Rasa lelah tidak bisa Kara sangkal sama sekali. Berkumpul dengan orang orang berstatus tinggi, setelah ini akan menjadi rutinitasnya mengingat jika dia adalah penerus sah sebagian besar kekuasaannya Olivier. Meski ada Eksa, tapi dia sama sekali tidak ingin bersinggungan dengan yang namanya perebutan warisan. Eksa memiliki cita citanya sendiri, yaitu sebagai seorang dokter.
Cangkir teh diletakkan di meja yang ditempati oleh keluarga Olivier, kecuali Kana yang memang tidak menyukai rasa hambar dari daun teh. Kara mengambil cangkir tehnya, menghirup bau khas dari daun teh.
Tuk..
Kara meletakkan kembali cangkir tehnya dengan sedikit keras sampai hm hampir semua pandangan tertuju padanya.
"Kara sayang, ada apa? " tanya Calista.
"Ini, jelas ada racun. Siapa yang bertugas menyediakan teh nya?! "
Mendengar penuturan kata yang penuh penekanan membuat suasana yang tadinya kondusif menjadi sedikit tegang.
"Kumpulkan semua pelayan dan tangkap orang orang yang dirasa mencurigai. "
"Baik tian muda. "
Tidak butuh waktu lama untuk para bawahannya mengumpulkan orang orang yang kemungkinan besar adalah tersangka. Mereka semua dikumpulkan di satu tempat, tepatnya di depan podium sementara Kara sendiri duduk angkuh di kursi yang ada diatas podium, tak lupa dengan tatapannya yang angkuh dan mengintimidasi.
" 'Siapa yang melakukannya?' bertanya seperti itu kepada seorang pelaku jelas tidak akan banyak berguna, kan? Easter, Desta, periksa mereka semua. Jika kalian mencium bau harum seperti bau di gelas teh tadi, bawa dia ke hadapanku. "
"Baik tuan muda. "
Easter dan Desta, dua bawahan Kara yang sangat paham akan jenis racun dan baunya. Entah bagaimana keduanya bisa sampai kecolongan padahal sebelum teh itu disajikan keduanya sudah terlebih dahulu memeriksanya.
Sekitar tiga menit berlalu, mata Kara yang perlahan memberat kembali menajam saat Desta menghampirinya dengan Henry yang juga ikut diseret.
"Tuan muda, saya mencium bau yang sama dari tubuh pria ini. Meski samar, saya yakin jika baunya berasal dari ekstrak bunga hemlock. "
Kara awalnya menatap tidak percaya, jelas sekali tadi saat dia berbincang dengan Henry dia tidak menemukan bau mencurigakan. Kara berdiri dari duduknya, berjongkok tepat di hadapan Henry. Kepalanya mendekat pada tubuh Henry, dia lalu mengendus baunya.
Mata merah delima Kara kian menajam serta aura disekitarnya kian menyesakkan. Membuat Henry yang berada paling dekat ringan Kara sedari tadi merasakan sesak yang tidak bisa dideskripsikan.
"Hey, Henry, kepercayaan diri dari mana sampai kau berani berurusan dengan tuanmu? "
"A-aku, t-tidak, bukan,,, bukan ak-
Plak
Tamparan keras membuat kepala Henry terloleh ke samping. Sudut bibirnya yang robek juga mengeluarkan darah yang tidak bisa dibilang sedikit.
"Seekor anjing yang setia kepada tuannya rela mengorbankan nyawanya demi keselamatan sang tuan. Ku pikir kau anjing yang setia, nyatanya kau hanya anjing liar yang berusaha jinak demi sebongkah daging. Menjijikan! "
Henry hanya bisa menundukkan kepalanya. Semua yang dikatakan Kara adalah kenyataan uang bahkan tidak bisa dia sangkal. Tapi dia punya alasan, Kara pasti akan mendengarkannya kan?
"Eksekusi dia di hadapan semuanya. Ini adalah konsekuensi yang akan kalian dapatkan jika berani bermain nyawa dengan keluarga Olivier! "
Henry yang mendengarnya membulatkan mata tak percaya. Dia mengangkat wajahnya berusaha tegar menatap kera yang hanya menunjukkan ekspresi datar. Berbeda dengan keluarga besar Olivier yang sedari tadi duduk di kursi khusus. Para pria, khususnya kepala keluarga masing masing tersenyum bangga akan ketegasan Kara. Bahkan Keandra yang awalnya ragu jika Kara tidak begitu tegas, saat ini merasa puas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ankara Si Antagonis Polos [ END √ ]
Teen FictionWARNING ⚠️ Di sarankan jika ingin menikmati cerita ini, jangan pakai logika! Jangan berpikir tentang alur yang ada. Nikmati saja tanpa banyak berpikir. Anggap aja cerita ini kayak air yang mengalir melalui banyak pertigaan atau perlimaan. Entah kali...