Masjid

4K 315 3
                                    

Naura melihat aplikasi waktu shalat di ponselnya yang menunjukkan tinggal sepuluh menit lagi akan memasuki waktu shalat Ashar.

"Om Firman? Lewat Masjid Al Ikhlas dulu, ya, Om. Dikit lagi udah masuk waktu Ashar," pintanya.

"Siap Nona."

Mereka berhenti di halaman masjid yang masih terlihat sedikit sepi.

"Ayo, Yah," ajak Naura sebelum keluar dari mobil, tapi seperti biasa, ayahnya itu tetap di tempat.

"Nak? Ayah shalat di rumah aja."

"Ayah ... ini udah di depan masjid lho. Sedikit lagi udah waktu shalat. Biar kita tepat waktu shalatnya, maka kita nunggu waktu shalat. Orang yang nunggu waktu shalat itu, dapat pahala dan didoakan sama malaikat. Masa Ayah rela ketinggalan takbiratul ihramnya imam? Lagian laki-laki itu harus shalat di masjid lho, Ayah, selama dia gak memiliki sesuatu penghalang untuk itu. Laki-laki yang gak mau shalat di masjid, itu menyelisihi ajarannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahkan dianggap sebagai tanda kemunafikan." Entah sudah berapa puluh kali Naura mengulang nasehat yang sejenis, tapi NX Respati belum mau mengikutinya.

Firman malah menahan senyum. Hanya Naura yang bisa mengingatkan ayahnya itu. NX Respati sendiri sudah lama tak shalat lima waktu dan baru dua tahun belakangan mulai rutin shalat karena selalu diceramahi putrinya sampai dia lelah sendiri, walaupun shalatnya belum dikerjakan di masjid.

Terakhir pria itu tersadar saat Naura berkata sambil menangis. "Ayah? Aku itu sayang sama Ayah. Aku gak pengen sama Ayah di dunia aja. Dunia terlalu cepat perjumpaan dan kebersamaan dengan orang-orang yang kita sayang. Aku pengen sama Ayah di surganya Allah Ta'ala kelak. Kalau Ayah mengabaikan amalan pertama yang akan dihisab oleh Allah Ta'ala dan penentu baiknya amalan yang lain, gimana kita bisa berkumpul kembali di surga nanti?"

Semenjak itu, NX Respati selelah apa pun pasti shalat. Meskipun belum pernah di masjid.

"Ayah serius, ayah shalat di rumah aja. Ayah minta maaf, ya. Doain ayah biar segera bisa ke masjid."

Naura geleng-geleng pelan. "Aku doain Ayah, tapi kalau Ayahnya sendiri gak mau berubah, gimana? Hidayah itu dijemput bukan ditunggu aja, Ayah.

"Ayah? Keutamaan shalat berjama'ah bahkan orang yang berjalan ke masjid untuk shalat berjama'ah itu, keutamaannya luar biasa. Dalam sebuah hadits dikatakan, 'Siapa yang berjalan menuju shalat wajib berjama’ah, maka ia seperti berhaji. Siapa yang berjalan menuju shalat sunnah, maka ia seperti melakukan umrah yang sunnah.' (HR. Thabrani  Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini hasan)."

NX Respati tetap tak bergeming membuat Naura sedikit kesal sekaligus sedih. Alhasil putrinya itu meninggalkannya lebih dulu. Membiarkannya menunggu di mobil.

Tak lama mobil hitam milik Ikhsan pun memasuki halaman masjid. Ikhsan pun baru rutin shalat lima waktu saat masuk Akademi Kepolisian di mana waktu ibadah begitu diperhatikan. Empat tahun menjadi kebiasaan dan pola hidupnya, alhasil keluar dari akademi, dia masih tetap rajin shalat meskipun perilakunya memang ... agak lain.

Pria itu keluar dari mobilnya dan tak sengaja menangkap mobil yang tak asing dan dijaga oleh empat pria yang menggunakan motor. "NX Respati shalat? Mengejutkan." Dia hampir tak percaya mengingat riwayat kejahatan pria itu. Tak lama dia memilih ke tempat wudhu untuk mengganti bajunya sekaligus berwudhu.

Seusai shalat, Naura masih mengikat tali sepatu ketsnya di depan rak sepatu. Tiba-tiba sebuah suara mengalihkan perhatiannya.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh." Naura mendongkak dan mendapati pria yang tak asing yang menatapnya dengan ekspresi datar itu.

Seketika Naura langsung berdiri dengan cepat. "Pak ...." Naura mencoba mengingat nama pria itu, tapi sayang sekali, dia lupa.

"Ikhsan. Samudra Ikhsan Permana. Anda sendiri?" tanya Ikhsan.

Naura mengerutkan dahi. "Anda lupa nama saya?"

"Anda saja lupa nama saya, kenapa saya harus ingat nama Anda?" Sewot level 50.

Naura baru saja selesai melaksanakan ibadah shalat, tapi hatinya kembali dibuat panas. "Mohon jangan tersinggung."

"Saya sudah tersinggung sebelum Anda mengatakannya." Ikhsan sedikit kecewa namanya dilupakan begitu saja seperti sampah.

"Lupa itu sangat manusiawi, Pak."

Pria itu menyilangkan tangan di dada. "Ya, sangat manusiawi. Tapi tolong lah, saya ini wali dari siswa Anda."

"Ya, saya juga wali kelas dari dari adik Anda. Sepertinya penting juga bagi Anda untuk mengingat nama saya. Benar kan, Pak?"

"Apa bisa Anda mengalah?"

Naura hampir melongo. Baru kali ini ada pria yang meminta wanita untuk mengalah, karena biasanya yang terjadi adalah sebaliknya. "Oh ... memangnya saya dan Anda sedang berkelahi?"

Mereka ini sebenarnya seperti terlibat sebuah game. Game kebencian namanya.

"Semua guru di sekolah harus memberikan pelayanan yang baik kepada wali siswa. Saya sangat yakin bahwa itu SOP."

"Ya, tapi tolong wali siswa juga harus bersikap dengan semestinya. Jika kita ingin dihargai orang lain, maka berilah juga rasa hormat kita. Jangan hanya ingin dihormati, tapi merendahkan orang lain. Karena cara Anda memperlakukan orang lain, itu menunjukkan siapa Anda."

"Excuse me ... maksud Anda saya gila hormat?"

"Saya tidak mengatakan itu."

"Saya tidak akan datang dalam pemanggilan wali siswa berikutnya." Ikhsan selalu sangat sensitif seperti perempuan ketika bertemu Naura. "Permisi!" Dia langsung pergi membuat Naura rasanya ingin melemparnya dengan sepatu.

"Ya Allah ... maaf. Mohon limpahkan kesabaran yang besar dan luas dalam menghadapi orang itu." Dia selalu merasa tak sanggup lagi setiap bertemu Ikhsan.

***

Bonus

Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah Ta’ala berfirman, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya." (HR. Tirmidzi, no. 413 dan An-Nasa’i, no. 466. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)

“Seseorang dari kalian akan selalu dihitung berada di dalam shalat selama shalat itu yang mengekangnya (orang tersebut menanti shalat ditegakkan, pent.). Malaikat akan mendoakan, “Ya Allah, ampunilah dia dan rahmatilah”, selama dia belum berdiri dari tempat shalatnya atau telah berhadats.” (HR. Bukhari no. 3229 dan Muslim no. 649)

Tuan Polisi VS Ibu Guru (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang