13. NO ONE CAN MESS WITH HER

11.4K 1K 27
                                    

Karena ini awalnya dari lomba AU (yang tidak menang) ada beberapa part yang sebenarnya lebih ke arah, insertion, dan sayang dibuang, jadi ku publish aja ya dan ternyata sangat panjang pas ditulis. hehehe. Jadi, enjoy the double up!

**** 

Danisa merasakan dingin di seluruh tubuhnya saat berjalan di lorong. Semua orang yang melewatinya sepanjang lorong menatap dengan pandangan aneh. Ada yang berbisik-bisik, ada yang juga yang terang-terangan berbicara dengan cukup jelas. Kejadian makan siang kemarin begitu heboh. Dan Danisa sejujurnya belum tahu cara mengatasinya.

Ide pura-pura pacaran dengan Samudera memang tidak buruk. Tetapi, omongan orang lain tetap terus menerus berdatangan tanpa henti.

Danisa masih ingin memukul kepalanya sendiri. Awalnya, Danisa hanya berkata demikian agar Isabella tidak curiga. Tetapi, siapa yang sangka bahwa perempuan iblis itu merekam dan menyebarkannya ke seluruh sekolah?

Gadis itu menarik napas panjang. Memberanikan diri untuk masuk kelas. Lagi-lagi,  seisi kelas menatapku dengan pandangan mengejek. Beberapa lagi menggeleng pelan.

Sudah terlalu lama Danisa tak ditatapi seperti itu. Beberapa bulan terakhir, Danisa lebih mirip debu yang tak terlihat. Kondisi itu jauh lebih baik daripada jadi pusat perhatian dan topik hangat seisi sekolah.

"Cocok memang! Cewek aneh sama cowok aneh!" teriak salah satu dari mereka.

Danisa memejamkan mata. Tangannya bergetar hebat. Ia memegang tas ranselnya erat lalu duduk di atas kursinya dengan takut.

"Tapi biarpun aneh, Samudera kan anak kepala yayasan, ya? Apa dia mau sama cewek model begini?" ejek yang lainnya tak kalah menyakitkan.

Dada Danisa terasa sesak. Selama hampir dua tahun di sekolah ini, Danisa ingat betul bagaimana sakitnya ketika teman-temannya yang lain mengata-ngatai Danisa sebagai orang aneh. Dan sejak saat itu, Dansia tak ingin lagi mendapat perhatian. Biarkan keanehannya untuk dirinya sendiri. Tetapi, kini, semua orang kembali memandangina. Menatapnya dengan aneh seperti serangga.

"Hai, Danisa..." Kalimat bernada centil dibuat-buat itu terdengar dari samping.

Danisa membuang muka. Tak ingin menyapa balik, ia hanya diam.

"Halo, kalau disapa tuh, balas dong!" Suara perempuan itu benar-benar membuat Danisa mual.

"Aw!" Danisa meringis ketika ia merasa rambutnya dijambak ke belakang. Tarikan itu membuat wajah Danisa mendongak. Menatap perempuan yang berada di hadapannya.

"What a loser." Perempuan itu mendesis.

Danisa menarik napas. "Lo yang loser, Julie." Gadis itu berkata sinis.

"Apa kata lo?" Julie menarik rambut Danisa semakin keras. 

Danisa melirik ke arah sekeliling. Tak ada yang membantunya. Tak ada juga yang peduli. Malah, mereka menontoni Julie sedemikian rupa.

Tangan Danisa mencoba membuka tangan Julie yang menjambaknya. "Lepas!"

"Lo tahu, gara-gara lo, Daniel nggak pernah mau ngomong sama gue lagi!" Julie berdecak. "Cewek aneh kayak lo, kenapa bisa jadi adiknya Daniel, sih?"

Daniel lagi! Danisa meringis menahan sakit. Julie adalah temannya di kelas sepuluh. Teman yang baru ia ketahui setelahnya bahwa kebaikan-kebaikan yang dilakukan hanya untuk mendekati Daniel. Teman yang baru ia ketahui diam-diam mengerjai Danisa juga memberikan gosip-gosip palsu yang beredar saat ini. Gosip yang bahkan tak bisa Danisa bendung lagi.

"Gue lebih nggak sudi lo pacaran sama kakak gue."

"Apa kata lo?" Julie membelalak. Ia semakin menarik rambut Danisa. "Berani ya lo sekarang? Kenapa? Karena sekarang lawan lo udah jadi Kak Isabella?"

Danisa menahan napas. Rasanya, kepalanya sudah terlalu sakit. 

"Suka Samudera, lo bilang? Gue mau lihat Samudera-nya bakal gimana?" Julie tertawa.

"Kenapa? Lo sekarang naksir juga sama Samudera?" Danisa membalas Julie sengit. Ia sudah tak peduli lagi jika kini semua orang benar-benar menontoni dirinya.

