Hai! Double up. Hehehe dua dulu yang keluar dari draf ya.
*
Danisa membawa nampan makanannya sambil berjalan di kantin. Tak ada yang menggubris, tak ada juga yang repot-repot menyapa. Kehadirannya selalu seperti angin yang lewat. Dan Danisa rasa, ia lebih senang diperlakukan seperti itu sekarang.
Dengan langkah cepat, Danisa mengambil tempat duduk yang selalu ia tempati di kantin. Sebuah meja yang paling ujung. Tidak mencolok, tidak terlihat. Tetapi, Danisa bisa melihat dan mengamati semua orang di dalam kantin tersebut.
Di arah jam duanya, ia bisa melihat sekelompok lelaki dan perempuan. Dari jauh saja, kilau tampak begitu terlihat. Tawa mereka begitu menggelegar seolah punya perkumpulan sendiri yang membuat orang-orang iri.
Daniel berada di sana. Kakaknya itu jadi penyumbang bising paling keras dengan tawanya. Dan di meja itu, juga ada Kiano. Kontras dengan Daniel, mungkin, Kiano adalah donatur desibel suara paling kecil. Lelaki itu duduk sambil mengotak-atik kameranya.
Rasanya, Danisa ingin menatapi Kiano lama-lama kalau ia lupa bahwa di sebelah lelaki berkamera tersebut, tampak seorang perempuan kurus berkulit putih yang rambutnya tengah dikuncir kuda. Riasan sederhana yang perempuan itu pakai nyaris tak kentara tetapi mampu membuat penampilannya berkali-kali lipat lebih cantik daripada gadis-gadis lain di sebelahnya.
Kalau dipikir-pikir, tak akan yang bisa menolak Isabella. Siapa juga yang mau menolak gadis secantik dia?
Kepala Isabella bersandar pada bahu Kiano. Dengan mengenakan jaket kebesaran Kiano, hal itu semakin mengukuhkan tanda pada semua orang pada Kiano miliknya.
Danisa tak tahu apa yang terjadi, tetapi secara tiba-tiba, sorakan terdengar dari gerombolan itu. Berikut dengan wajah Isabella yang mendongak. Mereka ciuman?
Danisa menarik napas. Sesak kembali merasuk di dada.
Ia lupa kapan ia pertama kali sadar bahwa dirinya sudah menjatuhkan hati pada seorang lelaki. Tetapi, ia ingat betul kapan hatinya patah berkeping-keping.
14 Februari. Hari yang disebut hari kasih sayang. Hari yang penuh dengan warna merah muda dan warna cerah lainnya. Hari saat banyak sekali orang membawa bunga atau cokelat untuk diberikan kepada orang yang mereka sukai.
Di hari yang terkenal spesial ini, Danisa sudah membulatkan tekadnya. Ia ingin menyampaikan perasaannya pada Kiano.
Sejak seminggu sebelumnya, ia sudah mempersiapkan apa yang dibutuhkan. Ia akan membuat kukis yang terbuat dari corn flakes berlapis cokelat. Mungkin, tidak seistimewa yang lain, tetapi, ia harap, semua yang ia persiapkan dengan sepenuh hati itu bisa sampai pada Kiano.
Daniel yang melihat Danisa hari itu cuma bisa terkekeh pelan. Dengan isengnya, ia malah mencomot satu buah saat Danisa belum sempat meletakannya di dalam toples.
"Lo entar dapet banyak dari cewek lain, ya! Jangan ambil punya gue!" Danisa menghardik.
Daniel tertawa sambil pergi dari dapur. Meninggalkan Danisa dengan cokelat-cokelatnya. Lelaki itu sudah tahu lama bagaimana perasaan sang adik pada sahabatnya.
"Kapan lo mau kasih cokelatnya ke Kiano?" tanya Daniel begitu mereka sampai di sekolah.
Danisa mengangkat bahu. "Mungkin pas istirahat. Gue mau ke ruang klub fotografi. Kemarin udah janjian sama Kak Kiano buat minta dokumen foto acara awal tahun."
"Bilang aja modus!" ejek Daniel dengan senyum khasnya. Ia kemudian mengulurkan tangan, mengacak-acak rambut Danisa. "Good luck kalau begitu."
Danisa mengangguk pelan taktala Daniel meninggalkannya di lorong. Mereka berdua masing-masing menuju kelas. Dan sepanjang pelajaran, Danisa tak bisa berkonsentrasi akibat memikirkan rencananya bersama Kiano.
KAMU SEDANG MEMBACA
ODDINARY
Ficțiune adolescențiUPDATE NYA SETIAP HARI Follow dulu sebelum baca Comment dan vote nya biar aku makin semangat boleh loh hehe ***** Bagaimana rasanya kalau tiba-tiba satu proyek dengan orang yang disukai? Melayang? Kurang lebih, itu yang dirasakan Danisa ketika Kiano...