part 19 s2

4.9K 465 4
                                        


Adrian masuk ke ruangan Kara sambil membawa dua cangkir teh sesuai permintaan tuannya itu. Ruangan yang lebih mirip kamar tidur pribadi dengan luas yang hampir 5 m² itu berisi master bed dengan satu meja kerja, sofa, dan juga rak buku yang berisi ratusan buku.

Adrian menaruh teh itu di meja bundar di depan Kara yang saat ini tengah mengecek beberapa data. Adrian hendak pergi namun Kara menahannya.

"Ada yang ingin aku bicarakan denganmu Ian. "

"Apa sebelumnya kita pernah bertemu? Jujur aku ingin sekali melupakan kejanggalan yang Ada, tapi selama seminggu ini aku terus memikirkannya sampai tidak bisa tidur. Dan lagi, kau pernah bilang kalau ini pertama kalinya kau bekerja dalam organisasi, tapi kau terlalu luwes untuk seorang pemula. Kau juga mendapat informasi dari mana? Organisasi ku ini sangat tertutup, bahkan keluargaku sendiri tidak mengetahuinya, tapi kau? "

"Tuan muda, bolehkah saya menceritakan sedikit kisah? "

"Tentu. kau duduk saja"

"Tidak tuan, saya akan berdiri di sini. Dulu, ada seorang kepala pelayan yang sangat loyal pada tuannya. Selain pelayan, dia juga merupakan bodyguard pribadi untuk tuan mudanya yang sakit sakitan sejak bayi. Tuan mudanya merupakan anak kesayangan, apapun yang diinginkan beliau maka keluarga beliau akan memenuhinya. Hanya saja ada satu yang tidak bisa mereka beli dengan uang ataupun air mata. Beliau meninggal bahkan sebelum mengenal apa yang ada di luaran sana. Sebelum beliau meninggal, pelayan setianya pernah berjanji jika suatu saat nanti mereka terlahir kembali maka mereka akan berteman baik.

Beberapa bulan setelah kepergian beliau, keluarga beliau hancur, keluarga itu dibantai oleh musuh bisnis mereka dan tidak ada satupun yang selamat. Keluarga itu kembali berkumpul di akhirat, namun bungsu mereka tidak ada di sana. Saat itu mereka menyadari jika bungsu mereka tengah menjalani hidup baru dengan ceria.

Pelayan setianya juga menjalani hidup baru dengan tekadnya menemukan dan menjaga tuan mudanya dengan cara apapun. "

Kara diam mendengarkan. Tanpa dia sadari air mata sudah membentuk sungai kecil di pipi mulusnya. Dia tak tahu apa yang dia rasakan, hanya saja rasa sesak seakan menguasai rongga dadanya. Adrian yang menyadari itu jadi panik sendiri.

"Tuan, apa anda sakit? Kenapa anda menangis? "

Kara jelas terkejut mendengarnya. Dia mengusap pipinya yang memang basah. Dia masih bingung dengan apa yang terjadi.

"Eh? Ke-kenapa? Hiks kenapa aku menangis? Hiks, Kana. Hiks mau Kana"

.
.
.

Kana jalan terburu buru melewati ruang tengah dimana keluarganya tengah berkumpul. Tanpa mengatakan apa apa dia langsung pergi begitu saja. Rean yang penasaran langsung mengikuti Kara tanpa mengambil jaket meski malam ini udara sangat dingin. Apalagi dia menyadari jika raut wajah kana nampak serius.

"Kana, gue ikut"

Kana mengangguk saja, dia menaiki motornya begitupun dengan rean yang menggunakan motor miliknya sendiri.

Keduanya memacu motor dengan kecepatan di atas rata rata, beruntungnya jalanan sedang lenggang dan hanya ada sedikit mobil yang berlalu lalang. Selang tiga puluh menit keduanya sampai di gedung markas milik Kara. Mereka memarkirkan motor di garasi khusus lalu masuk ke dalam tanpa melepaskan helm yang keduanya gunakan. Barulah saat pintu utama tertutup, helm itu meraka lepaskan.

"Abang? Are you okay? Listen me, ada apa hm? "

Kara memeluk tubuh kekar Kana dengan masih terisak. Hal itu jelas membuat Kana dan Rean semakin khawatir.

"Abang, apa abang terluka? "

Kara dengan jelas menggeleng. Dia sama sekali tidak terluka ataupun lecet. Dia hanya menangis karena mendengar cerita dari Adrian.

Ankara Si Antagonis Polos [ END √ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang