part 36 s2

7.9K 471 71
                                    

Kayaknya ini part terpanjang yang El bikin. Jadi, jan lupa vote sama komennya. Sebagai bayaran jari El yang pegel ngetik hehe ヾ(^-^)ノ

Bau anyir menyeruak dari balik salah satu sel rung bawah tanah. Henry sudah mendekam disini selama hampir satu minggu dan selama itu tidak ada seorangpun yang datang menemuinya. Kepala Henry tertunduk, dia merutuki dirinya sendiri, tak henti menyalahkan tindakan bodoh yang malah mengantarkan adiknya pada kematian.

Kriet

Pintu sel dibuka oleh Rean. Dia mendekati Henry yang masih merutuki kebodohannya.

Bugh

Tanpa aba aba Rean melayangkan beberapa tinju pada Henry, membuat Henry yang belum siap tersungkur ke lantai yang kotor dan anyir.

"Puas lo bunuh bang Kara? Tujuan lo tercapai, keluarga gue hancur, dan gue pastiin lo juga akan mendapatkan yang lebih menyakitkan dari ini! "

Henry hanya pasrah menerima kemarahan Rean. Kana yang juga ikut hanya diam bersandar pada dinding sel sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Kantung mata yang bengkak dan tatapan sayu itu tak menurunkan tingkat ketampanan Kana sama sekali. Tidak ada raut kasihan yang dia tunjukkan pada Henry. Dia hanya menatap datar pemandangan mengerikan di hadapannya.

Lama kelamaan Kana merasa bosan. Tubuh Henry yang sudah tak bernyawa dan tercerai-berai juga membuatnya muak. Tanpa mengatakan apapun Kana keluar dari sana, meninggalkan Rean dan beberapa bodyguard.

....

Kamar Kara yang sedari dulu kosong dan sepi kini semakin sepi. Tidak ada yang berarti di dalam sana, hanya ada kasur king size, beberapa rak buku, rak hias berisi boneka dan action figure, serta sofa yang menghadap langsung pada TV besar.

Kana membuka balkon kamar Kara. Udara siang yang cukup sejuk langsung menyambutnya, membuat beberapa helai rambut menari tertiup angin. "Kara, lo jahat banget ya? Lo ninggalin gue sama yang lainnya di sini, padahal kita udah janji bakal bareng terus. Lo tau? Rean jadi nakal banget, ga ada yang bisa ngatur dia, bahkan gue yang kembaran lo aja ga bisa."

Helaan nafas berat keluar begitu saja dari mulut Kana. Tangannya menghapus kasar air mata yang lagi dan lagi membasahi pipinya, seolah matanya tidak pernah bosan mengeluarkan airnya.

Kamar yang hening perlahan dipenuhi isak dan tangisan Kana. Jelas sekali remaja itu tidak percaya dengan apa yang terjadi pada poros keluarganya. Remaja yang orang lain anggap lemah, namun hebat dalam berbagai bidang dan sangat menyayangi keluarganya harus pergi dan tak akan pernah kembali lagi.

Kana merasa gagal, keluarga harmonis yang dulu dia, Kara, dan Rean dambakan harus hancur dalam semalam. Dia gagal menepati janji yang dia buat sendiri.

"Bang? "

Kana menghapus kasar air matanya saat Calista memanggilnya. Dia menengok ke belakang sambil berusaha menunjukkan senyum terbaiknya. "Mommy? Kenapa? "

Calista menggelengkan kepalanya, mendekat pada Kana yang masih terduduk di depan balkon. Dia membawa Kana pada pelukan hangatnya, sesekali dia mengelus surai lembut Kana.

"Gapapa, abang memang kuat. Mommy hanya memberi saran, jangan terlaru memendam semuanya sayang, tidak masalah kalau abang ingin menangis, itu wajar. Tapi jangan terlalu sering, kasihan matanya pasti lelah kan? Bang Kara juga ga akan suka kalo kamu terus terusan menangis."

Kana mengangguk samar, membenamkan kepalanya di belahan dada Calista. Mencoba menghentikan air matanya.

.
.
.

"REAN SIALAN! BALIKIN TAB GUE HEY! GUE LAGI KERJA DODOL! "

"Bang! Bahasanya! Mas, itu loh anakmu. "

Mahendra melirik sekilas pada istrinya yang saat ini tengah  menimang bayi. Helaan nafas terdengar dari mulutnya sebelum dia bangkit dari duduknya dan menghampiri kedua putranya yang malah bermain kejar kejaran.

Ankara Si Antagonis Polos [ END √ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang