16

18.1K 1.6K 27
                                    

Sho dan Jean terdiam seribu bahasa saat Anka membuka bajunya. Mereka berdua memang belum pernah melihat Anka telanjang, bahkan sekedar membuka baju dihadapan keduanya. Terlihat jelas di tengkuknya terdapat banyak bekas suntikan dan itu tertutup apik oleh rambutnya yang lumayan panjang. Bukan hanya itu, bahkan punggungnya terdapat banyak bekas luka baik cambukan atau sayatan.

Satu hal yang membuat mereka semakin terkejut adalah lebam yang mulai menghitam dan itu tampak baru.

"A-Anka, ini kenapa lebam? Apa ada yang nyakitin Anka pas Jean ga ada? "

Anka mendengar itu mengernyit tak mengerti dia tak merasa memiliki luka lain selain luka cambuk dan sayatan. Bahkan beberapa hari ini Jean selalu menempelinya jadi mustahil ada yang melukainya kan? Atau dia yang tak mengingat kejadiannya?

"Lebam? Engga tau, perasaan Anka ga berantem sama orang lain"

"Gimana sama Sherly? Dia pasti pelakunya kan? "

"Engga Jean. Dia cuma ngancem do--ang"

Anka kembali diam sambil mengingat apa yang dia lewatkan. Begitu ingat Anka tersenyum miris dengan tatapan yang sangat sayu.

"Begitu ya" gumamnya.

"Anka? "

Anka menatap Jean dan Sho dengan tatapan lembut sambil tersenyum.

"Anka gapapa kok bang lagian gak sakit kok. Oh  iya bang, Sherly gimana? Bang Rahel sama bang Zodyk gak bunuh dia kan? "

"Buat apa Anka mikirin dia hm? Bukannya bagus kalau dia mati? "

Anka memanyunkan bibirnya mendengar nada ketus Sho. Sherly jelas tidak boleh mati secepat itu, dia bahkan belum mencoba mainan yang belakangan ini terlintas di benaknya.

"Abang mah, jangan bunuh dia dulu. Anka pengen main sama dia "

"Main? "

"Iya, main. Oh iya bang, abang bisa tolong siapin mainannya? Nanti pas pulang sekolah Anka langsung main sama dia" ucapnya dengan nada semangat.

.
.
.

"JEAN PULANG"

Anka dan ketiga abangnya menutup telinga masing masing karena tidak mau mendadak tuli hanya karena teriakan Jean yang bisa dibilang cempreng untuk ukuran laki laki.

"Astaga Jean, berapa kali bunda bilang jangan teriak, opa sama papa kalian sampai terkejut loh. "

"Hehe maaf bund, kebiasaan"

Berlin hanya menghela nafas lelah, percuma menasehati Jean yang sangat hiperaktif jadi biarlah.

"Lain kali jangan begitu lagi. Anka, baby ke kamar dulu ya sama bunda. Bunda denger punggung kamu kesiram kuah bakso ayo bunda obatin sebelum infeksi"

"Tapi, Anka mau main sama Sherly bund. Bang, Sherly udah nunggu di bawah kan? "

"Nanti ya, tunggu ayah pulang baru Anka boleh main. Sambil nunggu ayah, Anka bersihin badan dulu. Kalian juga sama"

Berlin menarik tangan Anka menuju kamar tanpa peduli Anka yang sudah merengek karena ingin segera bermain.

. ....

Anka masuk ke dalam salah satu ruangan  yang berisi tiga buah CCTV dimana Sherly tak sadarkan diri dengan tangan dan kaki yang terikat rantai dengan posisi berdiri membentuk huruf x.

Di sana juga sudah terdapat mainan yang Anka minta. Ada satu set peralatan kesehatan berupa pisau serta gunting bedah. Beberapa buah suntikan, tiga gulung kain kasa, kapas dan obat tetes. Ada juga set peralatan penyiksaan.

Ankara Si Antagonis Polos [ END √ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang