12. Hilang Kabar

29 2 0
                                    

Khalisa tak mampu menahan amarah, karena Levin mengabaikannya begitu saja selama tiga harian ini. Bahkan tak ada balasan sama sekali dari pesan atau panggilan darinya. Perasaannya benar-benar buruk sekarang.

Kakinya melangkah memasuki kolam renang, guna menghalau rasa kesal yang menguar. Dengan setelan renangnya ia bergerak indah di dalam air kedalaman 2 meter.

Dari ambang pintu halaman belakang, terdapat Athaya yang berdiri seraya bersidekap dada menatap Khalisa. Hari ini dirinya tak menyibukkan diri di kafe, karena ingin rehat sejenak dari kerjaan.

Athaya melangkah memasuki halaman dan duduk di sebuah ayunan yang mampu membuatnya rileks.

"Ta, tumben gak ke kafe?" tanya Khalisa, saat dirinya menepi dan duduk di pinggiran kolam dengan air yang menetes.

"Lagi pengen istirahat. Nanti ada yang marah kalo gue terus-terusan sibuk di kafe, akibat gue yang keras kepala." Khalisa mendengkus menatap Athaya sekilas. Ia tahu bahwa adiknya itu tengah menyindirnya.

"Bagus kalo gitu." Hanya itu yang Khalisa ucapkan, karena malas bercakap panjang. Kalau ia mendebat Athaya, yang ada ia yang dibuat kalah telak duluan. Ia yang selalu membuat kesalahan hingga adiknya murka padanya.

Khalisa bangkit berdiri, ia menuju kamar mandi bawah dengan bathrobe yang berada di tangannya. Ia harus membersihkan diri dari air kolam. Ternyata perasaannya tak kunjung membaik, yang ada ia semakin emosi karena Levin masih juga belum memberi kabar sejak dua hari yang lalu. Pasalnya, ia jadi berpikir yang macam-macam sekarang.

***

Malam ini Khalisa akan pergi lagi ke sebuah klub malam. Ia ke sana sendiri tanpa Mela yang menemani. Karena sahabatnya itu baru saja sembuh dari sakit, jadi tak mungkin ia ajak bersenang-senang ke sana.

Khalisa menatap layar ponselnya dengan sorot yang tajam. Ia kesal dengan Levin yang masih belum memberinya kabar. Untuk itu, klub lah yang menjadi pelampiasannya saat ini.

Dengan setelan rapi dan seksi, Khalisa menuruni anak tangga sekaligus menenteng sepatu tingginya di tangan kanannya. Sementara tas hitam namun berkilau itu, ia sampirkan ke pundak sebelah kiri.

"Mau ke mana pake baju kaya gitu?" tanya Athaya, saat melihat Khalisa yang tengah memakai sepatu tingginya.

Khalisa diam meneruskan memakai sepatunya, sampai ia bangkit berdiri dan menatap Athaya lekat.

"Gue mau main. Dan jangan rusak mood gue dengan lo ngelarang gue main."

"Dengan pakaian kaya gini, Kak? Gila!"

"Kenapa? Lo 'kan, tau gue, yang suka pake baju kaya gini dibandingkan kasual."

"Masalahnya ini udah malem. Dress yang biasa lo pake juga gak se-seksi ini. Lo mau ke mana, si, sebenernya?"

Khalisa menghiraukan Athaya yang mengikutinya sampai mobil. Ia tak peduli cerocosan dari mulut adiknya itu. Yang ia mau saat ini ialah pelampiasannya ke klub dan bersenang-senang di sana, ditemani berbagai macam alkohol.

***

Kali ini, bukan sebuah klub malam biasa yang Khalisa kunjungi. Ini klub yang berbeda dan mewah, yang bisa dibilang hanya orang-orang borjuis saja yang ke klub malam tersebut.

Khalisa memasuki pintu dengan memberikan identitas diri. Setelah diperbolehkan masuk, ia segera berjalan cepat dan menuju meja yang langsung disambut hangat oleh salah satu bartender.

"What would you like to drink, Miss?"

"I want a vodka."

"Ok, wait a minute!"

"Hem, ok."

Selama menunggu, Khalisa menatap ke arah sekitar. Banyak dari mereka yang senang-senang dengan berjoget ria bersama teman atau juga pasangan. Ada juga yang berciuman tanpa rasa malu sambil berdiri atau duduk di sofa yang tersedia. Bahkan ada juga yang melayani pria hidung belang, dengan gaya centil nan nyentriknya itu mampu membuat Khalisa menggelengkan kepala. Kalau soal uang sudah pasti rajanya dunia. Semua dikuasai oleh uang.

"Silahkan, nikmati waktunya malam ini."

"Makasih." Khalisa meraih gelas yang sudah terisi minuman vodka. Bahkan tanpa berpikir dua kali meminta minuman itu tadi. Pasalnya, Khalisa hanya menyetir sendiri tak ada yang menemani. Lantas jika sudah mabuk parah, siapa yang akan mengantar dan mengendarai mobilnya? Nekat membawa, sama saja dengan mudah menjemput ajal sendiri.

Khalisa menatap gelasnya yang sudah kosong dengan gamang. Perihal hubungannya dengan Levin, seperti tak ada kemajuan. Dalam beberapa bulan ini hanya dirinya yang begitu mendominasi. Apakah ia harus tetap berjuang mendapatkan hati Levin atau menyerah begitu saja?

Gelengan kepala ia lakukan berkali-kali. Kata menyerah seperti bukan dirinya saja. Ia akan tetap pada pendiriannya, untuk mendapatkan hati Levin. Karena ia begitu mencintai Levin.

Segelas vodka sepertinya cukup saja, dan Khalisa bangkit dari duduknya untuk keluar dari klub tersebut. Berjoget ria di sana bukan ide yang bagus ternyata. Karena ia tak mau jika nanti ada pria hidung belang yang mencuri kesempatan padanya. Biar seperti ini juga, ia tetap akan menjaga dari sentuhan nakal pria-pria di luar sana.

***

Khalisa menatap lalu lalang kendaraan dari dalam mobil. Ia menepikan mobilnya di tepi jalan. Helaan nafas menguar kala ia mencari ponselnya yang disimpan di tas.

Belum ada pesan atau panggilan yang dibalas. Levin benar-benar hilang bak ditelan bumi. Apa ia harus nekat ke rumahnya? Basa-basi mampir sekaligus mencari keberadaan Levin?

Ya, sepertinya itu hal yang bagus. Jadi, tak ada yang perlu dikhawatirkan lagi setelah ini.

My Levin

Vin, besok aku mau ke rumah kamu. Intinya, kalo kamu pun gak bales chat aku ini, it's okay. Aku cuma mau kasih tau aja ke kamu. Biar nanti kalo ketemu, gak kaget.

Setelah mengirim pesan seperti itu, Khalisa menyimpan kembali ponselnya di tas. Dan kini, ia mulai menjalankan kembali mobilnya menuju rumah, karena hari pun sudah semakin larut. Bisa habis nanti ia dimarahi oleh Athaya dan papanya, Zaldy.

________

Terima kasih ❤

22-08-2023

Kesalahan Cinta (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang