part 23 s2

3.3K 406 7
                                    

Hidup tanpa menyandang nama Olivier sebenarnya tidak terlalu berpengaruh besar untuk Kara. Identitasnya yang selama ini ditutupi mungkin menjadi alasan utama. Namun tetap saja, citranya tercoreng karena jebakan hari itu. Dan dia terpaksa pindah sekolah lagi. Ah, tidak hanya pindah sekolah, dia juga harus mencari tempat tinggal baru dan membuat identitas baru.

Kali ini, Kara mungkin akan benar benar bermain sebagai villain menjijikan. Dan yah, Kara tidak akan mempedulikannya. Asalkan dia senang, tidak masalah. Toh dia sudah bukan bagian dari Olivier ataupun Lopez, Kara sekarang hanyalah Ankara, tanpa marga ataupun nama keluarga.

Kara menatap bangunan sederhana di depannya. Sekolah yang akan dia tempati sampai lulus nanti. Sekolahnya para berandalan yang terkenal bringas. Menurut informasi, banyak dari muridnya yang merupakan murid buangan. Bahkan tak sedikit dari mereka yang sering keluar masuk penjara.

Kara menghela nafasnya sesaat lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam bangunan. Sepanjang jalan, Kara diperhatikan dengan tatapan mesum. Bahkan tak sedikit dari mereka yang melontarkan kata fulgar. Tapi Kara tetap acuh dan pergi menuju ruang kepala sekolah.

........

"Jadi, nak Ankara. Kamu akan belajar di kelas 11 MIPA E. Abaikan saja jika ada yang mengganggumu, jangan segan melaporkan pada bapak jika ada yang membully. "

"Baik Pak, Terima kasih. Saya ke kelas dulu pak. "

Setelah keluar dari ruang kepala sekolah, Kara menghela nafas lelah. Tak mau banyak berpikir, Kara segera pergi menuju kelasnya.

Kara mengetuk pintu kelas yang tertutup, kemungkinan besar pelajaran sudah di mulai.kara mengetuk pintu itu, dan tak lama berselang seorang guru membuka pintu. Guru laki laki itu sempat tertegun karena wajah Kara yang manis, dia lalu menengok ke kanan dan kiri.

"Maaf dek, sepertinya kamu salah kelas ya? Tempat ini khusus untuk anak bermasalah. "

"Tidak pak, kata kepala sekolah saya memang ditempatkan di sini. "

"Oh, jadi kamu murid baru nya ya? Maafkan bapak, bapak pikir kamu anak sekolah lain. Mari masuk. "

Kara mengangguk, dia mengikuti gurunya dari belakang. Suasana kelas yang tadinya ricuh menjadi sepi karena kedatangan Kara. Bisa Kara lihat, banyak dari mereka yang tertegun maupun terpesona. Dan tak sedikit yang menatapnya penuh nafsu.

"Baiklah, anak anak, kalian kedatangan teman baru. Dek, perkenalkan diri kamu. "

"Hay, aku Ankara. Mungkin aku satu tahun lebih muda dari kalian, tapi tolong jangan panggil aku adik manis. Ah, satu lagi, gender ku laki laki, jadi bisa kan kalian menghilangkan tatapan mesum itu? Rasanya memuakkan. "

Ruangan yang tadinya dipenuhi tatapan mesum, kini dipenuhi tatapan tak percaya. Banyak bisikan yang mulai terdengar, membuat Kara muak sendiri. Kara menatap gurunya yang bernametag Setyo Pranowo. Guru itu paham langsung menenangkan muridnya meski tidak banyak berubah.

"Baiklah, -"

"Kara."

"Ya, Kara, kau boleh duduk di bangku kosong di sebelah Raymond. Raymond, angkat tanganmu"

Siswa bernama Raymond itu mengangkat tangannya. Kara langsung saja menghampiri dan duduk di sebelahnya. Dia mengabaikan tatapan murid lain dan memilih fokus pada pelajaran.

.
.
.

Riuh murid di kantin memekakkan telinga. Keributan serta perkelahian sangat sering terjadi, hampir setiap hari. Tapi kali ini sepertinya sangat parah sampai ketua dari kelompok yang menguasai sekolah terdiam seribu bahasa. Dan yang membuatnya seperti itu adalah.... Kara...

Beberapa saat sebelumnya...

Kara dengan santai menikmati makanannya seorang diri. Meski tempatnya sangat sempit dan berdesakan, tapi akhirnya dia bisa mendapatkan semangkok bakso. Saat asik menikmati makanannya, sekelompok siswa datang menghampirinya dan merangkulnya begitu saja.

"Yo, lo murid baru ya? Lo cantik juga kalo di lihat sedeket ini ya?"

Kara melirik orang yang merangkulnya lalu melihat nametag nya 'David Prasetya'. Kara diam tak menjawab, dia ingin lihat sejauh mana David bermain dengannya.

"Lo tau? Tempat ini gak cocok buat anak cantik kayak lo, ini sarangnya preman loh. "

Tangan David meraba lengan Kara lalu beralih ke bagian perut. Kara masih diam membiarkan namun tangan itu makin gatal meraba dadanya yang rata.

"Hey, gue bisa bantu lo. Asal lo menungging di depan gue, gue dengan senang hati melindungi lo. Gima-"

Bugh...

Habis sudah kesabaran Kara. Dia meninju tepat di bagian wajah hingga hidung David berdarah. Kejadian itu mengejutkan seisi kantin. Mereka memang sering melihat perkelahian, tapi sangat jarang menyaksikan murid baru yang dengan tenang menghajar murid terkuat nomor dua di sekolah.

"Shit, bangsat! "

David bangkit, dia menarik kerah baju Kara lalu menendang kursi panjang yang tadi mereka duduki. Kara tak bereaksi, dia masih bersikap tenang dan menatap datar David.

"Lo udah ngambil langkah salah, padahal kalo lo nurut sama gue, gue bisa jamin lo hidup tenang di sekolah ini. Inget, sekolah yang lo tempati sekarang ini ada di bawah kuasa gue! "

"Pft- ah, begitu ya. Maaf, aku masih terlalu syok karena mendorong temanku sendiri, dan karena dia belum sadar, pikiranku masih terlalu kalut. Harusnya aku bersikap baik bukan? " ujarnya sambil tersenyum.

Kara mencengkram pergelangan tangan David hingga kerah bajunya terlepas dari cengkraman David. Masih dengan senyumnya yang terkesan meledek, Kara kembali berujar.

"Maaf, aku tidak sudi menungging dihadapanmu. Kalaupun setelah ini kehidupan sekolahku kacau, kurasa itu masih bisa aku tangani. "

"Sialan! "

Bugh

Bugh

Brak

Prang

Kretek

"ARGH!! "

Kara menendang tubuh David setelah mematahkan tangannya. Dia lalu menatap pada beberapa remaja temannya David yang menatap tak percaya.

"Tolong gue bangs- ARGH!! "

perkelahian yak bisa lagi di hindari. Kara di serang oleh sepuluh orang teman David, beruntungnya tidak ada satupun serangan yang mengenai tubuhnya secara langsung. Sebaliknya, Kara dengan mudah membalikkan keadaan. Dan itu membuat murid lain yang menonton merasa takjub.

Noda darah mengotori tubuhnya, dan Kara nampak tidak terlalu mempersalahkannya. Dia sudah biasa menghadapi situasi seperti ini, meski bisa dikatakan sangat jarang.

Tak butuh waktu lama, Kara menumbangkan mereka semua. Kara melirik ke samping kiri, dimana Raymond menatapnya dengan tatapan tak percaya. Derap langkah seseorang mengalihkan atensi mereka, Kara yang melihat siapa yang datang hanya bisa menghela nafas lelah.

"Tuan muda, anda tidak apa apa? Bukankah anda sudah berjanji tidak akan melakukan hal yang membahayakan lagi? "

Kara memukul beberapa kali dada bidang Adrian, melepaskan rasa kesalnya. "Bukankah sudah ku katakan pada Steve agar kalian tidak mengikuti ku? Kau mengabaikan perintah?! Pergi dan jangan muncul di hadapanku lagi! "

Kara langsung pergi dari sana, meninggalkan Adrian yang masih mematung di tempatnya. "Oh iya, tangani mereka, biaya pengobatannya akan aku urus. Dan satu lagi, bisa antarkan aku ke ruang bk? Aku harus bertanggung jawab atas kerusuhan yang ku perbuat. "

"Qh, baik tuan muda. "

Raymond tersenyum penuh arti menatap David dan kesepuluh temannya yang tek sadarkan diri dengan kondisi yang jauh dari kata baik.

"Menarik..... Kara, ya? "





Tebece....

Double up :v

Ankara Si Antagonis Polos [ END √ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang