Dentuman musik yang memekakan telinga membuat siapa saja tergoda untuk turun ke lantai dansa. Semua kecuali Daniel. Malam ini, lelaki itu diajak oleh salah seorang temannya menghadiri sebuah pesta di kelab malam. Tetapi, alih-alih ikut bersenang-senang, Daniel lebih ingin menghabiskan waktunya di bar sambil menegak minuman beralkoholnya seorang diri.
Padahal, awalnya, ia memutuskan untuk berpesta malam ini untuk melepas penat. Rencananya, ia ingin melampiaskan semua kegilaan akan tugas kuliah yang terlalu gila untuk dijalani. Mungkin dengan mencari perempuan yang bisa membuatnya bersenang-senang malam ini. Tetapi, kenapa ketika sampai, ia malah sama sekali tidak berminat?
"Serius lo mau di sini aja?" Calvin, salah satu temannya bertanya—mungkin—untuk ke sepuluh kalinya.
Daniel mengangguk. "Sana lo!"
Calvin mengangkat alis kirinya bingung sebelum benar-benar pergi ke lantai dansa.
Lagi, Daniel mendesah. Ia menegak minumannya sebelum pandagannya tertumbuk pada seorang perempuan yang duduk tak jauh di sebelahnya. Perempuan itu terlalu seksi untuk dilewatkan.
Gerak-geriknya menandakan ia sedikit mabuk. Bukan, ia benar-benar mabuk.
Seorang lelaki tampak di sebelahnya. Tengah berusaha menggodai perempuan itu. Si perempuan tampak tak suka. Ia berkali-kali me
Daniel menggelengkan kepala pelan. Bukan saatnya ia untuk ikut campur. Ini kelab malam, kejadian seperti ini terlalu lumrah terjadi. Untuk apa tiba-tiba Daniel jadi sok pahlawan? Lagipula, memangnya Daniel tak pernah melakukan itu? Ia menggoda gadis cantik yang sedang mabuk berulang kali, membawanya ke kamar dan menjadikan cinta satu malam tak terhitung jumlahnya. Jadi, kenapa harus Daniel sok suci seperti itu?
Tetapi, Daniel tak bisa mengabaikan perempuan itu untuk malam ini. Ia jadi mendecih tipis. Apakah diam-diam, dia juga mengingini perempuan itu dan merasa bahwa harus bersaing mendapatkannya?
Si lelaki yang tak diketahui itu tampak menarik tangan si perempuan dengan kasar. "Ayo, ikut!"
"Nggak!" Si perempuan menolak.
"Sok jual mahal banget! Padahal gayanya murahan!" Tangan lelaki itu menjulur hendak memegang tubuh si perempuan.
Daniel menarik napas. Ia berdiri dari kursinya. "Get off her!" Daniel mencengkram pergelangan tangan si lelaki d hadapannya.
Gadis itu terlihat memicing di tengah mabuknya. Ia tiba-tiba terkekeh. "Daniel, kan?"
Daniel menengok. "Gwen?" Tetapi, lelaki itu tak punya banyak waktu. Ia menghepas tangan lelaki asing tersebut.
"Dani, tolongin, ini gue digangguin." Dengan manja, Gwen berlindung di balik tubuh Daniel.
Dani? Sejak kapan nama gue dipanggil jadi Dani? Daniel menghela napas. Ia memerhatikan Gwen. Pakaiannya benar-benar terbuka. Bralette renda warna hitam yang hampir yak menutupi apapun ditubuhnya, juga celana pendek ketat yang menampakan hampir seluruh kakinya. Wajar kalau semua orang menggodanya.
"Dia temen gue, jangan ganggu." Daniel dengan cepat berucap.
Lelaki asing itu mendengkus sebelum pergi. Sepertinya, ia malas bertengkar di kelab.
Daniel buru-buru berbalik. Ia menatap wajah Gwen yang cengengesan karena mabuk.
"Daniel hebat, kayak Superman." Ia tertawa-tawa lagi.
Sudah setahun Daniel dan Gwen tak bertemu. Setelah kelulusan sekolah, Daniel dengar, Gwen akan ke Amerika. Tetapi, di televisi, Gwen mengumumkan bahwa akan mengambil gap year karena ingin berfokus pada karirnya di dunia hiburan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ODDINARY
Novela JuvenilUPDATE NYA SETIAP HARI Follow dulu sebelum baca Comment dan vote nya biar aku makin semangat boleh loh hehe ***** Bagaimana rasanya kalau tiba-tiba satu proyek dengan orang yang disukai? Melayang? Kurang lebih, itu yang dirasakan Danisa ketika Kiano...