Kara menatap datar seseorang yang duduk di hadapannya. Dia berpikir kalau orang itu sudah gila dengan menemuinya disaat jam belajar masih berlangsung. Meski begitu, Kara bodoamat. Bukan dia juga yang nantinya kena sanksi.
".. Kara"
Kara yang tengah memainkan HP nya beralih menatap ke depan.
"Tck, katakan apa yang kau inginkan Isabel. Kau sendiri tahu kan kalau ini masih jamnya sekolah? Kau sampai membolos karena ingin menemuiku, jadi cepat katakan apa yang ingin kau katakan. Aku tidak punya waktu sebanyak itu. "
Isabel nampak ragu saat ingin berucap. Gadis itu bahkan beberapa kali mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sungguh gerak gerik yang sangat mencurigakan.
"Isabel, kalau tidak ada yang penting, baik kau pulang saja. Aku tidak suka waktuku terbuang untuk hal yang tidak berguna. "
Isabel meremat ujung rok nya. Jelas sekali ada hal yang ingin dia katakan, tapi gadis itu ragu dan takut jika harus mengatakannya.
"K-kara, apa kau akan mempercayai ucapanku? "
"Tergantung."
"Kara, maaf, aku sungguh minta maaf. A-aku tidak terpikir jika tindakanku hari itu malah membuatmu seperti ini."
"Ada lagi? Kalau tidak ada sebaiknya kau pulang. "
"Tunggu, ku mohon, dengarkan aku kali ini saja. Percayalah pada ucapanku, aku tidak ingin kau terluka dn menderita. Jadi-
"Langsung katakan intinya, bisa kan? Jujur saja aku muak melihatmu menyedihkan seperti ini. "
Isabel menunduk takut. Dia tahu dirinya menyedihkan, sangat amat menyedihkan sampai dia sendiri jijik pada dirinya sendiri. Tapi dia melakukan ini demi Kara, bukankah itu masuk akal? Bagi Isabel, Kara itu sama seperti panutan untuknya. Laku lembut dan tegasnya seolah menjadi sihir yang menghipnotis. Karena itu dia berusaha sebisa mungkin untuk menjadi berguna.
"Permisi, ini minumannya"
Pelayan itu kembali ke kedainya setelah meletakkan minuman di depan Kara. Isabel sempat menatap mata pelayan itu, entah kenapa perasaannya semakin gelisah.
"Kara, kumohon, dengarkan perkataanku. Aku hanya ingin membantumu. "
"Membantu? Persetan! Aku tidak pernah sekalipun meminta bantuanmu. Jadi, bisa kan kau berhenti mengganggu ku? "
"Tapi Kara-
"AKU BILANG BERHENTI BITCH! BERHENTI MENGUSIK KETENANGANKU! KAU BISA KAN?"
Teriakan Kara membuat atensi siswa lain teralih pada meja yang keduanya duduki. Kepala Kara tertunduk sementara kedua tangannya terkepal kuat di depan dadanya. Jangan lupa ekspresi marah yang Kara tunjukan, apalagi urat yang menonjol dari leher samai ke belakang telinganya. Bahkan Isabel yang melihat itu sampai terlonjak takut.
"K-kara? "
"Aku mohon, berhenti menggangguku! Apa kau belum puas menyingkirkan posisiku? Apa harta yang oma berikan belum cukup? Apa statusmu belum memuaskan? Apa kau belum puas melihatku semakin tersingkir? Maumu sebenarnya apa hah!? Melihatku semakin hancur? Menyaksikan kematianku? Apa?! Katakan apa yang sebenarnya kau inginkan Isabel!! "
Isabel tidak bisa berucap apapun. Dia seolah melihat sosok lain dari seorang Kara. Lihatlah, dia terlihat marah tapi seolah kemarahannya diredam oleh sesuatu. Matanya juga basah tapi tidak ada isakan yang keluar. Isabel berdiri, menghampiri Kara dan mencoba menenangkannya. Namun belum tangannya menyentuh sehelai rambut Kara, tangannya sudah terlebih dulu ditepis kasar.
"Berhenti bersikap baik padaku, berhenti berlaku lembut pada orang yang sudah membencimu. Jika kau memang ingin membantuku, ku mohon, menjauh dari hidupku. "
KAMU SEDANG MEMBACA
Ankara Si Antagonis Polos [ END √ ]
Teen FictionWARNING ⚠️ Di sarankan jika ingin menikmati cerita ini, jangan pakai logika! Jangan berpikir tentang alur yang ada. Nikmati saja tanpa banyak berpikir. Anggap aja cerita ini kayak air yang mengalir melalui banyak pertigaan atau perlimaan. Entah kali...