Kali ini Rean yang menatap kesal abang ketiganya, Kana. Setelah satu jam yang lalu Kana merengek dan menangis karena cemburu, Kana malah memonopoli Kara untuk dirinya sendiri. Lihatlah, Kana membaringkan tubuhnya disebelah Kara sambil memeluk erat Kara yang sudah tertidur. Dia bahkan menggeram bak singa betina saat ada yang mencoba mendekati keduanya. Termasuk Calista.
Pada akhirnya mereka memilih diam menunggu di kejauhan. Membiarkan dua saudara kembar itu menikmati waktu istirahat mereka. Dan benar saja, tak lama, Kana juga ikut terlelap. Wajah damai keduanya membuat keluarga Mahendra tersenyum senang. Sudah lama mereka tak melihat tingkah dua saudara itu setelah kejadian beberapa bulan yang lalu.
.
.
.Helaan nafas keluar begitu saja dari mulut Kara. Sudah satu minggu berlalu sejak dia disekap di ruangan itu oleh Hillary dan sekarang dia berada diantara murid yang membenci pelajaran fisika.
Kali ini Kara juga angkat tangan mengenai rumus yang terpampang di papan tulis. Dia bahkan beberapa kali menanyakan soal dari guru pada teman sebangkunya.
"Lo aneh, biasanya lo yang paling hapal soal rumus beginian. Tumben aja lo ga ngerti sama sekali. "
Kara melirik sekilas pada Raymond. Jika saja dia tau permasalahannya, tidak mungkin dia bertanya kan? Ah, dia terpikirkan soal dua tuan yang sangat ingin di siksanya.
Tak terasa bel pulang sekolah sudah berbunyi. Kara merapikan kembali bukunya sebelum keluar kelas. Awalnya dia berniat langsung pulang karena ingin menyiksa tamu terhormat, namun suara ricuh diluar kelas membuatnya urung. Dia yakin ada perkelahian atau mungkin most wanted yang pastinya akan menghalangi jalan. Karenanya dia memilih duduk tenang di bangkunya sambil membaca novel.
Asik dengan novelnya, Kara tak sadar jika seseorang sudah duduk di kursi yang ada didepannya dengan posisi terbalik dan menatapnya penuh minat. Orang itu adalah Kana, sumber kekacauan di lorong.
Cukup lama dia ada di posisi itu, memandangi wajah Kara yang nampak sama sekali tidak terganggu meski diluar kelas pekikan murid yang didominasi perempuan terdengar sangat jelas. Lelah hanya menunggu, Kanan mengambil paksa buku di tangan Kara.
"Eh? Kana? Sejak kapan? "
"Sejak setengah jam lalu. Udah yok pulang, hati ini cek up kan? Mommy sudah menunggu di rumah."
Kana mengambil alih tas yang hendak digendong oleh Kara lalu menggandengnya keluar kelas.
"Kara, kayaknya tingkat kewaspadaan Kara menurun. Biasanya Kara tau kalo Kana bakal dateng bahkan tiga menit sebelumnya. "
Ah benar, Kara juga merasakan hal yang sama. Sejak kepalanya terbentur, dia sama sekali tidak bisa waspada ataupun fokus pada banyak hal. Apa benturan itu penyebabnya? Entahlah.
.
.
.
.Ruangan pengap dan gelap yang sudah cukup lama tidak raka kunjungi kini terasa berbeda. Ruangan yang biasanya kosong dan juga bersih, sekarang kotor dan juga berbau busuk setelah ditempati oleh dua pria dewasa.
Kara yang melihatnya jadi jijik sendiri. Apalagi keadaan keduanya yang jauh dari kata baik. Luka dimana mana, dan Arland yang terlihat telanjang tanpa busana. Entah apa yang dilakukan bawahannya, tapi dua tamu terhormatnya itu nampak sangat kacau.
Kara memberi kode pada mereka untuk mengambilkan mainannya dan juga salah satu bawahan setia Arland untuk menu pembukaan.
"Menyedihkan, tuan terhormat seperti kalian hancur karena kebodohan kalian sendiri."
Hillary menatap nyaman pada Kara, seolah tidak peduli apa yang akan Kara lakukan padanya beberapa saat lagi. Kara sama sekali tidak mempedulikan tatapan itu, dia dengan santai menyeruput tehnya sambil memakan beberapa cemilan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ankara Si Antagonis Polos [ END √ ]
Roman pour AdolescentsWARNING ⚠️ Di sarankan jika ingin menikmati cerita ini, jangan pakai logika! Jangan berpikir tentang alur yang ada. Nikmati saja tanpa banyak berpikir. Anggap aja cerita ini kayak air yang mengalir melalui banyak pertigaan atau perlimaan. Entah kali...