"Dimana putraku? ""Lewat sini tuan. "
Mahendra mengikuti Rain menuju ruangan Kara. Beberapa saat yang lalu dia tengah mengadakan pertemuan dengan klien terakhirnya hari ini. Tapi dia batalkan pertemuan itu saat Steve melaporkan keadaan Kara yang kurang baik padanya.
Rain dan Mahendra berhenti tepat di depan pintu besar yang tertutup rapat. Rain mengetik beberapa kali pintu itu dan tak lama Zero dan Adrian membuka pintu tersebut.
Mahendra mengabaikan ketiga pria itu, pandangannya tertuju pada Kara yang tengah membaca buku.
"Kara, baby, you okay? "
"Fine, dad, dimana Kana"
Mahendra menghela nafas lega. Dia mendekati Kara lalu menggendongnya. Tangannya tak tinggal diam, tangan besarnya mengelus punggung Kara lembut.
"Adikmu ada di mansion. Katanya ada Bastian main. Kara sendiri kenapa malah kesini hm? Setidak sabar itu putra daddy menghukum mereka? "
Kara mengangguk samar, menyembunyikan wajahnya di pundak Mahendra. "Aku baru saja menghukum Arland, tapi belum selesai. Kepalaku pusing. "
"Begitu ya? Yasudah, kita pulang ke mansion ya? Kara melupakan jam makan malam kan? Padahal bunda memasak makanan kesukaan Kara loh. "
.
.
.
.Pagi ini udara cukup dingin, bahkan Kara sampai menimbun dirinya sendiri menggunakan dua buah bedcover tebal. Dia bahkan tidak terganggu sedikitpun oleh cahaya matahari yang mengintip dari celah gorden.
Tok tok tok
Cklek"Kara sayang, kamu belum- ah, sepertinya putraku kelelahan. "
Calista tak bisa menahan kedutan di bibirnya melihat tubuh Kara yang kecil terbungkus bedcover. Calista mendekat, menyikap kedua bedcover agar Kara terbangun.
"Kara sayang, bangun ya, bukannya hari ini kamu ada ulangan fisika? Sudah hampir jam tujuh loh, ayo bangun. "
Kara mengerjap beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk. Calista tak bisa menahan kegemasannya dan tanpa aba aba dia menggendong Kara, membawanya menuju kamar mandi.
Abaikan dulu Kara dan Calista, kita berpindah pada beberapa pria dan wanita berbeda usia yang saat ini tengah berkumpul di meja makan. Suasana pagi selalu ramai seperti biasanya, yang membedakan dari hari biasanya mungkin karena keluarga besar Olivier yang sangat jarang berkunjung, dalam beberapa hari ini menetap di mansion milik Mahendra.
"Apa Kara masih lama? "
"Mungkin sebentar lagi kak, putraku biasanya susah bangun jika udara pagi terlalu dingin. "
Suasana menjadi senyap saat suara pintu lift terbuka. Mereka menatap gemas pada Kara yang berjalan menghampiri mereka dengan keadaan setengah sadar. Ah, jangan lupakan pakaian Kara yang cenderung kebesaran, membuat tubuhnya hampir tenggelam dan itu menambah kesan imut untuknya.
"Pagi, semua~ "
"Pagi baby/Kara/abang" jawab mereka serempak.
Kara melirik satu persatu dari mereka dengan tatapan bingung. "Daddy, semua kursinya penuh? Lalu, mommy duduk dimana? "
"Kara duduk di sini sama daddy. Mommy masih ada satu kursi kosong. "
Kara mengangguk paham. Dia duduk di pangkuan Mahendra dan acara sarapan pun dimulai dengan tenang. Sesekali mereka memperhatikan Kara yang makan layaknya seorang perempuan, lambat dan juga rapih. Berbeda dengan Kana maupun Rean yang jauh dari kata rapih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ankara Si Antagonis Polos [ END √ ]
Teen FictionWARNING ⚠️ Di sarankan jika ingin menikmati cerita ini, jangan pakai logika! Jangan berpikir tentang alur yang ada. Nikmati saja tanpa banyak berpikir. Anggap aja cerita ini kayak air yang mengalir melalui banyak pertigaan atau perlimaan. Entah kali...