7. Klub Malam

66 2 0
                                    

Padatnya kota Jakarta pada malam hari pukul 08:30, yang banyak akan lalu-lalang kendaraan. Bahkan tak sedikit juga pejalan kaki yang menjajakan pedagang kaki lima atau juga rumah makan pinggir jalan. Sehingga terlihat jelas, bahwa pada malam pun tak menyusut akan keramaian.

Seperti Khalisa saat ini, ia tengah mengendarai mobilnya bersama dengan Mela di samping kemudinya. Kebetulan, besok adalah hari sabtu. Jadi, banyak waktu senggang dirinya untuk bersantai dari banyaknya kerjaan.

"Lo yakin, Sa?"

"Yakin apa?" tanya Khalisa dengan mata yang fokus ke arah depan.

"Yakin mau ke club?"

"Ya, gue yakin. Lagian kenapa, si? Gak biasanya lo tanya kaya gitu?"

"Cuma mastiin aja. Siapa tau lo punya tujuan lain gitu?"

"Enggak, gue gak ada tujuan lain selain itu. Cuma pengen ngilangin rasa mumet, Mel. Tau 'kan, kerjaan minggu ini bener-bener padet?"

Mela hanya mengangguk membenarkan ucapan Khalisa. Kalau sudah seperti ini, ia tak bisa membantah, bahwa dirinya akan menemani Khalisa senang-senang malam ini. Ia juga tak bisa menampik, kalau dirinya menginginkan hal tersebut.

***

Sesampainya di sebuah klub malam, Khalisa dan Mela segera melangkah memasukinya. Mereka adalah termasuk member, yang tak asing lagi keluar-masuk klub tersebut.

Khalisa dan Mela menempati kursi di meja bartender untuk santai sebentar. Tak lupa juga mereka memesain red wine, yang akan menemani mereka malam ini.

"Inget, Sa, jangan sampe teler!"

"Just red wine, Mel. Gak akan teler."

"Ditakar juga, Sa. Jangan kelewatan!"

Mereka tertawa akibat percakapan tersebut. Seakan lucu dengan ucapan dari mulut masing-masing.

Musik yang berdentum keras, menandakan betapa bebasnya di ruangan besar dengan banyak orang di dalamnya. Kerumunan di tengah-tengah dekat dengan dance floor, adalah sesuatu yang nyata bahwa mereka seakan tengah menemukan sesuatu yang bebas. Dengan tubuh yang meliuk-liuk mengikuti irama musik.

"Mel, lanjut?" tanya Khalisa saat menatap pada kerumunan tersebut.

"Gue di sini aja, deh."

"Bener?" tanya Khalisa memastikan.

"Iya. Kalo lo mau ikutan, ya udah sana! Tapi inget, hati-hati!" Khalisa tersenyum dan mencubit pipi Mela pelan. Setelah itu, ia beranjak dari duduk dan melangkah menuju kerumunan orang yang tengah berjoget ria.

Khalisa tersenyum lebar dengan tubuh yang bergoyang. Ia menikmati waktu malamnya ini. Klub malam adalah solusi untuknya menghilangkan rasa penat.

Bahkan Khalisa tak mengindahkan Mela yang masih mengawasinya dari meja bar sana. Ia tetap menikmati setiap gerakan dan musik yang seirama.

Baru saja Khalisa menstabilkan kesadarannya akibat lama bergoyang, sudah ada tangan yang bertengger manis di bahunya. Lantas membuatnya terkejut dan segera menepisnya.

"Apaan, si?" tanya Khalisa seraya menepiskan tangan tersebut dari bahunya.

"Woo, santai-santai. Gue gak macem-macem, kok. Paling, cuma satu macem." Pemilik tangan tersebut menyeringai lebar dengan mata yang menatap lekat Khalisa. Ia seakan minat dengan sosok Khalisa.

"Gak usah kurang ajar, ya! Jaga batasan lo!" Khalisa marah akan pria yang kini tengah menyeringai. Ia merasa begitu risih akan pria itu yang seakan menggodanya.

Pria itu terkekeh akan ucapan Khalisa, merasa konyol dengan perkataan tersebut.

"Kalo lo gak mau di kurang ajar-in, gak usah masuk ke sini. Lo liat mereka, semuanya itu sama. Gak usah munafik dengan gaya sok suci lo itu."

Plak

Khalisa menampar wajah pria itu cukup keras. Ia tak bisa menolelir lagi tindakan pria dihadapannya itu yang kurang ajar.

"Cowok gak jelas!" Setelah menampar pria itu, Khalisa segera meninggalkan kerumunan menuju meja bar. Seharusnya Mela ada di sana, tapi ia tak melihatnya sama sekali.

"Nyariin Mela, Kal?" tanya Rio, salah satu bartender yang sudah mengenal Khalisa.

"Iya, dia ke mana?"

"Ke toilet katanya. Paling bentar lagi juga balik." Khalisa mengangguk atas ucapan Rio. Seusai itu, dirinya memilih untuk menenggak red wine yang sudah terisi di dalam gelas, dengan sekali tegukan hingga tandas. Moodnya hancur seketika gara-gara pria kurang ajar dan tidak jelas tadi. Seharusnya tadi ia membawa Mela ikut bergoyang. Membiarkannya sendirian di tengah kerumunan itu justru hal yang salah.

***

Tepat pukul 01:00 dini hari, Khalisa baru kembali ke rumah. Ia menghela nafasnya ketika kakinya menapaki lantai depan.

Ia berpikir, bahwa orang rumah pasti sudah tidur karena jam juga sudah larut. Namun dugaannya salah. Ia melupakan satu hal, bahwa adiknya Athaya, baru saja pulang dari kafe dengan tangan yang menenteng satu kotak kardus berukuran sedang.

"Jam segini bari balik? Dari mana lagi?" tanya Athaya yang kini berdiri dihadapan Khalisa.

Khalisa menelan salivanya sedikit susah. Athaya mampu membuatnya merasa terintimidasi dengan mata yang tajam seperti Zaldy, papa mereka.

"Abis main sama Mela."

"Lo gak bohong, 'kan?" tanya Athaya kembali dengan mata memicing.

"Kalo gak percaya, lo boleh chat Mela."

"Oke, gue percaya." Setelah mengucapkan hal itu, mereka mulai memasuki rumah dengan Khalisa yang langsung menaiki anak tangga, sementara Athaya menuju gudang penyimpanan barang-barangnya yang berhubungan dengan kafe.

Khalisa lega, karena tak ada pertanyaan lain yang seakan merasa diinterogasi oleh Athaya. Memang, Athaya lah yang mampu membuatnya terbebas dari hukuman apapun oleh Zaldy, karena dia yang selalu berusaha melindunginya. Namun, ia juga selalu merasa terpojok jikalau Athaya sudah berultimatum panjang padanya. Belum lagi perkataannya yang menusuk, membuatnya hanya bisa bungkam.

Kakinya mulai melangkah menuju kamar mandi. Ia harus segera membersihkan diri dari bau alkohol yang cukup menyengat.

________

Terima kasih ❤

12-08-2023

Kesalahan Cinta (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang