"SAYA TIDAK PERNAH MEMUKUL ANAK SAYA SAMPAI BERDARAH! KENAPA ANDA MELAKUKANNYA?!"
Naura tak sengaja melihat perdebatan sengit di ruang kepala sekolah, seorang pria paruh baya yang merupakan orang tua murid tengah murka pada Pak Winarto.
Pak Winarto adalah seorang guru senior yang dikabarkan memukul seorang siswa laki-laki dengan kayu sampai kaki siswa tersebut berdarah, lantaran kesal karena siswa tersebut membuat kegaduhan di kelasnya.
Meskipun kekerasan di sekolah sudah dilarang tegas agar tidak boleh dilakukan oleh para guru, tapi beberapa guru di SMAN 1 yang masih menganut sistem lama selalu mengatakan kekerasan adalah hal yang baik, karena dulu pada masa lampau mereka dididik dengan cara dipukul oleh gurunya.
Kalau kasus kekerasan yang dilakukan oleh guru sudah terjadi, terkadang ada orang tua atau wali siswa yang tak mengonfirmasi pada sekolah saat anaknya mendapatkan kekerasan, dan langsung melaporkannya kepada pihak kepolisian. Sehingga mereka datang bersama polisi tanpa sepengetahuan sekolah.
Ada juga guru yang tidak melakukan kekerasan dan hanya memberikan teguran biasa kepada siswa yang sangat jelas melakukan kesalahan atau pelanggaran, tapi bisa berbuntut panjang saat siswa menceritakan dengan versi berbeda kepada orang tua atau walinya. Alhasil guru tersebut yang justru mendapatkan kekerasan dari orang tua atau wali siswa tersebut. Saat guru melaporkannya pada pihak kepolisian, si orang tua atau wali siswa tersebut mengatakan, guru harus sabar karena profesi guru melekat dengan sifat sabar.
Ada juga guru yang terlalu lemah lembut dan dekat dengan siswa tanpa jarak sedikit pun atau malah sebaliknya, sangat suka merendahkan siswa. Hal itu membuat beberapa siswa akhirnya berani atau merasa memiliki alasan untuk melakukan kekerasan pada guru tersebut.
Terlalu banyak kasus yang menghiasi rapat guru. Naura berusaha memahami semuanya sebagai bahan introspeksi agar tak salah langka.
"Kita sebagai guru harus bijak. Tidak boleh ada lagi kekerasan kepada siswa. Hukuman atau sanksi itu boleh saat siswa melanggar aturan, tapi hukuman atau sanksi itu sifatnya harus yang mendidik, tidak melukai secara fisik dan psikis, meluruskan kesalahan bukan mempermalukan, dan tidak menimbulkan trauma. Ini lembaga pendidikan, bukan tempat penyiksaan yang bisa memberikan hukuman seenaknya sendiri atau semena-mena.
"Namun, kita para guru juga harus melindungi hak-hak kita dari orang tua atau wali siswa yang tidak mengerti dan tidak menghargai profesi guru itu sendiri.
"Saya sebagai pemimpin di sekolah ini, akan selalu melindungi hak-hak semua guru dan tenaga kependidikan dari pihak-pihak luar yang tidak menaruh rasa hormat dan bersikap sewenang-wenang. Tapi, saya juga adalah orang yang paling tegas yang akan menindak apabila seorang guru itu salah dan tidak bijak dalam bersikap," tegas Ibu Sassy.
Naura menarik kesimpulan dari rapat itu tentang sikap pertengahan. Tidak terlalu lemah sekali sebagai guru, tapi juga tidak terlalu keras sampai membuat siswa ketakutan. Tak lupa, tegas dan jahat itu dua hal yang berbeda.
Baru saja selesai rapat, grup WhatsApp sekolah mendapatkan kejutan dengan foto sebuah undangan pernikahan.
Naura terkejut dan langsung memeluk Bu Ratih. "Selamat Bu Ratih, saya sangat bahagia untuk Anda. Semoga dimudahkan semuanya, ya, Bu."
"Aamiin. Terima kasih, Ibu Naura. Saya tidak menyangka dia akan mengajak saya serius. Dia pegawai di Kementerian Agama."
Naura sedikit heran. "Kemenag, Bu? Sebelumnya kan yang di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, ya, Bu?"
"Dia sahabat pacar saya waktu zaman masih kuliah, Bu," bisik Bu Ratih sebelum tertawa kecil.
Naura mau menganga tapi berusaha menahan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Polisi VS Ibu Guru (TAMAT)
Spiritual#Karya 13 📚PART LENGKAP Naura tak akan lupa bagaimana Polisi muda itu menginterogasi dan menahannya tanpa permisi. Setelah tahu kesalahannya, pria berpangkat Inspektur Polisi Satu (Iptu) itu tak meminta maaf padanya yang membuat Naura semakin muak...