Kara melihat isi HP nya. Saat ini dia berada di rooftop seorang diri. Luhan, teman sekelasnya yang tadi mengantar sudah kembali ke kelas.
Kara menatap ke bawah, dimana kelas Kana sedang ada kelas olahraga. Senyum tipis tercetak dia wajah datarnya saat mendapati Kana yang terlihat sangat menikmati kelasnya. Kara sendiri memang pendiam, dia jarang berekspresi jika sedang bersama teman sekelasnya atau saat sedang sendiri seperti ini. Berbeda jika berada di dekat keluarganya, dia akan bermanja dan lebih banyak berekspresi.
Drttt drttt
Kara kembali melihat notifikasi yang masuk. Seringai tercetak jelas di sana. Namun seringai itu luntur oleh pesan lain yang membuat moodnya hancur.
"Tck, gue kira masalah sudah selesai. Ayah apa apaan coba bawa gadis yang gatau diri itu ke kediaman Olivier. Ah, apa gue harus menyingkirkannya juga sama seperti mantan tunangan bang Eksa? "
Kara kembali menyeringai saat sebuah ide terbesit di kepalanya. Pandangannya kembali ke bawah, tatapannya bertemu dengan tatapan Kana. Kana mengembangkan senyum sambil melambaikan tangannya dan Kara membalasnya dengan cara yang sama.
"Aah senyum itu buat gue candu.....
Entah ini perasaan gue doang atau apa, rasanya gue pernah melihat senyum itu dari sosok lain,,,, haha mungkin cuma khayalan gue doang, iya kan? "Kara berbalik, menjauh dari pembatas rooftop. Kaka memegang knop pintu lalu membukanya. Kaki yang tadinya hendak melangkah terhenti karena anak tangga. Tatapan kesal jelas sekali terlihat.
"Sial, gue lupa kalau ada musuh utama yang ga bisa gue hadapi sendiri. Tangga lebih berbahaya daripada ular berbisa. Hah gue ga punya pilihan lain"
Kara memutuskan untuk duduk lalu menghubungi adiknya.
'Gue terjebak'
.
.
."Pft- lo sih gegayaan mau di rooftop sendirian padahal musuh terbesar lo anak tangga ahahaha"
Kana diam tak menanggapi ocehan Bastian yang menurutnya tidak berfaedah. Tadinya dia memang ingin menghabiskan waktu jamkos sendirian di rooftop, setidaknya sampai jam olahraga Kana selesai. Tapi dia malah kepikiran soal anak angkat pamannya.
"Tadinya aku memang ingin menghabiskan waktu di rooftop sampai istirahat pertama, tapi aku lupa kalau ada hal lain yang harus ku urus"
Bastian memicingkan matanya. Mulai lagi Kara yang berbicara aku-kamu, padahal saat berdua dengannya tidak ada kata sopan bahkan Kara selalu menggunakan bahasa gaul. Begitu juga dengan Kana yang selalu memanggil dengan nama saat ada Kara di sekitarnya, sementara saat Kara tidak ada kata katanya mirip seperti berandalan kota.
'Ini- mereka punya kepribadian ganda atau apa sih? Gue jadi merinding kalo liat dua sisi mereka ih'
Kana yang dari tadi diam menyerahkan buah jeruk yang sudah dia kupas pada Kara dan diterima baik.
"Sudahlah, yang penting Kara gapapa, lain kali Kara jangan lakukan itu lagi. Dan kalau emang mau ke rooftop kasih tau Kana"
Kana memperhatikan wajah manis Kara yang nampak lesu tidak seperti biasanya. Ingin bertanya tapi sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk menanyakan hal itu.
"Ayah akan bawa gadis itu ke mansion"
Gerakan Kana terhenti. Dia akhirnya paham kenapa Kara terlihat tak bersemangat. Gadis itu, Isabelle Lopez anak angkat ayah si kembar yang bernama Destian Lopez. Keberadaan Isabel ditentang oleh sebagian besar keluarga namun Isabel bisa tetap tinggal karena dia berhasil memenangkan hati Vanessa nenek dari si kembar. Meski Vanessa jauh lebih menyayangi Kara dibanding siapapun, tapi Vanessa tak bisa mengeluarkan Isabel dengan alasan kasihan. Bahkan saat Kara membujuk Vanessa untuk mengusirnya permintaan Kara di tolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ankara Si Antagonis Polos [ END √ ]
Teen FictionWARNING ⚠️ Di sarankan jika ingin menikmati cerita ini, jangan pakai logika! Jangan berpikir tentang alur yang ada. Nikmati saja tanpa banyak berpikir. Anggap aja cerita ini kayak air yang mengalir melalui banyak pertigaan atau perlimaan. Entah kali...