29. Kembali Pulang

23 2 0
                                    

Khalisa sudah siap dengan barang-barangnya yang berada di tas ransel miliknya. Ya, hanya itu yang Khalisa bawa, selebihnya hanya barang milik Agnan yang ia tinggalkan di apartemen.

Agnan yang sejak pagi buta mengawasi Khalisa, tak tahu harus mengatakan apa. Sejak tadi ia gusar karena Khalisa bersikukuh untuk pergi sendiri tanpa ditemani olehnya.

"Sa, bisa kamu pikir-pikir lagi? Oke, kamu aku biarin pulang. Tapi sama aku ya, Sa. Kita perbaiki hubungan kita dengan keluarga, terutama orang tua kamu. Aku mau minta restu sama mereka."

Khalisa berhenti menatap layar ponsel yang menampilkan taksi online pesanannya.

"Aku gak bisa. Aku gak mau nikah sama kamu, Nan. Aku mau kembali sama Levin. Kayanya keputusan aku buat kabur itu emang salah. Aku baru nyesel sekarang. Dan juga, kamu gak perlu lagi temuin aku setelah ini. Kita hidup masing-masing seperti tidak saling mengenal."

Agnan mengacak rambutnya frsutrasi. Bagaimana bisa Khalisa mengatakan itu dengan mudah? Apa benar, selama ini dirinya yang hanya memiliki perasaan penuh terhadap Khalisa? Sedangkan Khalisa hanya menganggapnya pelampiasan sesaat?

"Sa, aku mohon." Agnan berujar lirih pada Khalisa dengan kedua telapak tangan yang disatukan. Ia tak sanggup jika Khalisa benar-benar pergi dari hidupnya. Jauh sebelum mengenal Khalisa seperti sekarang, ia memang menginginkan sebuah pernikahan dengan seorang Khalisa. Namun sekarang hancur begitu saja. Hanya karena perbuatannya semalam semuanya jadi berantakan. Seharusnya Khalisa tak perlu khawatir, karena ia akan bertanggung jawab atas semuanya. Tapi agaknya Khalisa memang sudah tak mau lagi bersamanya. Kini dirinya seperti sampah yang menjijikan, yang harus dibuang tanpa perlu dipungut kembali.

"Taksi aku udah dateng. Lupain semuanya, Nan. Karena aku gak akan mau kembali sama kamu. Aku pergi." Khalisa pergi dengan kaki yang melangkah cepat, tanpa menggubris suara Agnan yang memanggil namanya.

Bahkan saat di bawah pun Khalisa tak menatap Agnan yang berlari menyusulnya. Ia seperti benar-benar melupakan Agnan beserta kenangannya.

***

Khalisa menghentikan taksi yang ditumpanginya menuju kawasan perumahan elit. Ia menghela nafasnya kala menatap sekitaran yang cukup sepi. Kakinya mulai melangkah, bersamaan dengan suara ketukan sepatu runcing yang dipakainya.

"Permisi, Pak." Khalisa menyapa satpam salah satu rumah yang tengah dijaganya.

"Non Khalisa?" Satpam tersebut terkejut akan kedatangan Khalisa ke rumah majikannya ini. Berbagai macam pertanyaan bercokol di dalam otaknya.

"Apa saya boleh masuk?" Satpam itu tak menjawab, tetapi ia membukakan gerbang untuk Khalisa.

Khalisa berjalan hingga ke teras. Ia menatap rumah yang tertutup rapat. Tas yang ia pegang ia simpan di kursi putih dekat dengan jendela. Dirinya memilih berdiri seraya memainkan ponselnya, untuk menghubungi sang pemilik rumah. Tapi sayangnya nomor yang dihubunginya sudah tidak aktif. Apa orang itu sengaja mengganti nomornya?

Ia menatap pintu itu kembali, kakinya mulai tak bisa diam. Sejak tadi yang ia lakukan hanya berjalan mondar-mandir seraya memegang ponselnya dengan erat.

Khalisa menatap satpam yang berjaga yang tengah menatapnya gusar. "Pak, kalau saya ke dalam, bisa?"

"Maaf, Non, saya gak bisa membiarkan Non masuk. Bapak tidak menerima tamu siapapun selain yang berhubungan dengan keluarga. Terlebih saat ini bapak masih di kantor, saya tidak bisa seenak jidat membukanya. Lagi pula rumah juga dikunci sama ibu."

Khalisa mengernyit bingung kala satpam rumah berbicara ibu padanya. Ibu siapa yang dia maksud?

"Ibu? Maksudnya siapa ya, Pak? Orang tua Levin, tante Bella?" Satpam tersebut menggelengkan kepala dengan cepat.

"Istri dari pak Levin, Non."

Khalisa terkejut dengan penuturan satpam itu. "Istri?"

Tin tin!