"Gue? Sama cowok cacat itu?" Julie terkekeh. "Nggak, makasih!"

"Terus? Apa perkaranya sama lo?" Danisa membalas sengit. Sebenarnya, Danisa tak butuh jawaban. Ia sudah tahu, Julie hanya butuh kesenangan untuk kembali merundungnya.

"Ckckck, Danisa..." Decakan terdengar dari lidah Julie. "Lo selalu bikin sensasi, ya?"

Sensasi? Danisa bahkan ingin lepas dari apapun yang menarik perhatian. "Maksudnya, sekarang, lo nggak jadi trending topic gitu?" Danisa berucap dengan berani. Ia tiba-tiba teringat pada rumor yang tengah beredar akhir-akhir ini. "Oh. Jangan bilang, gosip yang bilang kalau lo habis operasi hidung itu, lo buat sendiri?"

"Apa kata lo?" Tarikan Julie makin keras.

Danisa meringis. "Lepas!" Ia berteriak. Rambutnya sudah seperti akan rontok.

"Dia bilang lepas, ya, lepas!" Sebuah bentakan terdengar berikut dengan tangan Julie yang sudah tertepis dari kepala Danisa.

Danisa menengok dengan mata berair menahan sakit. Seorang lelaki berdiri di samping mejanya. Walaupun ia memakai kruk, tubuhnya masih tetap tegap dan tinggi.

"You okay?" tanya lelaki itu kemudian. Ia mengulurkan tangannya. Membelai dan membantu Danisa merapikan rambut yang berantakan karena ditarik tadi. "Is it hurt?"

Danisa mengangguk dengan napas terengah. Menarik napas lalu membuangnya cepat. Sakit tetapi jauh lebih baik.

Kini, seisi kelas bergitu tegang. Samudera menatap Julie dengan tajam. Gadis itu sudah terhempas sedikit ke samping karena kekuatan Samudera yang cukup kuat.

"Dia cewek, Sam!" Suara seorang lelaki terdengar dari belakang.

"Terus? Lo mau gue patahin rahang lo sekalian? Nggak puas lo kemarin masuk rumah sakit, Andrew?" balas Samudera sengit pada orang yang berusaha mencampuri urusannya.

Semuanya tak berani menjawab. Membisu dengan getar.

"Gue nggak peduli lo cewek atau cowok." Samudera berkata cepat. Ia menatap ke sekeliling kelas. "Danisa cewek gue."

Kalimat itu membuat semua orang membelalak. Beberapa yang awalnya pura-pura tak peduli agar tak terseret kini ikut menengok. Melepaskan apapun yang sedang mereka kerjakan.

"Dia bilang dia suka sama gue, kan?" Samudera terkekeh geli seperti orang gila. "She is my girlfriend. Terus dia harus jawab apa? Suka sama Kiano?"

Danisa ikutan melongo. Ini terlalu ekstensif.

"Siapapun yang berani sama Danisa bakalan ngelawan gue. Dan gue nggak akan segan-segan ngehajar kalian semua." Samudera mendesis. Ia menengok. "Dan lo..." Samudera menatap Julie dengan tajam. "Muka lo cantik, sayang kalau hancur."

Julie menelan ludah. Ia tak berani melawan. Tangannya bergetar sebelum berjalan ke arah kursinya sendiri. 

Samudera menengok sekali lagi ke arah Danisa. Tersenyum kecil pada gadis itu. "Kasih tahu gue kalau ada masalah, Danisa." Ia berbisik. "Jangan begitu."

Danisa mengangguk untuk kesekian kalinya. Suara Samudera saat berbicara dengannya benar-benar berbeda. Lembut dan manis seperti permen kapas.

Kadang, Danisa berpikir, beginikah rasanya ketika punya pacar? Sayang, Samudera cuma pacar pura-puranya.

Tunggu! Sayang? Danisa mengenyahkan pikiran itu cepat. Ia dan Samudera bahkan tak punya perasaan apa-apa. Hubungan mereka akan berakhir dalam satu atau dua bulan ke depan. 

Danisa tiba-tiba terlonjak ketika mendengar suara kasak kusuk. Secara tiba-tiba, Ben, lelaki yang duduk di sebelahnya berdiri lalu mengambil tas.

Danisa masih bisa melihat Samudera yang berdiri di sana. Menunggui hingga Ben pergi seutuhnya ke belakang sebelum tiba-tiba menghempaskan tubuhnya di meja sebelah Danisa.

"Apa?" tanya Samudera. Nadanya ketus seperti biasa saat mengucapkan kata itu. Tetapi, kini, diikuti senyum kecil jahil.

"Lo kok..." Danisa menunjuk ke arah Samudera yang sudah duduk di sebelahnya.

"Gue minta Ben pindah." Samudera berkata ringan sambil melirik ke arah Ben yang sudah duduk di belakang. "Biar gue bisa lebih dekat sama lo."

ODDINARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang