Taaruf?

4.1K 316 6
                                    

"Ibu saya mengabaikan saya saat kami masih serumah, meninggalkan saya begitu saja saat menemukan keluarga baru, dan bertahun-tahun tidak peduli dengan saya yang merupakan darah dagingnya sendiri. Tiba-tiba saya mendapat telepon untuk segera mengunjunginya karena beliau sakit keras. Bagaimana beliau bisa mudah sekali meminta saya menemuinya sementara beliau adalah orang yang paling melukai saya?"

Ikhsan tak habis pikir, setelah harus menanggung luka batin yang dalam, berjuang untuk sembuh secara mental, dan orang yang menjadi penyebab utama dari semua kenangan masa lalunya yang buruk itu justru memintanya bertemu tanpa rasa bersalah. Ada kesal, marah, kecewa, sedih, dan semuanya menjadi satu di hatinya.

Dia merasa berdosa masih menyimpan dendam pada seseorang, tapi dia hanya manusia biasa yang masih sedang belajar bagaimana menjadi manusia yang baik di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

NX Respati yang bersandar di dipannya itu sejenak terdiam menatap Ikhsan yang tengah duduk di pinggir ranjangnya itu. Dia sangat paham perasaan pria muda itu. Sangat paham.

"Kenapa baru sekarang saat sakit keras barulah beliau meminta bertemu?" Ada nada sedih yang terdengar dalam ucapan Ikhsan.

"Mungkin saja saat seseorang dalam kondisi yang sangat lemah, dia teringat penyesalannya telah menyia-nyiakan banyak hal berharga dalam hidupnya. Tidak hanya amal ibadah, mungkin juga termasuk seseorang yang seharusnya dia cintai. Kamu sendiri bagaimana Ikhsan? Bagaimana pendapatmu?"

Ikhsan menggeleng sambil menghela napas. "Saya bingung, Bah. Saya sangat bingung harus bagaimana."

"Kamu pernah bilang, kamu akan tanya orang berilmu kalau kamu tidak tahu suatu hal. Jadi tanyakanlah kepada ustadz yang berilmu. Semoga saja kamu mendapatkan jawabannya."

"Insyaallah baik, Bah."

"Ini memang berat untukmu, Ikhsan. Memaafkan itu berat. Berat sekali apalagi sudah disakiti sangat dalam. Dulu saya justru ditelepon saat ayah saya telah meninggal dunia. Saya disuruh hadir di pemakamannya. Jelas saja saya tidak ingin hadir. Saya sebenci itu padanya.

"Tapi mendiang istri saya atau ibunya Naura membujuk saya. Beliau bilang kepada saya intinya begini, 'Kamu dapat apa kalau dendam? Yang ada sumpek, kesal, marah, sakit hati, punya memori yang membuat gak dapat menikmati hidup ini, hati yang seharusnya lapang justru menjadi sempit karena diisi dengan dendam, dan lainnya. Gak ada positifnya. Mending kamu maafkan dan doakan orang tersebut, karena memaafkan sejatinya kamu melepaskan perasaan-perasaan negatif dari dirimu dan kamu sembuh dari hal yang menyakiti dirimu. Karena memaafkan sejatinya bukan untuk orang lain, tapi itu lebih untuk dirimu sendiri. Kamu juga banyak kesalahannya, banyak dosanya, banyak khilafnya, dan kamu sangat butuh diampuni oleh Allah Ta'ala. Kalau kamu sendiri butuh diampuni dan butuh dengan kasih sayang-Nya, kenapa kamu malah gak mau memberikan maaf untuk orang lain?'"

Ikhsan sedikit tersentak. Benar juga. Percuma dia menjalani terapi di psikiater kalau dia sendiri memilih menyimpan penyakit di dalam hatinya. Dia sendiri pun banyak dosanya dan tak sempurna, kenapa tidak mau memberi maaf kepada manusia lain yang juga tak sempurna, sedangkan dia pun sangat mengharapkan Allah Subhanahu wa Ta'ala mengampuni dan menyayanginya, pikirnya.

Hatinya lebih lapang saat pulang dari rumah NX Respati. Tak lupa dia bertamu ke rumah Ustadz Ukasyah yang merupakan gurunya di pengajian untuk berkonsultasi.

"Banyak kisah tentang memaafkan dalam Islam. Ada kisah Nabi Yusuf 'alaihissalam. Nabi Yusuf 'alaihissalam itu dipisahkan dengan ayah tercintanya selama bertahun-tahun dan yang memisahkannya adalah saudara-saudaranya sendiri. Saudara-saudaranya itu adalah keluarganya, orang-orang terdekatnya, orang-orang yang seharusnya menyayanginya. Karena perbuatan mereka, beliau harus menghadapi banyak hal dari mulai dimasukkan ke dalam sumur, dijual, dibeli oleh al-'Aziz tapi mendapatkan cobaan yang sangat dahsyat dari istrinya al-'Aziz, masuk ke dalam penjara sebelum akhirnya Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kedudukan untuknya. Posisinya mulia dan beliau memiliki kesempatan untuk membalas perbuatan saudara-saudaranya, tapi beliau justru memaafkan mereka, bahkan sebelumnya membantu mereka.

Tuan Polisi VS Ibu Guru (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang