Do you ever think, when you're all alone. All that we could be, where this thing could go? Am I crazy or falling in love? Is it real or just another crush? [Crush, David Archuleta]
*
"You love her, jangan denial."
Kalimat Gwen yang sudah terlewat beberapa puluh menit tadi merasuk Samudera tepat saat lelaki itu meletakan tongkatnya di kursi mobil. Ia mendesis pelan. Menatap jendela yang menampakan lapangan parkir. Duduk di balik setir kemudi tanpa berbicara satu katapun.
"Do I?" bisiknya pada diri sendiri. Ia menggeleng pelan. Meletakan kepala dan tubuhnya di sandaran. Matanya terpejam.
Samudera menelisik satu-satu setiap aksi yang ia lakukan. Awalnya, semua terasa masuk logika. Tetapi semakin ke sini, benar kata Gwen, yang Samudera lakukan sama sekali bukan seperti seorang Samudera yang biasanya.
Samudera sudah gila. Kalau dipikir-pikir, apapun yang ia lakukan sama sekali tak menguntungkan untuknya. Pura-pura pacaran, ciuman di pesta, semua itu hanya agar Danisa terlepas dari kegilaan Isabella, atau agar Danisa bisa membalaskan dendamnya pada Kiano. Tak ada untungnya buat Samudera, bukan?
Tetapi, kenapa? Kenapa ia melakukannya? Dan kenapa Samudera bahkan tak menyesal melakukan apapun yang sudah ia perbuat untuk Danisa?
Tarikan napas keluar dari mulut Samudera. Hanya ada satu cara membuktikan semua yang mengambang sekarang. Ia menyalakan mesin, mengambil ponsel dan menyambungkan ponsel itu dengan speaker bluetooth mobil sebelum melakukan panggilan.
Cukup lama hingga panggilan itu tersambung. Suara mengantuk terdengar dari seberang.
"Mandi, lima belas menit lagi gue sampai rumah lo," ucap Samudera dengan nada memerintah sambil mulai menyalakan mesin dan melajukan mobil.
"HAH?" Suara teriakan tiba-tiba terdengar.
"Bangun, Danisa! Mandi. Gue lagi jalan ke rumah lo sekarang." Samudera mengulang kalimatnya.
"Anjir, ini siapa sih?" Ada suara krasak-krusuk sejenak dari seberang. "SAMUDERA?"
Samudera menggeleng geli. "Ya, siapa lagi? Cepetan! Gue nggak mau lo tidur lagi. Pas gue sampai rumah lo, lo udah harus siap!"
"Apa-apaan!" protes Danisa. "Gue masih ngantuk."
"Ini udah jam setengah sepuluh ya, Sa!" Samudera berdecak.
"Masih setengah sepuluh!" ucap Danisa seolah meralat.
Samudera memutar bola mata kesal. "Pokoknya, lo siap-siap!" Tanpa menunggu protes lanjutan, Samudera mematikan panggilannya.
Mobil melaju dengan kecepatan kencang ke arah rumah Danisa. Jarak tempuh yang memang tak begitu jauh serta jalanan yang lenggang membuat waktu lebih cepat. Sesuai dengan prediksi Samudera, lima belas menit setelah panggilan tersebut dimatikan, Samudera sudah sampai di rumah Danisa.
Kencan. Menurut Samudera, kencan hanya satu-satunya cara untuk menjawab semuanya.
Three date rules. Setiap hubungan dimulai dari kencan pertama yang menyenangkan. Jika kencan pertama meninggalkan bekas bagi keduanya, biasanya secara tidak langsung, si perempuan akan mengajaknya pada kencan kedua.
Kencan kedua biasanya lebih pribadi. Pembicaraannya akan lebih serius. Jika kencan kedua juga dirasa pas, maka akan dilakukan kencan ketiga. Pada kencan ketiga, semua kegiatan biasanya bersifat konfirmasi. Mengonfirmasi pasangan dan diri sendiri sebelum benar-benar memutuskan untuk melanjutkan hubungan atau pergi. Tetapi, kalau dipikir-pikir, mereka belum pernah pergi kencan dengan cara yang seharusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ODDINARY
Fiksi RemajaUPDATE NYA SETIAP HARI Follow dulu sebelum baca Comment dan vote nya biar aku makin semangat boleh loh hehe ***** Bagaimana rasanya kalau tiba-tiba satu proyek dengan orang yang disukai? Melayang? Kurang lebih, itu yang dirasakan Danisa ketika Kiano...