Out & Out (1) (DanielxGwen Preview)

8.2K 490 5
                                    

Nggak tahu, ya. Tiba-tiba pengen banget bikin Daniel x Gwen gitu. Memang ada plotnya tapi aku maju mundur. Besides, kalau dibuat ceritanya, mereka berdua bakalan 18++ banget sih. So, maybe, here's some preview of them!

WARNING: mengandung konten sensitif & dewasa

*****

Gwen tersenyum kegirangan saat berhasil menekan kode kunci pada sebuah pintu apartemen. Ia bahkan harus menutup mulutnya akibat ingin memekik kegirangan.

Perempuan satu itu membuka pintu lalu memandangi ruangan yang sering ia datangi tersebut dengan jantung berdegup kencang. Di tangannya, ada sebuah kotak kue dan sebotol minuman juga sebuket bunga. Dengan hati-hati, ia meletakan barang bawaannya di dalam kulkas yang terletak di bagian belakang apartemen.

Gwen kemudian menanggalkan blazer merah mudanya dan meletakan asal di atas kursi makan. Menampilkan bralette hitam dengan celana pendek ketat di dalamnya. Sepintas, ia melirik ke arah kaca yang menjadi aksen rumah tersebut. Menatap tubuhnya sendiri. Malam ini, ia akan membuat semuanya jadi spesial.

Sudah dua tahun sejak kepergian Khafa. Tahun lalu, Gwen bertemu dengan seorang lelaki yang sangat mirip dengan mantan kekasihnya itu. Arlo, namanya. Seorang aktor laki-laki berusia lima tahun lebih tua keturunan Indonesia-Italia.

Arlo selalu mengingatkan Gwen akan Khafa. Walaupun berulang kali Gwen sudah memantrai dirinya sendiri agar tak terobsesi pada mantan pacarnya itu, ia tidak bisa mengabaikan bahwa perlakuan Arlo sama persis dengan Khafa. Membuat Gwen bertanya-tanya, apakah lelaki yang lebih tua selalu memperlakukan kekasihnya dengan cara seperti ini?

Sebulan, dua bulan, satu tahun sudah Gwen menjalin hubungan dengan Arlo. Lelaki itu begitu romantis setiap saat dan malam ini, mungkin, saatnya Gwen yang gantian menjadi romantis.

Ia sudah mempersiapkan semuanya. Malam ini, ia ingin merayakan hari jadi mereka yang pertama dengan istimewa.

Gwen membuka pintu kamar Arlo yang tak terkunci. Ia tahu, Arlo tengah pulang ke apartemennya dan sampai dalam beberapa belas menit. Perempuan itu pun berencana masuk ke dalam lemari, bersembunyi dan berencana akan mengagetkan Arlo nanti.

Tangan Gwen mengambil ponsel. Ia mengetik pesan yang menyatakan bahwa dirinya mengantuk dan ingin tidur tetapi masih ingin juga menelepon malam. Tak lama, balasan dari Arlo muncul, menyatakan bahwa dirinya sudah sampai parkiran dan menyuruh Gwen tidur lebih dulu.

Gwen tersenyum senang. Seraya membalas kata 'OK', ia buru-buru masuk ke dalam lemari. Lima menit berlalu, suara kode pintu apartemen yang terbuka membuat dada Gwen semakin berdebar.

"Kamu yakin aku nggak perlu nunggu di luar sementara kamu teleponan sama bocah itu?" Sebuah kalimat bersuara perempuan terdengar dari luar.

Gwen mengerutkan dahi. degupan jantungnya punya makna lain secara tiba-tiba.

"Nggak perlu!" Suara Arlo terdengar. "Dia pasti udah tidur."

Gwen mulai merasa sesak. Bukan karena kurang oksigen, tetapi, ada rasa sakit yang menjalar tanpa sebab.

"Besok malam, kamu pergi sama dia?" tanya perempuan itu lagi.

"Uhum, setiap hari, kerja bocah itu ngomongin soal hari jadi mulu! Capek dengarnya!" keluh Arlo dengan nada sebal. "Terus ngomongin mantannya mulu!"

Gwen menahan napas di dalam lemari. Air mata benar-benar di pelupuk.

"Mantannya itu keluarga Kencana, kan? Khafa, bukan? Yang udah meninggal itu?" Perempuan itu terdengar berpikir. "Apa bagusnya cowok itu selain anak orang kaya?"

"Nggak ada!" Tawa Arlo pecah. "Tapi aku harus tahan-tahanin sama anak kecil itu. Keluarganya konglomerat. Aku dengar, bahkan dia bisa masuk dunia hiburan karena titipan."

"Ya, aku juga dengar kayak gitu." Perempuan tak dikenal itu menjawab. "Tapi, aku rasa, dia segitu sukanya sama kamu. Buktinya, dia nggak jadi ke Amerika buat kuliah dan milih buat pacaran sama kamu. Oh, poor baby girl!"

Tawa Arlo terdengar. "Dia itu anak orang kaya. Mau ke Amerika besok juga bisa. Nggak sekolah pun, dia bisa tetap makan," sindirnya.

"Makanya kamu manfaatin anak itu, kan?"

"Uhum," gumam Arlo. "Ngomong-ngomong, aku malas ngomongin anak itu. Lebih kangen sama badanmu."

"ARLO!" pekik perempuan itu.

Gwen tidak tahu apa yang Arlo tengah lakukan dengan perempuan tersebut di depan. Desahan tampak begitu jelas terdengar dengan lenguhan yang menggebu.

Pintu kamar terbuka. Dari celah lemari, Gwen bisa mengintip pasangan di depannya sedang bercumbu mesra. Si perempuan sudah setengah telanjang.

Mata Gwen membelalak. Perempuan itu... Rana? Aktris figuran yang baru-baru ini menjadi peran pendukung dalam film mereka. Ia berpasangan dengan Arlo sebagai gadis yang ditaksir Arlo.

Gwen tak keburu memproses lebih lanjut. Matanya melihat mulut Arlo menghisap kuat dada Rana. Tangan lelaki itu masuk ke dalam inti tubuh Rana. Desahan terdengar begitu bernafsu. Menyaksikan membuat Gwen ingin muntah.

Sontak, Gwen membuka lemari. Menunjukan dirinya. Membuat pasangan di depannya terkaku tiba-tiba.

"Wow! Look at this!" Berusaha menyamarkan getar, Gwen berucap dengan nada tajam. Ia tak ingin terlihat lemah. Dan tolong dicatat, Gwen punya kemampuan akting yang mengagumkan, bukan karena anak titipan.

Rana buru-buru berlindung di balik tubuh Arlo. Kaget dengan Gwen yang tiba-tiba muncul dari balik lemari. Malu juga dengan tubuhnya yang telanjang.

"G-Gwen?" Arlo tergagu.

Gwen terkekeh pelan. "Gue ke sini mau bikin kejutan. I thought today is our anniversary. Dan lo tahu gue memang sangat amat merasa hari jadian itu penting. Lo yang seharusnya paling tahu bahwa waktu gue nerima lo, gue bilang kalau ini adalah titik balik gue buat move on dari Khafa." Ia menyunggingkan senyum. "Ternyata, titik balik itu dianggap remeh sama lo, ya?"

"Gwen... itu..."

"And her? Sejak kapan kalian berhubungan?" Gwen dengan tajam bertanya. "Oh, wait! Gue nggak butuh tahu soal itu."

Arlo tergagu. "I can explain."

"Mau jelasin apa, Arlo? Lo selama ini cuma manfaatin gue? Khafa nggak lebih dari anak orang kaya? Apa lagi?" Nada Gwen naik. Ia marah. Semua orang boleh mengatainya tetapi tidak dengan membicarakan hal jelek soal Khafa. "We are done."

Tanpa banyak bicara lebih lanjut, Gwen mengambil tasnya lalu berjalan pergi sambil membanting pintu keras-keras. Ia berjalan cepat ke arah lift dan tepat ketika masuk ke dalam kotak besi yang mengantarnya turun, gadis itu ambruk dengan tangis.

Ia pikir, Arlo adalah lelaki yang tepat untuknya. Ia pikir, Arlo dikirim Khafa untuk menjaganya. Kenyataannya, ia terlalu naif. Arlo hanya memanfaatkannya.

Selama satu tahun, Gwen berjibaku dengan ayahnya terkait hubungannya dengan Arlo yang sama sekali tidak disetujui. Gwen membatalkan kepergiannya ke Amerika hanya karena ingin lebih dekat dengan Arlo, walaupun secara diplomatis menyatakan bahwa dirinya ingin terus berkarir di dunia hiburan. Gwen mengorbankan banyak hal untuk Arlo. Dan semua hanya untuk kesia-siaan.

Dan lagi, Gwen merindukan Khafa. Jika Khafa adalah kekasihnya, lelaki satu itu pasti akan sangat marah kalau Gwen mengorbankan pendidikannya. Khafa akan selalu di sana, setia, menunggu, tak pernah sekalipun ingkar.

Lagi, untuk ke sekian kalinya, Gwen membandingkan Khafa dengan semua orang. Ini terlalu menyakitkan. Sepertinya, Gwen masih menginginkan Khafa dalam hidupnya.

ODDINARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang