Ikhsan dan anggotanya kembali melakukan penggerebekan malam itu di sebuah rumah.
Begitu pintu ditendang, hampir sepuluh orang yang tengah melakukan pesta sabu terkejut tak dapat melarikan diri, lantaran beberapa pria yang baru saja masuk itu menodongkan pistol ke arah mereka.
"ANGKAT TANGAN!"
"ANGKAT TANGAN!"Mereka mengangkat tangan dengan pasrah. Salah seorang pria paruh baya yang sedang memegang gelas kaca berisi sedikit miras pun mengangkat tangan, tapi tiba-tiba secepat kilat dia berlari ke arah samping untuk masuk ke sebuah ruangan membuat Ikhsan dan dua anggotanya mengejarnya dengan sigap.
Tiba-tiba dia menarik seorang anak laki-laki berusia sembilan tahun yang tengah tertidur lelap, dan langsung mengunci lehernya.
"MUNDUR ATAU AKU PATAHIN LEHER ANAK INI!!"
Ikhsan dan dua anggotanya itu memilih berhenti di tempat, tapi masih menodongkan senjata dengan posisi siaga.
Manik hitam Ikhsan menatap dengan tajam, berusaha mencari sedikit celah untuk menyelamatkan anak laki-laki itu.
"Bapak ... sakit ...." Anak laki-laki itu meringis kesakitan memegang tangan ayahnya yang mengunci lehernya itu.
Ikhsan sedikit terkejut mengetahui targetnya itu adalah ayah dari anak yang ingin dicelakainya itu. Mendadak napasnya sedikit sesak.
"JANGAN MENDEKAT!"
"Bapak ...."
PRAK
Pria itu memukul gelas kaca di tembok menyisakan pecahan tajam di genggamannya yang langsung diarahkan ke leher anaknya.
Prak
Sebuah bunyi pecahan gelas terdengar hanya di dunia Ikhsan. Dia berusaha fokus, tapi napasnya mulai sedikit tak beraturan. "Hah ...."
"JANGAN MENDEKAT ATAU AKU BUNUH ANAK INI!"
"Bapak sakit ...."
"Lepaskan dia! Kau menyakiti anak kau sendiri!" ucap Ikhsan dengan tegas.
"AKU GAK PEDULI ANAK HARAM INI MAU HIDUP ATAU MATI!"
"Hah ...." Ikhsan merasa deru napasnya semakin berat, tapi dia tak mungkin mundur. Dia melihat leher anak laki-laki itu pun sudah terdapat sedikit luka akibat terkena pecahan tajam yang diarahkan ke lehernya.
"Napas saya ...." Dadanya mulai terasa sakit. Dia merasa tak akan sanggup lebih jauh.
"Urus dia!" bisiknya kepada anggotanya yang berada di sampingnya.
"Siap."
Perlahan dia mundur dan berjalan pergi begitu saja menuju mobilnya yang berada cukup jauh dari lokasi mereka melakukan penggerebekan.
Sepanjang perjalanan dia memegang dadanya, dan berusaha bernapas dengan teknik 4-7-8 agar lebih rileks.
Sayup-sayup pesan NX Respati terngiang di benaknya.
"Temukan orang yang kamu percayai dan jujur dengan dirimu itu penting, San."
Sesampainya di mobil, dia mengambil ponselnya. Tak sengaja dia melihat foto di layar kuncinya. Terdapat fotonya dengan adiknya yang tengah tersenyum lebar.
Dulu dia selalu mengingatkan pada dirinya sendiri setiap kali ingin menyerah, "Kalau kamu mau melakukan hal bodoh, lihat foto Ilham. Ada senyumnya yang harus selalu kamu jaga."
Dia berpikir, dia harus selalu sehat agar bisa bertanggungjawab dan menjaga Ilham sampai meraih cita-citanya. Seperti apa pun hal yang dia alami, dia harus ingat, bahwa ada orang yang sangat dicintainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Polisi VS Ibu Guru (TAMAT)
Espiritual#Karya 13 📚PART LENGKAP Naura tak akan lupa bagaimana Polisi muda itu menginterogasi dan menahannya tanpa permisi. Setelah tahu kesalahannya, pria berpangkat Inspektur Polisi Satu (Iptu) itu tak meminta maaf padanya yang membuat Naura semakin muak...