Khalisa dibuat terkejut kembali dengan kedatangan mobil yang cukup familiar di matanya. Mobil tersebut terparkir di halaman rumah depan garasi. Sang pemilik tidak langsung memasukkannya, jutru tatapan matanya penuh akan sorot tajam pada Khalisa yang kini berkunjung ke rumah Levin.

"Athaya?" Khalisa menyapa sekaligus bertanya.

Khalisa menatap Athaya yang berjalan menuju daun pintu dengan kunci yang berada di tangannya. "Ke mana aja? Selama ini ngilang dateng-dateng langsung ke sini. Maksudnya apa coba?"

Khalisa bungkam atas penuturan Athaya.

"Ngobrol di dalem, gue gak mau ada yang lihat kita ribut." Athaya masuk diikuti oleh Khalisa, yang kini memandang kaget pada setiap sudut ruangan rumah Levin.

Tak bisa dipungkiri, kala rumah impiannya bersama dengan Levin kini berubah. Barang-barang pilihannya saat itu telah hilang entah disimpan di mana.

Khalisa menatap Athaya yang kini mendaratkan bokongnya di single sofa. Ia pun memilih duduk di sofa panjang yang berada di sampingnya.

"Jelasin, Ta! Apa maksud dari semua ini?" Khalisa mendengar dengkusan dari mulut Athaya dengan posisi bersandar pada sofa. Kemudian, mata adiknya itu menatapnya dengan lekat.

"Sebelum lo dapet penjelasan dari gue, lo harus jelasin dulu dengan tujuan lo apa dan ke mana aja lo selama ini!"

Khalisa mengigit bibir bawahnya tanda bahwa ia gugup. Ia tidak tahu mesti harus menjawab apa pada Athaya. Pasalnya, jika ia menceritakan semuanya, itu sungguh memalukan.

"Kalo lo gak mau jelasin gue si gak masalah. Tapi jangan harap gue bisa terbuka sama lo dan nerima lo buat injak rumah ini."

Khalisa terkejut dengan penuturan Athaya. Apa haknya pada rumah ini? Kenapa adiknya seolah-olah pemiliknya? Apa segitu salah 'kah, ia di mata adiknya?

"Apa kesalahan gue sefatal itu, Ta? Dan juga, kenapa seolah-olah elo yang punya rumah ini?"

"Lo gak introspeksi diri? Lo punya otak gak, si? Dengan pertanyaan lo yang gak masuk akal gitu bikin gue muak sama lo, Kak. Kaya bocah tau, gak!"

Khalisa memegang ponselnya sengan erat. Athaya belum mau menjelaskan maksud dari semua itu. "Jelasin, Ta! Gue butuh penjelasan dari lo. Kenapa lo ada di rumah Levin? Kenapa barang-barang yang waktu itu gak ada dan sekarang malah diganti? Terus tadi satpam bilang kalo Levin udah punya istri. Siapa istri Levin, Ta? Gue gak ngerti dengan semuanya."

"Gue gak akan mau ngomong apa-apa sebelum lo jelasin, kenapa lo kabur, di mana saat lo kabur saat itu, dan apa tujuan lo balik lagi ke sini. Satu lagi ... mama sama papa tau lo udah balik?"

Khalisa diam tanpa menjawab apa-apa. Ia menunduk seraya memainkan ponsel tanpa menyala yang berada digenggamannya. Ia merasa sulit untuk menjelaskan semua itu. Tak lama kemudian, Athaya menitah Khalisa untuk pergi dari kediaman Levin.

Khalisa yang diperlakukan dengan suatu pengusiran pun hanya bisa pasrah. Padahal sejak tadi ia ingin memberontak. Ia ingin tahu alasan kenapa Athaya bisa berada di rumah Levin. Tapi jika ia terus bertanya seperti itu, lantas alasan apa yang akan ia jelaskan pada adiknya perihal dirinya yang kabur saat hari pernikahan?

Khalisa pun pergi dengan langkah gontai. Kedatangan ke rumah Levin nyatanya berakhir sia-sia. Padahal ia ingin mengajak Levin untuk memperbaiki hubungan mereka yang hancur. Namun sayangnya, hal itu jauh dari dugaan. Karena Levin telah memiliki istri. Seperti kata satpam rumah Levin tadi.

Apakah saatnya ia harus berjuang kembali untuk mendapatkan Levin? Ya, sepertinya memang harus.

Khalisa tersenyum penuh arti seraya menatap rumah Levin dengan lekat. Tangannya meraih tas ransel, kemudian ia beranjak pergi dari sana. Ide untuk memperbaiki dan memulai dari awal meyakinkan Levin adalah hal yang tepat. Karena ia pun yakin, bahwa Levin masih menyimpan rasa padanya.

Seorang Khalisa tanpa sadar telah melupakan sosok Agnan di kehidupannya dalam sekejap. Seolah semua itu tak ada apa-apanya. Bak angin lalu yang dapat menghilang begitu saja.

________

Terima kasih ❤

04-10-2023

Kesalahan Cinta (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang