10. Kekalahan Agnan

45 2 0
                                    

Agnan mengetatkan rahangnya, kala melihat Khalisa tengah bersenda gurau dengan pria asing yang entah itu siapa.

Ia merasa terkhianati walau mereka tak memiliki hubungan apa-apa. Status saja tak jelas. Pacaran tapi bukan, teman tapi mesra. Jujur saja, hatinya merasa sesak ketika menatap Khalisa yang asik dan tersenyum lebar pada pria itu. Tapi mau bagaimana lagi, melarang pun tak ada gunanya, karena ia bukan siapa-siapa.

Kedatangannya ke restoran ini niatnya ingin bertemu klien. Namun, ia dikejutkan dengan hal yang tak terduga. Hal yang membuatnya menahan emosi.

Beberapa menit setelahnya, akhirnya klien yang ia tunggu datang. Mau tidak mau dirinya tak boleh menunjukkan raut emosi. Ia harus fokus akan tujuannya bersama klien tersebut.

Beruntung kliennya itu tak ribet dan berujung kerja sama dengan baik. Maka, Agnan merasa lega dan tersenyun jumawa pada klien itu sebelum berpamitan untuk pulang terlebih dahulu.

Sesaat ia tertegun, ketika bola mata itu menatap ke arahnya. Ia menelisik ke sekitarnya bahwa pria itu pergi, mungkin pergi ke toilet. Netra itu seolah tak ingin lepas. Ia begitu mengagumi dan mencintai sosok wanita yang kini menatapnya, yaitu Khalisa.

Sudah sejauh ini bersama dengannya dan mempertahankan hubungan tanpa status juga perasaannya. Kini, apakah ia harus mengalah?

***

"Jangan ngelamun gitu. Lagi mikirin apa?" tanya Levin pada Khalisa, sekembalinya dari toilet.

"Ah, itu ... lagi mikirin kerjaan yang gak ada abisnya." Khalisa menjawab dengan diakhiri sebuah kekehan.

"Beneran? Gak ada suatu hal yang mengusik kamu, 'kan?"

Khalisa menggelengkan kepalanya cepat. "Enggak ada, Vin."

Levin mengangguk paham atas ucapan Khalisa. Ia tidak akan bertanya kembali perihal Khalisa yang melamun.

Tak lama kemudian, mereka mulai menyantap hidangan yang sudah tertera di meja.

Mereka makan dengan hening. Khalisa padahal sudah gatal ingin membuka mulutnya, tapi melihat Levin serius makan ia pun urung berbicara. Bisa-bisa dianggap tidak sopan.

Khalisa tersenyum dengan Levin yang berada di sampingnya. Sehabis makan di restoran, mereka memutuskan untuk kembali ke kantor masing-masing. Kebetulan sekali jarak kantor mereka tak begitu jauh. Jadi, sangat beruntung bagi keduanya makan siang bersama di luar.

"Saya antar kamu dulu." Khalisa mengangguk cepat. Ia memang tidak membawa mobil saat berangkat ke restoran tersebut. Karena Levin sempat menjemputnya ketika di kantor. Untuk itu, kini mereka kembali bersama dalam satu mobil.

Beberapa menit kemudian, mereka sampai di perusahaan tempat Khalisa bekerja.

"Makasih, Vin, udah anterin aku. Kapan-kapan boleh ajak kamu keluar lagi, 'kan?" Khalisa mengucapkan hal itu dengan nada yang ceria. Tidak tahu kenapa, berada didekat Levin membuatnya menjadi manja dan periang.

"Sama-sama, Kal. Iya, boleh." Levin tersenyum seraya mengusap puncuk kepala Khalisa.

Khalisa pun segera turun dari mobil Levin, dan sang empunya mobil juga segera pergi dari kawasan kantor Khalisa menuju kantornya bekerja.

Netra Khalisa masih terus menatap jalanan, padahal mobil Levin sudah tak terlihat lagi. Ia tersenyum mengingat perlakuan Levin barusan. Hatinya merasa berbunga-bunga. Levin mampu membuatnya terpesona dalan sekejap.

***

Kali ini jam pulang kantor Khalisa tidak ngaret. Ia tepat waktu dalam mengerjakan tugasnya. Belum lagi kemarin saat di rumah, Zaldy menegurnya untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Karena sebenarnya Zaldy itu tipe yang tidak membeda-bedakan antara karyawan atau juga anaknya. Kalau salah, patut ditegur.

Kesalahan Cinta (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang