1 Tahun 6 bulan kemudian ...
Khalisa kini tengah berada di halaman vila, dengan dihiasi lampu kerlap-kerlip berwarna warm white, ditambah ada sepasang kursi dan satu meja dengan makanan yang tersaji indah di sana. Ia memakai gaun malam panjang berwarna ungu lilac berlengan pendek. Dengan rambut digelung menyisakan anak rambut di depannya. Tak lupa riasan wajah juga aksesoris seperti kalung perak berbandul bintang menghiasi leher jenjangnya. Kaki yang terbalut high heels silver dengan glitter, membuat tampilannya itu nampak elegan dan mewah.
Beberapa kali matanya mengedarkan ke sekitar, mencari keberadaan Levin yang izinnya ingin ke toilet sebentar. Namun, sudah lima menit berlalu Levin belum juga datang.
Sesaat, ia menatap pemandangan indah dengan langit bertabur bintang, juga udara yang begitu dingin nan sejuk. Vila daerah Bandung memang pilihan yang tepat untuk waktu berliburnya bersama Levin. Mereka menyewa dua kamar untuk istirahat selama dua malam. Karena memang waktu berlibur pun tak akan lama.
Ketika asik melamun, tiba-tiba ada bunyi suara alat musik biola dengan iringan lagu yang populer dari penyanyi terkenal Ed Sheeran, berjudul Thinking Out Loud.
Hal tersebut, mampu membuat Khalisa menutup mulutnya tak menyangka. Terlebih, di sana ada Levin yang berjalan dengan satu buket mawar merah segar juga senyuman manis yang tersungging di bibirnya.
Khalisa berdiri dan keluar dari tempat duduknya, yang di mana ada Levin yang sudah berdiri tegap di depannya itu.
Musik masih mengiringi mereka berdua, dengan Levin yang memberikan buket bunga mawar merah itu pada Khalisa. Tentu saja sang empu langsung meraihnya dengan senang hati.
Setelah suara biola itu berhenti, dan pengiringnya pergi dari sana. Levin segera bertekuk lutut sebelah dihadapan Khalisa.
Ia mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna gold dan membukanya perlahan. Di kotak tersebut, terdapat satu cincin perak dengan permata berlian yang indah. Tentu saja itu bukan barang murah dan sembarangan. Terlebih, Levin membelinya dengan rancangan yang ia pilih sendiri dan menemui sang pemilik toko berlian secara langsung.
Khalisa tak kuasa menahan rasa terkejutnya kala Levin memberikan cincin berlian dengan posisi bertekuk lutut padanya.
"Vin, ini ...."
Levin berdiri dengan posisi masih memegang cincin dengan kotak terbuka itu dihadapan Khalisa. Ia tersenyum dengan mata yang menatap Khalisa lekat.
"Kal, maaf baru bisa memberi kepastian sama kamu. Setelah sekian lamanya kita pendekatan, akhirnya baru ini aku luluh, Kal. Aku kalah sama perasaanku. Maaf karena membuat kamu menunggu dengan menggantungkan hubungan ini. Kal, aku bukan pria romantis pada umumnya, yang bisa merangkai kata indah dengan berbagai macam kalimat. Aku hanya pria biasa yang ingin menyatakan perasaan sekaligus mengikat kamu secara pribadi. Kal, I love you so much and will you marry me?"
Khalisa menelan salivanya dengan Levin yang masih menatap lekat dirinya. Tanpa kata lagi, ia mengangguk dengan cepat pertanda tak ada penolakan.
Levin yang melihat itu tentu saja bahagia. Ia segera memasang cincin pada Khalisa dengan hati-hati. Setelah itu, ia mendekapnya dengan erat. Mereka saling memberi rasa bahagia bersama di halaman vila di kota Bandung itu. Tanpa ada yang mengganggu atau celah yang mengahalangi mereka berdua.
***
Di pagi hari dengan udara yang sejuk. Ada Khalisa yang tengah menyesap teh hangat dengan posisi berdiri di depan jendela kamarnya yang terbuka. Ia sungguh menikmati waktunya saat ini. Kejadian semalam bagai sebuah mimpi untuknya. Padahal itu sebuah kenyataan. Yang mampu membuatnya hilang kata di depan Levin. Sampai sekarang pun ia masih belum bisa berbicara apapun pada Levin. Entah kenapa ia merasa malu dan gugup.
Kalau kalian berpikir akan ada adegan romantis yang lebih dari sekedar pelukan hangat, yakni ciuman atau sebuah adegan panas yang bergairah, itu mungkin juga hanya lah mimpi. Pada kenyataannya, Levin tak melakukan apapun selain pelukan. Setelah adegan pelukan, mereka makan dan saling diam, setelahnya kembali ke kamar masing-masing. Sudah, hanya sebatas itu. Bahkan ia berpikir Levin begitu tak sudi untuk sekedar memberi kecupan walau hanya di pipi saja.
"Sebenernya, dia beneran sayang gak, si, sama gue? Ciuman di pipi aja dia gak kasih. Atau ... dia juga sama gugupnya, ya, kaya gue? Jadi dia gak ngelakuin hal itu."
Setelah bergerumul dengan otaknya, Khalisa memilih untuk membersihkan diri. Ia akan menemui Levin nanti. Masih ada waktu satu hari ini untuk berjalan-jalan sebelum mereka pulang dari vila tersebut.
Kini beralih pada Levin. Di sana, ia habis berolahraga yakni lari pagi. Kebetulan cuaca yang sejuk nan dingin membuatnya ingin mencari keringat di pagi hari. Ia tak menghubungi Khalisa, karena ia pikir Khalisa belum bangun. Jadi dirinya memutuskan untuk lari pagi sendirian.
Sehabis lari, Levin duduk diam sebentar di balkon kamarnya. Ditemani segelas cokelat hangat juga roti tawar tanpa polesan apapun. Ia tersenyum kala mengingat kejadian semalam. Tak pernah terpikirkan olehnya, bahwa ia dapat menyatakan perasaannya dan melamar begitu saja pada Khalisa. Selama satu tahun sebelumnya, hatinya masih merasa ragu pada Khalisa. Dengan seiring berjalannya waktu, ia merasa mantap untuk menyatakan perasaannya. Mengikat Khalisa adalah pilihan yang tepat. Karena pada dasarnya ia tak begitu muluk-muluk soal pasangan. Dan juga baru Khalisa wanita yang selalu gencar mendekatinya tanpa ada kata menyerah. Maka dari itu, ia merasa Khalisa tepat untuk dijadikan calon istri.
***
Pada pukul 10:00, Khalisa dan Levin tengah menikmati jalan-jalan di sekitaran kebun teh. Mereka beberapa kali membidik pemandangan sekitar. Tak lupa juga mereka membidik wajah mereka berdua dengan berbagai pose, pada tripod yang sengaja Khalisa bawa.
Khalisa sudah bisa berbicara luwes kembali seperti biasanya pada Levin. Karena ia tak kuat jika diam terlalu lama. Mereka baru saja menjalin hubungan dengan status yang berbeda, masa iya suasana yang ada masih canggung. Justru akan membuat harinya semakin suram.
"Sayang, aku laper. Kita mampir dulu ke tempat makan, resto atau kafe gitu? Mau, ya?"
"Ya udah, kita cari resto deket sini. Tapi kalo gak ada, rumah makan biasa gak apa-apa? Karena kalo nyari di tempat jauh malah makan waktu. Kita juga belum packing buat pulang, 'kan?"
"Mau gak mau, ya. Bener, si, kata kamu. Aku juga emang belum packing buat pulang."
Setelah percakapan dan negosiasi itu, mereka segera keluar dari perkebunan teh tersebut. Levin mulai mencari restoran sesuai keinginan Khalisa dalam kemudinya. Matanya begitu fokus pada jalanan dan sekitaran yang sekiranya ada restoran atau kafe yang buka. Karena sampai sekarang, Khalisa tidak terbiasa dengan makanan pinggir jalan. Paling mentok itu, rumah makan namun dengan ruangan luas. Yang pasti bersih dan rapi, dengan pelayanan baik. Maka dari itu, Levin suka bingung jika mereka jalan-jalan di tempat yang jauh dari jangkauan tempat makan restoran.
"Sayang, maaf, ya. Aku belum terbiasa sama makanan pinggir jalan. Pasti nyusahin kamu banget, deh." Khalisa menatap Levin dengan wajah yang sedikit lesu.
Levin melirik Khalisa sebentar, ia mengusap lembut puncuk kepala Khalisa. Bibirnya menyunggingkan senyuman kecil pada Khalisa.
"Kamu gak salah, sayang. Aku gak masalah kalo kamu emang gak terbiasa sama makanan pinggir jalan atau rumah makan biasa. Kamu juga gak nyusahin sama sekali. Jangan ngerasa kaya gitu lagi, oke?"
Khalisa mengangguk dan tersenyum memandang Levin dari samping. Kekasihnya itu pengertian sekali. Sehabis itu, ia mulai menghadap depan kembali dengan ponsel yang ia mainkan. Bahkan ada beberapa foto yang ia unggah ke sosial media pribadi miliknya. Karena dirinya ingin memperlihatkan kegiatannya bersama Levin. Lebih tepatnya berbagi kebahagiaan bersama para pengikutnya.
"Semoga gak ada pihak ketiga di antara kita. Gue cuma mau bahagia sama Levin sampai nanti kita menikah. " Khalisa bergumam dalam hati setelah fotonya telah terunggah dengan baik. Bahkan sudah ada beberapa yang menyukai unggahannya.
________
Terima kasih ❤
30-08-2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesalahan Cinta (End)
RandomSpin Off Kebenaran Cinta Hidup yang Khalisa jalani, selama ini aman-aman saja. Ia begitu terpaku dengan Agnan yang mampu memberikan segala hasrat terpendamnya, yang tak pernah ia dapatkan dari sang kekasih. ••• Khalisa Meyriana Bahman. Memiliki oran...