Senin

4.2K 302 3
                                    

"Adrian Ismail Hermawan," panggil Naura saat mengisi daftar hadir dan siswa yang dimaksud ternyata belum muncul. Tempat duduknya pun masih kosong membuat semangat Naura sedikit turun. "Dimana Adrian?"

"Tidak masuk, Bu. Tanpa keterangan," jawab Reyhan selaku ketua kelas.

Terpaksa Naura menaruh tanda tanpa keterangan pada nama Adrian. Anak walinya itu sukses membuatnya kecewa, padahal dia sudah mengingatkan Septian agar mengarahkan adiknya untuk datang ke sekolah.

"Bramanty Ilham Permana." Tak ada sahutan dan tempat duduk Ilham pun masih kosong. "Dimana Ilham?"

"Hadir, Bu. Assalamu'alaikum." Ilham muncul dari pintu dengan langkah buru-buru langsung menuju tempatnya. Semua teman sekelasnya sampai melongo. Naura pun tercengang beberapa saat. "Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," balas Naura setelah tersadar dan senyum tipisnya pun terbit.

Tiba-tiba hatinya kembali bahagia hanya dengan melihat Ilham mengikuti kelasnya. Senin yang berbeda, pikirnya.

***

Ikhsan manusia normal yang terkadang tak selalu bersemangat menghadapi hari senin, meskipun pendidikannya mengajarkannya untuk selalu bersemangat setiap hari. Tapi senin kali ini berbeda, karena dia memiliki janji untuk bertemu Naura. Dia bahkan memasang pengingat di ponselnya.

Senin yang menyebalkan dan jauh dari akhir pekan terasa sangat berwarna. Ternyata memang benar, bukan karena harinya, tapi karena apa yang ada di dalamnya. Seninnya menjadi berarti karena ada Naura di dalamnya, tapi senin Naura berarti karena penyemangat kecil yang tertempel di meja kerjanya.

"Senin : Hari dilahirkannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, hari diutusnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam atau hari diturunkannya Al-Qur'an kepada beliau shallallahu 'alaihi wasallam, hari dibukanya pintu-pintu surga dan diampuni dosa-dosa. Hadapi dengan semangat puasa sunnah."

Ikhsan merasa rendah diri membacanya. Membayangkan bahwa dia adalah sekelompok manusia pendosa pada umumnya yang berharap menarik perhatian Ukhti Naura.

Seperti biasa dia akan dengan senang hati duduk di kursi yang berada di seberang meja Naura. Sambil menunggu lima menit lagi jam pembelajaran Naura yang akan berakhir, dia akan melihat keluar jendela. Pemandangan Naura yang tengah mengajar anak didiknya pun tak akan dilewatkannya.

Ketika gadis itu serius mengajar dan tiba-tiba tersenyum kecil, bibir Ikhsan pun tak sadar tertarik membentuk sebuah senyum tipis, ketika dia dan siswa-siswanya tertawa, senyum Ikhsan semakin lebar, dan ketika dia kembali berekspresi serius, Ikhsan pun berekspresi serius.

Pria itu teringat pertama kali bertemu Naura saat di jalanan. Dia menghadang motor Naura dan segera siaga mengeluarkan pistolnya sebelum mengarahkannya kepada gadis itu. "ANGKAT TANGAN!!"

Naura turun dari motornya dengan ragu sebelum melepaskan helm dan maskernya. Gadis itu langsung mengangkat kedua tangan tanpa perlawanan di hadapan Ikhsan.

Ikhsan yang melihatnya malah terpana. "Si*l. Dia cantik," batinnya.

Tiba-tiba Ikhsan sedikit terganggu begitu dua guru wanita yang baru saja selesai mengajar memasuki ruang guru.

"Ibu Naura itu super sabar, ya. Siswa seperti Ilham dan Adrian saja dibela luar biasa di rapat guru agar tidak dikeluarkan dari sekolah."

Tuan Polisi VS Ibu Guru (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang