19

15K 1.2K 59
                                    


Malam kembali datang. Anka menyandarkan kepalanya di atas meja belajar, menatap botol berisi pil di tangannya. Sinar bulan purnama yang menerobos masuk menggantikan pencahayaan lampu yang sudah dia matikan.

Tatapannya kosong sementara tangannya terus bergerak memainkan botol itu.

"Apa,,,, hah, rasanya ada yang Anka lupakan tapi kenapa semakin Anka berusaha mengingat sesuatu itu malah semakin samar? "

Cklek...

Anka mengangkat wajahnya, menengok ke belakang dimana pintu kamarnya dibuka dari luar.

"Baby kenapa belum tidur? "

"Papa"

Fernan mendekat, mengangkat Anka kedalam gendongannya. Anka menyandarkan kepalanya di tengkuk Fernan, mentari posisi nyamannya.

"Papa, Anka boleh tanya? "

"Tanya apa baby? "

"..... Ga jadi papa, Anka lupa"

Fernan menghela nafasnya, dia mengusap punggung Anka berharap anak itu bisa segera istirahat.

"Papa, Anka mau susu"

"Kita ke dapur dulu ya"

Anka mengangguk samar, tubuhnya merasa lelah namun matanya enggan terpejam. Fernan membawa Anka menuju dapur, karena masih jam delapan jadi yang lainnya tengah berkumpul di ruang tengah.

"Sayang, baby kenapa? "

"Baby bilang mau susu bund, bunda buatin gih"

Berlin beranjak dari duduknya menuju dapur ingin menyiapkan susu. Sementara Fernan bergabung dengan yang lainnya sambil memangku Anka yang mulai mengantuk.

Tak lama Berlin kembali sambil membawa botol susu. Dia Menyerahkan botol susu itu dan diterima baik oleh Anka. Nipple silikon itu dihisap perlahan membuat pipinya kembang kempis.

Tingkahnya benar benar menggemaskan, mereka yang melihatnya bahkan sampai memekik tertahan.

Mata anka perlahan memberat, pegangan di botol susunya juga mengendur. Jean yang memang duduk di sebelah Fernan sigap memegangi botol agar tidak jatuh. Tak lama dengkuran harus terdengar meski mulut itu terus berusaha menghisap susu.

Mereka yang berada di sana tak melewatkan momen langka ini. Mengeluarkan ponsel masing masing dan memotret serta merekamnya.

"Kalian, sudah. Fernan, bawa Anka ke kamar. Biarkan dia istirahat. Jean, kamu juga tidur"

"Ehh Jean belum ngantuk opa! Lagian besok kan hari minggu"

"Menurutlah Jean, atau mau opa hukum? "

Jean menggembungkan pipinya, dengan perasaan kesal dia beranjak menuju kamarnya sendiri.

"Anak itu! "

.
.
.

Kelopak mata yang tadinya menutup perlahan terbuka, menampilkan netra merah delima yang menatap dengan sorot kelam. Pandangannya menelisik sekitar yang terasa tidak asing baginya.

"Ini.. "

"Sudah bangun sayang? Apa ada yang sakit? "

Netra itu melebar kala dia mendengar suara yang sangat dia kenali. Mencoba bangkit namun tangan lembut menahan pergerakannya.

"Pelan pelan, jangan dipaksakan sayang. "

"Chintya! Kau lagi lagi mengganggu istirahat baby Anka? Ck, sudah berapa kali aku katakan untuk tidak melakukan itu. "

Ankara Si Antagonis Polos [ END √ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang