Danisa tengah duduk di ruang klub fotografi bersama Samudera. Penutupan festival tinggal dua hari lagi dan kini, mereka tengah mengerjakan tugas untuk minggu terakhirnya. Menyortir dan memilih foto untuk ditampilkan dalam kanal media sosial.
Dalam posisi seperti ini, atmosfir terasa begitu berubah. Danisa tampak berkonsentrasi dengan kalimat yang ia tulis. Sementara, Samudera sedari tadi berkutat dengan beberapa pilihan foto di depannya.
Kiano menghilang dengan tas yang masih berada di salah satu kursi. Tadi, tiba-tiba ia keluar dari ruangan dan belum kembali sampai sekarang.
"Menurut gue, ini bagus sih." Samudera menunjukan satu foto di layar laptopnya. "Menampilkan kesan pertandingan yang super mengharu biru gitu, nggak sih?"
Danisa melongok. Melihat ke arah foto yang ditunjukan Samudera. "Masalahnya, bukan sekolah kita yang menang di pertandingan itu." Ia mencibir.
Sontak, Samudera mendesis kecil. "Ugh, that supremacy agenda." Ia mengutuki agenda media yang tak lebih dan tak kurang daripada mengagungkan sekolah sendiri.
Tawa kecil terdengar dari mulut Danisa. Melihat Samudera yang merenggut, siapa pun akan tertawa geli. Lelaki menyeramkan itu jadi lucu.
"Si Kiano mana sih?" sungut Samudera. "Dari tadi belum balik-balik?"
Danisa mengangkat alis. "Tumben banget nyariin Kiano. Kemarin sebal setengah mati, tuh!" ejeknya.
"Ya, sebal lah kalau cewek yang gue suka naksirnya sama itu orang!" Samudera berkata asal sambil kembali mengotak-atik laptopnya. "Terus sekarang sebal juga, soalnya kita butuh keputusan dia, tapi, dia-nya hilang."
Danisa hanya bisa tersenyum. Ia memangku dagu. Samudera memang aneh, tetapi ia suka. Ia suka Samudera. Titik!
Suasana kembali hening. Samudera sudah larut dalam pekerjaannya kembali, begitupula Danisa yang tak terlalu ingin diganggu. Walaupun, Danisa beberapa kali mencuri pandang ke arah Samudera. Menatap ke arah kontur wajahnya yang tegas, juga dahinya yang berkerut kecil setiap berkonsentrasi.
Suara ramai-ramai di luar tiba-tiba membuat Danisa dan Samudera saling pandang. Keduanya sama-sama mengerutkan dahi ketika melihat beberapa orang berjalan cepat mengerubungi teralis balkon.
"Ada yang berantem?" tanya Samudera bingung. Suara dua orang berargumen terdengar begitu kencang.
Danisa menggeleng. "Mau lihat?"
Samudera mengangguk. Mengambil tongkatnya, ia dan Danisa berjalan bersisian ke arah teralis terdekat.
Mata keduanya tampak tak percaya ketika menembus kerumunan. Di lapangan, tampak Kiano dan Isabella sedang beradu mulut cukup keras.
"Apa lagi mau lo sih, Bel?" teriak Kiano kencang. "Gue udah capek sama semua ini! I said it all clear, gue mau putus! Dan please! Ada dan nggak ada Danisa bukan urusan lo."
"Lo gila ya?" teriak Isabella membalas.
Samudera menengok ke arah Danisa yang berdiri membeku. Tak hanya Samudera, sepertinya, semua orang di sekelilingnya juga menengok.
"Memangnya kenapa? Apa masalah lo?" Kiano tak mau kalah.
"Dia kegatelan, Kiano! Bilangnya suka Samudera, tapi masih ngejar lo!" Isabella berargumen.
"Bel, lo cuma halu!"
"Halu apanya?" sengit Isabella. "Emangnya gue nggak tahu kalau mereka cuma pura-pura? Mana ada pacaran tapi kayak begitu? Samudera tuh nggak akan mau sama Danisa."
Samudera mengepalkan tangan. Ia ingin sekali turun dan menghajar Isabella. Tetapi, tangan Danisa menahannya.
Isabella menarik napas. "Lagian ya! Udah gue kasih pelajaran juga! Bukannya sadar diri."
KAMU SEDANG MEMBACA
ODDINARY
Teen FictionUPDATE NYA SETIAP HARI Follow dulu sebelum baca Comment dan vote nya biar aku makin semangat boleh loh hehe ***** Bagaimana rasanya kalau tiba-tiba satu proyek dengan orang yang disukai? Melayang? Kurang lebih, itu yang dirasakan Danisa ketika Kiano...