Tret
Bel tanda pelajaran berakhir membuat jantung Ikhsan semakin berdebar kencang. "Apa sebaiknya pergi?" Dia memikirkan cara kabur tanpa ditanya oleh guru piket.
Jelas saja, ruang guru tak memiliki sekat, sehingga kalaupun Naura bukan wali kelas Ilham, tetap saja, Naura akan melihatnya. Betapa malu dan konyolnya. Mau ditaruh di mana harga dirinya? Pikirnya. Dia sudah mempersulit gadis itu belum lama ini, apalagi jika Naura adalah wali kelas Ilham, maka dia akan kehilangan muka dengan sempurna.
"Ilham ... kamu sukses mempermalukan kakakmu," batinnya frustasi.
Dia melirik ke arah jendela, dan mendapati Naura pun sudah bersiap meninggalkan kelas.
"SIAP ...." Seorang siswa memberikan aba-aba membuat semua siswa di kelas berdiri.
"HORMAT!"
"TERIMA KASIH, IBU ...."
Naura mengangguk pelan. "Insyaallah sampai bertemu pada pertemuan selanjutnya. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh dan selamat siang."
"WA'ALAIKUMUSSALAM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH ...."
"SELAMAT SIANG, BU ...."
Naura keluar dari kelas sambil menenteng buku paket dan beberapa buku tugas siswa.
Deg
Ikhsan sampai sulit menelan ludahnya sendiri. Dia bertanya-tanya, kenapa dia segugup itu? Kenapa tiba-tiba dia menjadi pengecut? Pikirnya bertanya-tanya.
Begitu Naura hendak memasuki ruang guru, Bu Dian langsung mencegatnya sebentar. "Bu Naura? Ada Pak Septian. Katanya mau bertemu wali kelas XI IPA 2, tapi Bu Ratih kan lagi izin. Kata Pak Septian, Bu Ratih katanya sudah meminta tolong ke Ibu."
Naura tersenyum sambil mengangguk pelan. "Ah ... iya benar. Terima kasih, Bu Dian."
Gadis itu tak jadi ke mejanya dan langsung menghampiri meja paling depan tempat Bu Ratih. Ikhsan berpikir dia aman karena Naura tak melihatnya.
"Assalamu'alaikum," sapa Naura pada pria muda berseragam coklat tua khas jaksa itu. Sejujurnya pertemuannya dengan Bu Ratih dapat ditunda, tapi entah kenapa, Septian tetap ingin datang ketika diinformasikan, bahwa pengganti Bu Ratih adalah Naura.
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, Bu Naura." Pria muda berkulit terang itu langsung berdiri dan menyodorkan sebuah paper bag kecil. "Untuk Anda, Bu. Hadiah dari saya."
Ikhsan sampai sedikit melongo. Sebagai sesama pria, dia sangat dapat menebak maksud Septian. "Apa bagusnya naksir pada anak pimpinan preman?" Dia heran.
Naura tampak tak ada tanda-tanda menerima hadiah itu. "Pak Septian, sebenarnya saya wali kelas dari kelas lain yang akan menggantikan tugas Bu Ratih untuk sementara. Dan, saya sangat berterima kasih atas hadiah Anda, Pak, tapi sesuai aturan sekolah ini yang pernah disampaikan kepada orang tua dan wali siswa, bahwa kami para guru tidak dapat menerima hadiah dari orang tua atau wali siswa. Sekali lagi, saya mohon maaf, Pak," jelas Naura membuat Septian sedikit salah tingkah, tapi kemudian mengangguk. Dia tak tersinggung, karena Naura memilih kata-kata dan alasan yang tepat, sehingga tak mempermalukannya.
"Tidak apa-apa, Bu Naura. Anda sangat berintegritas," pujinya.
"Silahkan duduk, Pak."
"Oh ya Bu Naura, kalau boleh tahu, Bu Naura wali kelas di kelas apa?"
Ikhsan memasang telinga dengan baik.
"Saya wali kelas XI IPA 5, Pak."
"APAAA?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Polisi VS Ibu Guru (TAMAT)
Spiritual#Karya 13 📚PART LENGKAP Naura tak akan lupa bagaimana Polisi muda itu menginterogasi dan menahannya tanpa permisi. Setelah tahu kesalahannya, pria berpangkat Inspektur Polisi Satu (Iptu) itu tak meminta maaf padanya yang membuat Naura semakin muak...