'Dua bulan lagi, ya'
Jean sedari tadi memikirkan ucapan Anka tiga minggu lalu sambil menatap Anka yang tengah sibuk mencatat materi. Ya, sudah terhitung hampir sebulan Anka dan Jean bersekolah umum dan selama itu Jean terus memikirkan ucapan Anka. Dia takut dengan ucapan Anka yang mungkin saja bermakna negatif, apalagi dia lihat Anka sering dibully Sherly saat sendirian. Jean ingin membantu menghajar gadis itu tapi Anka selalu memintanya diam dengan alasan tertentu. Helaan nafas terdengar membuat Anka mengalihkan pandangannya.
"Jean ada apa? Apa yang mengganggu pikiran Jean? "
"Ah tidak apa apa.....
Anka mengangkat sebelah alisnya karena merasa aneh namun dia menepis pikiran negatif dan kembali mencatat.
"Anka"
"Ya? "
Lagi, Anka merasa heran saat Jean diam cukup lama sebelum menjawab."Tidak. Yok kita ke kantin, Jean males dengerin guru ceramah"
"Tapi Jean-
"Gapapa, sesekali bolos ga papa. Jean ada tempat bagus loh, yakin Anka ga mau ikut? "
Anka nampak berpikir cukup lama namun aksinya terhenti karena toyoran Jean yang tak main main.
"Berhenti berpikir terlalu keras Anka! Berapa kali kami memperingatkan mu akan hal itu? Dasar bocah! "
Anta beringsut tak suka. Selain jidatnya yang terasa sakit tapi ucapan Jean juga membuat hati kecilnya menjerit. Dengan bibir yang mengerucut lucu kedua tangannya mengusap jidatnya pelan.
"Sakit"
Jena menghela nafasnya pelan. Jujur dia ingin memakan Anka, atau setidaknya mengurungnya untuk dirinya sendiri. Tangannya terulur mengusap jidat Anka lembut.
"Makanya jangan terlalu banyak berpikir. Ayo kita bolos, Jean yakin abang juga sedang membolos sekarang. Ayolah"
Anka akhirnya setuju. Dia memasukkan kembali buku di mejanya tentu saja dibantu oleh Jean. Mereka berdua tak peduli dengan bisikan teman sekelasnya yang terus saja memprovokasi. Toh guru juga hanya diam dan tak peduli.
"Yok Anka. Hari ini kita main! Oh atau Anka ingin bersenang senang? Misalnya mengerjai gadis itu? "
Tanpa menunggu jawaban Anka, Jean langsung menarik tangan anak itu mengabaikan guru dn teman sekelas yang mulai membicarakan mereka.
"Tunggu! "
Anka melepas paksa tautan itu tepat di depan pintu kelas. Dia berbalik badan menatap gurunya yang juga tengah menatapnya bingung.
"Anka, ada apa? "
"Maaf bu, tolong jangan kasih tahu kepala sekolah kalau kami membolos. Nanti Anka kasih permen deh. Makasih bu"
Anka lalu menyeret tangan Jean menjauh sementara Jean masih linglung dengan apa yang Anka ucapkan. Bukan hanya Jean tapi guru dan teman sekelasnya juga sama. Oh apakah Anka boleh sepolos itu?
"Dia polos apa bego? "
"Anjir bolos aja ijin dulu"
"Aaaa gue kok jadi tertarik sama tingkahnya?"
"Apa boleh Anka sepolos itu? "
"Kyaaa jadi adek gue aja mau ga? "
Jean samar samar mendengar ucapan teman sekelasnya mendadak emosi. Garis imajiner bahkan sudah menonjol. Dia kembali menuju kelasnya sambil menarik Anka.
"KALIAN KALO MAU ANKANYA JEAN LAWAN JEAN DULU"
Anka menutup telinganya sendiri. Rasanya berdengung nyeri karena suara Jean sama cempreng nya seperti anak gadis. Bukan hanya Anka tapi guru dan teman sekelasnya, bahkan guru di kelas sebelah juga merasa terganggu dengan suara Jean.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ankara Si Antagonis Polos [ END √ ]
Teen FictionWARNING ⚠️ Di sarankan jika ingin menikmati cerita ini, jangan pakai logika! Jangan berpikir tentang alur yang ada. Nikmati saja tanpa banyak berpikir. Anggap aja cerita ini kayak air yang mengalir melalui banyak pertigaan atau perlimaan. Entah kali...