21. GUE KENAPA SIH?

10.3K 871 10
                                    

Ciuman Samudera dan Danisa tak lantas membuat mereka langsung menjadi populer. Realitanya, mereka tetap tak punya teman. Duduk berdua di kantin tanpa ada yang menyapa. Tetapi setidaknya, keadaan jauh lebih baik.

Mereka belum sepenuhnya menjadi tak kasat mata. Tetapi, berhentinya gosip bahwa Danisa diam-diam menyukai Kiano yang sudah punya pacar jadi sebuah kemajuan.

Hal baik lain, berita itu menggemparkan, cukup untuk membuat Isabella gigit jari karena semua atensi berpindah. Juga, membuat Danisa bisa melihat air muka kaget Kiano malam itu. Dan semua itu, lebih dari cukup.

Terakhir, tak ada yang berani mengolok Danisa atau Samudera. Kalau yang ini, sepertinya pengaruh undangan pesta Gwen. Diundang dalam pesta Gwen secara tidak tertulis menandakan sebuah status sosial tertentu. Untuk yang sudah mengenal Samudera sejak lama, mungkin, mereka tidak asing dengan kedatangan lelaki itu di pesta Gwen. Tetapi, untuk anak-anak baru, seperti sebuah tamparan besar bahwa Samudera masih punya kuasa, sekalipun sudah diasingkan sejauh-jauhnya.

Danisa dan Samudera kembali makan di kantin. Kata Samudera, ini saatnya datang ke tempat paling tumpah ruah itu dengan dagu terangkat. Walaupun, tidak tahu sudah memenangkan perang apa dan bagaimana.

Hari ini, Danisa dan Samudera duduk di pinggir lapangan futsal seusai pulang sekolah. Festival sekolah masih berlangsung dan pertandingan masih berjalan di beberapa lapangan. 

Sebenarnya, Danisa agak malas berada di sana. kalau bukan karena si kakak yang memintanya, Danisa lebih memilih bergelung di kasur untuk tidur siang.

Di kiri kanan mereka, gerombolan perempuan berkumpul di kursi penonton. Masing-masing berteriak histeris meneriaki nama pemain yang akan bertanding. Nama Daniel salah satunya.

"Gimana lo sama Daniel?" tanya Samudera sambil mengunyah kentang goreng yang baru ia beli dari stan di dekat lapangan. Ia memangku kamera di paha. Walaupun tidak bertugas mendokumentasikan, ia rasa, ia butuh punya beberapa cadangan foto. 

Mata Samudera melirik ke arah gerombolan Daniel. Sejenak, ia tahu, sedari tadi, kakak dari Danisa itu memandanginya terus menerus.

Terakhir yang ia dengar dari Danisa, Daniel kurang setuju dengan hubungan mereka. Samudera hanya ingin tertawa. Andai Daniel tahu bahwa semua hubungan ini pura-pura.

Pura-pura. Mengingatnya terkadang membuat Samudera merasa nyeri tanpa alasan.

Sama seperti beberapa hari lalu. Ketika ia bertemu Danisa Senin pagi dan mengutarakan bahwa semua ini hanya akting belaka sambil mencoba membuat nada paling ringan yang bisa ia lakukan.

Sakit tanpa alasan. Atau mungkin sebenarnya, alasan itu ada. Hanya Samudera yang sengaja tak ingin mencari tahu.

"Ya, gitu aja." Danisa mengangkat bahu. "Kakak adik nggak mungkin diem-dieman, cuma dia selalu sensi aja tiap lihat gue sama lo. Kayak sekarang, contohnya. Dilihatin mulu begitu!"

Samudera tertawa kecil. Ia memangku dagu. Matanya menatap Danisa dengan sorot lembut. 

"Lo dulu suka ikut kegiatan begini, ya?" tanya Danisa tiba-tiba.

Samudera melirik sebelum mengangguk. "Lumayan, tapi gue di lapangan basket." Ia menatap ke arah lapangan. Memandangi setiap orang yang tengah melakukan pemasanan. 

"Oh," ucap Danisa. "Terus, lo jago mainnya?"

"Gue MVP loh! Di Amrik kek, di Indo kek!"

"Masa?"

"Nantangin?" balas Samudera sebelum tawa keluar dari mulutnya.

"Ya, nggak deh! Takut!" Danisa mengejek pura-pura.

ODDINARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang