itu supaya kamu dan Khalisa bisa belajar. Yang namanya rumah tangga soal mengelola uang itu harus dipikirkan. Kalo kamunya yang boros, ya Khalisa harus bisa kendaliin. Kalo dua-duanya seperti itu Mama yakin apapun yang kalian beli hari ini, ujung-ujungnya berakhir gak ada fungsi yang pasti. Boros itu suatu hal yang salah, Vin. Belajar dari sekarang untuk menghemat. Inget ya, Vin! Ini bukan pelit, tapi hemat. Keduanya itu beda. Makanya Mama selalu menekankan ke kamu atau papa, dahulukan kebutuhan daripada keinginan."

Seusai mengatakan hal itu, Bella pergi dari hadapan Levin menuju kamar. Biar saja Levin berpikir akan ucapannya. Karena ia tak ingin jika nanti Levin semakin boros karena mengikuti gaya calon istrinya, Khalisa. Belum jadi apa-apa saja sudah seperti ini, apalagi nanti jika mereka sudah terikat.

Levin termenung dengan semua perkataan Bella. Mamanya itu benar, sangat benar. Namun semua ini ia lakukan karena sayang pada Khalisa. Tak ada yang salah bukan jika ia menyenangkan Khalisa dari sekarang? Apalagi nanti mereka akan tinggal satu rumah. Ia hanya ingin Khalisa nyaman di rumahnya itu. Tapi mungkin setelah mereka menikah nanti, ia akan menasihati Khalisa sesuai dengan ucapan mamanya hari ini.

Seusai dengan termenungnya, Levin pamit pada Bella dan Adnan untuk pulang ke rumahnya. Karena banyak barang-barang yang harus dibereskan di sana.

***

Wendy sejak tadi hanya menatap Khalisa yang masih terus memilah dan memilih soal wedding organizer. Meski kemarin dari pihak Levin, yakni orang tuanya sudah memesan lengkap, dari katering, tenda dan dekorasi, gaun, serta riasan pengantin, Khalisa tetap bersikeras ingin mencari sendiri. Karena menurutnya MUA-nya itu kurang cocok di matanya.

"Lisa, kamu sebenernya mau yang mana, si? Tante Bella sama om Adnan udah nyariin yang bagus loh itu. Kamu masih juga mau nyari yang lain."

"Kurang sreg, Ma. Lagian MUA yang lain juga banyak. Ini aku lagi nyari rekomendasi dari temen. Nanti kalo cocok aku pake."

"Padahal menurut Mama kemarin itu bagus. Gaunnya apalagi, kelihatan elegan banget, Lis."

"Iya Ma, aku tau. Justru yang aku permasalahin ini soal MUA-nya. Gak cocok banget di mata aku, agak gimana gitu. Makanya aku mau pake yang lain aja."

Wendy mendesah berat dengan jawaban yang Khalisa lontarkan. Anak pertamanya itu memang cukup rumit kalau urusan seperti ini. Ia sendiri jadi pusing untuk mendampingi Khalisa soal memilih MUA yang cocok.

"Ya udah, Mama ikut kamu aja. Pusing juga Mama kalo ngatur kamu ternyata kamunya susah diatur."

Khalisa seolah tidak peduli dengan ucapan Wendy. Ia lebih sibuk dengan ponsel genggamnya yang tengah menghubungi MUA, sesuai rekomendasi dari teman-temannya.

Zaldy yang melihat itu dari sofa seberangnya hanya menggelengkan kepala. Sepertinya ia salah dalam mendidik Khalisa. Perihal seperti ini saja dibuat rumit. Belum lagi perkataan dari mamanya sendiri tak diindahkan. Lantas, sudah jelas dirinya yang salah mendidik Khalisa selama ini. Khalisa yang manja, boros, juga tak acuh akan perkataan dan nasihat orang lain. Hal sepele saja terkadang bisa dibuat rumit.

"Sekarang tau 'kan, gimana Khalisa selama ini? Mama aja gak didenger omongannya. Dan lagi, dia itu ribet banget untuk hal-hal yang menurut kita bisa ambil simple." Athaya yang duduk bersama dengan Zaldy, berujar seraya memakan buah apel dengan kaki yang bersila di atas sofa. Ia merasa jengah melihat kelakuan kakaknya. Apa-apa dibuat rumit.

Zaldy mengangguk menyetujui. Semua ucapan yang dilontarkan oleh Athaya memang benar. Mereka memang memiliki sifat berbeda yang begitu signifikan. Khalisa yang terkenal dengan rumit, dan Athaya yang terkesan simple.

________

Hai :)

Maaf baru bisa up lagi. Karena baru ada ide buat nerusin ini cerita dari banyaknya kerjaan di real life.

Dan makasih banyak buat kalian yang masih setia dengan cerita ini ❤

24-09-2023

Kesalahan Cinta (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang