Kejadian dihukum membuat Ikhsan pulang dalam perasaan dongkol. Dia memilih menelepon Adji. Rekan sekaligus sahabat dekatnya. "Kita kan disuruh memberantas premanisme, kenapa jadi kita yang takut sama preman? Kepolisian daerah lain kayaknya tidak begini-begini amat. Mereka memberantas premanisme."
"Ini bukan takut sama preman, ini hanya melakukan sesuai tugas. Lagian kan tidak terbukti juga putrinya terlibat. Tersangka utamanya saja mengatakan Naura tidak terlibat dan hanya orang asing. Hanya karena ayahnya preman, apa kita boleh menetapkan dia sebagai tersangka walaupun dia tidak bersalah? Itu namanya melanggar hak dia sebagai warga negara."
"Kamu juga tahu sendiri, NX Respati itu siapa. Dia bukan hanya preman kelas biasa yang hanya mengandalkan otot. Dia menguasai banyak lini bisnis di wilayah ini. Dia juga yang memberikan pekerjaan layak kepada preman-preman yang dulunya pengangguran dan hanya tahu membuat ulah. Itu kan secara tidak langsung membantu tugas kepolisian dalam mengurangi tingkat kejahatan. Dia itu seperti legenda di wilayah ini yang dianggap bapak yang harus ditaati oleh pengikutnya. Kalau kita punya hubungan baik dengan dia, itu akan mempermudah tugas kita. Kalau bisa mempermudah, kenapa harus mempersulit diri kan?"
Ikhsan menghela napas malas sambil bersandar di sofa empuknya. "Hah ... saya berharap kita bisa melakukan tes urin untuk pelajar di sekolah tempat Naura bekerja. Saya masih curiga."
"Kamu mau melakukan pemeriksaan atau mau bertemu Naura."
"Hush ...."
Adji tertawa lantaran sukses menggoda Ikhsan. "Hahahahahaha ...."
***
Kejadian beberapa hari lalu yang menimpa Naura selalu membuat NX Respati kesal. Pria paruh baya itu terus membahasnya sebagaimana hari itu. Dia dan Naura berada di atas mobil yang disupiri Firman yang menuju ke Sekolah Polisi Negara untuk menghadiri pelantikan Andri -salah satu anak yang diasuhnya dari kecil dan menjadi anggotanya- tapi Naura masih mendengar ocehan ayahnya tentang peristiwa itu.
"Kurang ajar dia. Ayah bakal cari tahu pelaku itu dari komplotan mana. Merepotkan aja."
"Ayah ... udahlah. Kan udah berlalu juga urusannya. Dia juga udah di tempat yang tepat dan ditangani sama pihak yang seharusnya. Negara ini negara hukum yang semuanya harus berlandaskan hukum, bukan main hakim sendiri." Naura berusaha membuat ayahnya yakin.
Memiliki ayah seperti NX Respati menurutnya susah-susah gampang. Dulu saat masih kecil dan remaja, dia sangat malu ketika pria yang disebutnya sebagai ayah itu mengamuk di tengah keramaian hanya untuk hal-hal kecil yang membuat mereka menjadi pusat perhatian, tapi lambat laun dia mulai bisa menyesuaikan dengan temperamen ayahnya sekaligus berusaha mengendalikan ayahnya agar lebih tenang.
NX Respati menoleh ke arah putrinya dengan ekspresi kesal. Firman yang melihatnya dari spion seperti biasa tak banyak bicara. "Lagian kamu kenapa sih gak suruh pelaku turun aja dari motor kamu, Nak?"
"Aku juga bingung, Yah. Waktunya itu mepet soalnya di lampu merah keburu lampu hijau. Dia juga bilang kakinya sakit. Aku kan jadinya kasihan."
"Kasihan sih kasihan, tapi itu kan berbahaya juga untuk kamu, Nak. Kamu harus lebih waspada dong." Pria itu seperti tengah memarahi anak SD. Dia sedikit tak menerima kenyataan bahwa Naura sudah dewasa, dan baginya Naura selalu menjadi putri kecilnya. Itulah ayah.
"Iyaaaaaaa Ayah."
Sesampainya di SPN, mereka diarahkan ke lapangan tempat upacara pelantikan dilaksanakan. Naura dan NX Respati ditemani oleh Firman duduk di kursi yang berada di bawah tenda khusus para orang tua dan wali.
"Upacara penutupan pendidikan dan pelantikan bintara Polri ...." MC mulai membuka acara.
Tak lama para siswa memasuki lapangan dengan langkah teratur. Mereka mengenakan pakaian dinas upacara khas Polri berwarna abu-abu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Polisi VS Ibu Guru (TAMAT)
Spiritual#Karya 13 📚PART LENGKAP Naura tak akan lupa bagaimana Polisi muda itu menginterogasi dan menahannya tanpa permisi. Setelah tahu kesalahannya, pria berpangkat Inspektur Polisi Satu (Iptu) itu tak meminta maaf padanya yang membuat Naura semakin muak...