19. Rasa Yang Labil

36 2 1
                                    

Sepanjang jalan, Khalisa tak henti-hentinya tersenyum dengan kejadian satu minggu yang lalu. Bahwa Levin melamarnya bersama kedua orang tuanya beserta keluarga yang lain. Itu berarti hari pernikahan pun semakin dekat. Karena dua hari seusai lamaran mereka langsung membahas tanggal pernikahan.

"Gak usah senyum-senyum gitu, ngeri gue." Mela berujar seraya melirik Khalisa dengan tangan yang fokus pada kemudi.

"Ya ampun, Mel. Gue seneng pake banget tau, Levin akhirnya ngelamar gue. Tinggal nunggu H-1 aja nanti, gue bakal dipinang sama anak orang."

Mela tertawa akibat perkataan Khalisa. Sahabatnya itu rada-rada tengil memang kalau sedang bahagia. Namun, tak urung membuatnya ikut merasakan bahagia. Mela juga merasa, Levin lah yang tepat untuk masa depan sahabatnya. Dibandingkan dengan pria yang sebelum-sebelumnya mengenal Khalisa, Levin jelas lebih unggul dari segala hal. Sudah anak tunggal, mapan, pintar, baik meskipun rada judes kalau sama orang yang baru dia kenal, dan yang pasti bonusnya tampan. Apa coba yang kurang? Dari keluarga yang jelas-jelas bonafid dan bukan sembarangan. Sahabatnya memang sangat beruntung.

Khalisa menghela nafasnya dan menatap Mela dengan lekat. Ia jadi tak enak pada Mela, pasalnya ia tak bisa menemani Mela ke kantor untuk mengambil berkas.

"Mel, anterin gue ke butik temen nyokap, dong. Bentar lagi sampe, si, sorry banget gue bakalan lama di sana. Gak apa-apa 'kan, ya, kalo lo ke kantornya sendiri?"

Mela terkekeh akan ucapan Khalisa. "Ya elah, santai kali. Lo kaya baru kenal sebulan-dua bulanan aja, deh."

"Oke, maaciw Melaku yang cantik." Seusai mengatakan itu, mereka pun tertawa bersama. Karena merasa random dengan segala perlakuan mereka sendiri.

***

Selama di butik, Khalisa menatap beberapa pakaian yang cukup menarik di matanya.

"Kal, tumben kamu yang ambil?" ujar pemilik butik tersebut yang bernama Maya.

"Ah, iya Tante. Mama lagi quality time sama papa, gak mau diganggu katanya. Kebetulan juga, si, aku lewat sini."

"Ya ampun, udah tua masih bisa romantisan, ya. Loh, emang niatnya kamu mau ke mana?"

"Mau ke kantor, Tan, sama temenku. Tapi gak jadi, dia ambil berkasnya sendiri. Aku di suruh buru-buru ambil barang ini sama mama."

Beruntung Wendy sudah membayar lewat transfer, jadi Khalisa hanya mengambil barangnya saja. Namun, tidak hanya itu. Khalisa juga sempat membeli beberapa baju untuknya dan Athaya. Karena ia tahu, Athaya yang suka sekali dengan pakaian kasual. Jarang-jarang juga ia membelikan pakaian untuk adiknya itu.

Khalisa pulang memakai jasa taksi online. Ia tak mungkin juga harus menunggu Mela yang saat ini baru saja beres mengambil beberapa berkas. Jarak antara butik dan kantor cukup jauh. Ia hanya merepotkan sahabatnya saja kalau begitu.

Beberapa menit kemudian, Khalisa sampai di kediamannya. Ia membayar lewat aplikasi. Seusai itu, dirinya masuk ke dalam dengan membawa beberapa paper bag.

"Lis, kok kayanya banyak banget barangnya? Mama pesen gak sebanyak itu, loh."

Khalisa menyimpan barangnya di meja dan duduk di sofa, tepatnya di sebelah sofa yang kedua orang tuanya duduki.

"Sekalian beli buat aku sama Ata. Ada baju kasual yang bakalan dia suka, makanya aku beliin. Emang Mama beli pakaian apa, si?"

"Mama beli baju batik sama Papa, couplean gitu. Tanggal sepuluh minggu besok, ada acara nikahan rekan Papa. Jadi sengaja Mama beli ini. Mau sekalian beliin buat kamu sama Yaya, takut kalian gak suka. Anak-anak Mama punya selera sendiri."

Kesalahan Cinta (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang