Sejak dulu, Danisa tidak suka pesta. Danisa tidak suka keramaian. Dari masa kanak-kanak ketika anak seusianya mengadakan pesta di restoran dengan badut, Danisa lebih suka berdiam duduk sendiri. Perlombaan atau permainan yang ditawarkan terasa membosankan. Pembawa acaranya terdengar tidak menarik.
Semakin dewasa, Danisa merasa pesta memang bukan untuk dirinya. Ia lebih memilih tidur di rumah daripada bergadang sambil mengobrol ngalor ngidul dengan orang lain. Kontras memang dengan Daniel yang mulutnya tidak berhenti mengeluarkan kata-kata.
Jadi, ketika kemarin Samudera mengajaknya pergi ke pesta yang diadakan oleh Gwen alias Gwyneth, Danisa merasa ragu. Apakah ia bisa? Apa yang akan dilakukan di sana?
"Gue udah RSVP ya, dua orang. Lo sama gue, ke pesta Gwen." Samudera berucap cepat ketika mereka berdua bertemu di perpustakaan.
Siang ini, mereka berencana menyusun laporan analisa pertama untuk tugas bahasa Inggris. Mereka tidak punya banyak waktu. Minggu ini, festival sekolah sudah dimulai. Itu berarti, tugas sebagai panitia juga dimulai. Walaupun, sekarang ini, keduanya masih menunggu kiriman foto dari tim dokumentasi untuk disortir.
"Di mana pestanya?" tanya Danisa dengan mata masih menatap laptop.
Samudera mengambil sekilas kartu undangan yang berada di tasnya. "Di Geronimo."
Danisa memiringkan wajah. "Restoran?"
"Kalau nggak salah, bar." Samudera mengangkat bahu. "Bar with pool. Kayaknya, orang kayak Gwen bakalan nge-book semua area sih."
Danisa hanya mengangguk. Setahunya, kedua orangtua dari Gwen merupakan pengusaha dengan beberapa usaha yang cukup terkenal.
"Ada dresscode?" tanya Danisa lagi. Semua pesta memiliki dresscode, apalagi, pesta anak-anak populer seperti ini.
"Pool party outfit." Samudera berkata cepat. "You may bring your bikini if you want to."
Danisa yang sedari tadi mengetik sontak menengok ke arah Samudera. Mata Danisa melotot mendengar kalimat terakhir yang diucapkan dari bibir lelaki itu.
"It's written here, holy crap!" Dengan terburu-buru, Samudera menunjukan kalimat di bawah tulisan dresscode yang tercetak di kartu undangan.
Danisa berdecak. Memicingkan mata pada Samudera yang terlihat begitu mencurigakan sebelum kemudian kembali pada pekerjaannya.
"Lo se-strict itu ya sampai berencana ngikutin semua dresscode-nya?" Samudera mengejek.
Danisa melirik sebentar. "Gue nggak mau bikin lo malu," jawabnya singkat.
"Malu? Kenapa malu?"
"Ya, jalan sama gue aja udah malu-maluin, Sam. Lo mau gue bikin malu dengan pakai baju sembarangan?" ucap Danisa lagi.
Samudera menggeleng pelan. Ia tertawa dengan volume rendah. "Sa, apa yang perlu dibuat malu, sih? Yang penting, lo pakai baju."
Danisa diam sejenak dari aktivitasnya. Ia dengan hening melirik ke arah Samudera lalu mendesis pelan.
Di sisi lain, Samudera tersenyum kecil melihat Danisa yang diam-diam berwajah kemerahan. Buru-buru lelaki itu menatap buku tulisnya sendiri seketika saat Danisa sepertinya sadar sedang ditatapi sedemikian rupa. Ia jadi penasaran, apa yang akan Danisa pakai.
Sejujurnya, Samudera tak akan marah bahkan jika perempuan itu hanya mengenakan jaket dan celana jins tanpa riasan. Pesta Gwen bukan sebuah pesta formal. Juga, tidak akan ada yang mengusirnya keluar. Pool party outfit can be anything, right? Bahkan, Samudera cuma akan mengenakan kaos dan celana pendek.
Tetapi, kalau boleh Samudera katakan, ia juga penasaran setengah mati dengan apa yang akan dikenakan Danisa.
Danisa memang tampil berantakan setiap berada di sekolah. Kadang dengan jaket kebesaran dan selalu dengan wajah tanpa riasan. Ia mengenakan seragam yang sesuai ukuran. Tidak dikecilkan atau dimodel seperti murid-murid lainnya. Penampilannya tampak begitu polos, tidak menggugah atau membuat siapa saja berpaling melihatnya.
Namun, kalau memerhatikan dari dekat, Samudera bisa melihat kulit Danisa yang cukup putih bersih. Ia punya lipatan mata walaupun tak terlalu besar. Hidungnya tak semancung Isabella yang sudah melakukan tindakan rhinoplasty, tetapi, cukup. Sesuatu yang cukup kadang jauh lebih baik. Dan jangan lupakan bibir tipis merah muda yang dimiliki Danisa. Samudera akan sangat menyayangkan kalau tiba-tiba Danisa memutuskan untuk menyuntik bibir itu dengan filler agar tampak lebih berisi seperti yang sedang tren saat ini.
Andai Danisa punya selera yang sama dengan perempuan-perempuan lain, mungkin, Danisa akan jadi yang paling populer. Ya, populer layak sang kakak.
Hari yang mendebarkan itu akhirnya tiba. Samudera pernah ke rumah Danisa. Ia pernah mengantar gadis satu itu pulang satu kali. Tetapi, kunjungannya hanya berakhir di depan pagar.
Ketika kali ini ia memencet bel, ia tak punya ekspektasi apa-apa. Tetapi, rasa aneh datang ketika dirinya dibukakan pintu oleh seorang wanita paruh baya yang seperti berprofesi sebagai asisten rumah tangga di rumah itu.
"Nyari Mas Daniel, ya?" tanya wanita itu. "Mas Daniel-nya lagi pergi."
"Oh, nggak, Bi. Mau jemput Danisa."
Sejenak, wanita itu tampak bingung. Tetapi, ia mempersilahkan Samudera masuk begitu saja.
Menelisik dari rumah yang sepi, sepertinya, selain Daniel, kedua orangtua Danisa juga sedang tidak berada di rumah. Samudera duduk di salah satu sofa sementara sang asisten rumah tangga itu tampak masuk ke dalam dan mengetuk pintu kamar yang diyakini Samudera milik Danisa.
Suara pintu membuat Samudera menoleh. Ia memerhatikan lorong yang kosong sebelum seorang perempuan yang terlalu ia kenal keluar menampakan diri. Tepat ketika perempuan itu keluar, Samudera nyaris menjatuhkan dagunya.
Why everyone is sleeping on her? Samudera benar-benar tak habis pikir. Danisa keluar dengan tank top bermodel crop dan aksen renda berwarna putih. Dipadukan dengan cardingan berbahan renda warna putih dan jins pendek warna biru muda, dia benar-benar tampak segar seperti akan ke pantai.
"Aneh, nggak? Gue takut salah kostum lagi. Waktu itu, Daniel pernah ngajakin gue ke pesta temennya, katanya pesta di rumah, tapi pada pakai baju kayak mau ke kondangan." Danisa berceloteh.
Samudera diam sejenak. Untuk tema pool party, pakaian Danisa sempurna. Ditambah tubuh perempuan itu berbentuk seperti jam pasir dan tidak kurus kering seperti papan membuat lelaki itu menelan ludah. She is one of the kind!
"Sam?" panggil Danisa karena lelaki itu masih bergeming.
"Hah? Oh. Oke, kok!" Samudera buru-buru menggeleng. Ia mengatur napas. Menatap Danisa tanpa bisa berkedip. Riasan tipis kini tampak di wajah cantiknya. Rambutnya yang biasanya keriting berantakan kini tertata rapi membentuk gaya beach wave hair.
Kalau Samudera jadi Kiano dan harus memilih antara Isabella atau Danisa, dengan cepat, Samudera akan memilih Danisa. Ah! Sejenak, Samudera ingin mendesis iri pada Kiano.
Iri? Seketika Samudera ingin tertawa. Danisa dan dirinya hanya sedang pura-pura pacaran. Kenapa ia harus iri?
Pura-pura? Kenapa rasanya jadi menyakitkan?
Tidak, ini salah! Samudera buru-buru menepis jauh-jauh pikiran bodohnya.
"Rumah lo sepi." Samudera berkata dengan maksud basa-basi mengalihkan canggung. Juga pikiran-pikiran gila yang terus-menerus menyerang benaknya.
"Oh, bokap nyokap lagi pergi ke luar kota, ada nikahan Saudara. Kak Daniel udah pergi dari setadi." Danisa berucap. "nggak tau sih, dia bakalan pergi ke ulang tahun Gwen atau nggak. Harusnya pergi. Lo tahu kan kakak gue itu party animal."
Samudera tertawa geli mendengar istilah yang digunakan Danisa untuk melabeli Daniel. Ia jadi penasaran, apakah Danisa tahu seberapa liar Daniel sebenarnya?
"So," Samudera berdiri. Ia tersenyum tipis. "Shall we go now, Danisa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ODDINARY
Ficção AdolescenteUPDATE NYA SETIAP HARI Follow dulu sebelum baca Comment dan vote nya biar aku makin semangat boleh loh hehe ***** Bagaimana rasanya kalau tiba-tiba satu proyek dengan orang yang disukai? Melayang? Kurang lebih, itu yang dirasakan Danisa ketika Kiano...