20. Ayo Kita Menikah

886 23 0
                                    

Deriel memperbaiki cara duduk Kirana dipangkuannya. Awalnya menyamping kini telah mengangkanginya tanpa melepas pagutan diantara mereka. Deriel membuka matanya sekilas, tangan yang ia kunci tadi ia lepas karena tidak memberontak lagi.

Dia masih melumat habis bibir Kirana yang terasa menebal karena ulahnya.

Lama kelamaan alisnya mengernyit ketika tidak ada sama sekali rasa aneh yang timbul. Ciuman yang ia lakukan sekarang lumayan erotis, Kirana sudah mengangkanginya lalu permainan lidah mereka harusnya cukup untuk membangkitkan libidonya.

Deriel melepas pagutan diantara mereka. Lalu menurunkan Kirana dari pangkuannya membuat wanita itu menatapnya dengan wajah bertanya.

"Kenapa?" Deriel masih diam, membuat Kirana bingung.

Deriel menghela nafasnya berat. Apakah waktu itu dia salah?
Dulu hanya memeluk wanita ini dia merasakan hal aneh pada selangkangannya tapi sekarang kenapa tidak ada?

"Kiran... Ayok kita menikah" ucapannya membuat Kirana membulat.

"Menikah?" Deriel mengangguk.

"Ayok kita menikah, kalau kamu mau besok kita bertemu orang tuaku"

"Aa..apa? Ini terlalu cepat Ril, aku belum memahami dirimu, kamu juga belum memahami ku"

"Itu hal yang gampang, kita akan belajar memahami setelah kita menikah, kamu mau kan?"

"Sungguh ini terlalu cepat bagiku" Deriel memegang kedua bahu Kirana membuatnya menatap pria itu.

"Aku menerima segalanya dirimu Kiran, yang perlu kamu jawab sekarang iya atau tidak?"

Kirana terdiam sesaat, apakah dia menerima saja lamaran tiba-tiba ini?

"Bolehkah aku minta waktu berpikir?"

"Baiklah... Besok aku tunggu jawabanmu, aku pergi dulu" Deriel mengecup pelipis Kirana lalu meninggalkan wanita itu yang masih terdiam mencerna apa yang terjadi barusan.

Kirana menoleh kearah pintu yang masih belum tertutup. Ia menghela nafas untuk menormalkan detak jantungnya yang berdegup kencang.

Kirana menutup pintu dengan pikiran yang linglung. Ia menoleh menatap jam dinding ini sudah tengah malam tapi rasa ngantuk belum kunjung tiba.

Ia meletakan telapak tangannya diatas dadanya yang masih berdetak kencang sedari tadi. Ajakan pria beberapa saat lalu selalu terngiang ditelinganya mungkin itu penyebabnya.

Kirana saat ini sedang berbaring terlentang menatap langit-langit kamarnya.

Ia harus tidur sekarang kalau tidak besok dia akan terlambat masuk kerja.

★★★

Dilobi perusahaan Deriel terlihat wanita yang sedang lari tergesa-gesa, wanita itu adalah Kirana, dirinya terlambat bangun. Kariyawan menyapanya sudah tidak ia perdulikan, ia masuk ke lift yang terbuka dan menekan nomor lantai ruangan Deriel.

Walaupun dirinya seorang sekretaris merangkap sebagai pacar tetap harus profesional.

Ehemm

Deheman keras membuat Kirana terlonjak kaget saat keluar dari lift yang membawanya kelantai dimana ruangan sang bos.

Kirana menggaruk belakang kepalanya salah tingkah.

"Maaf.." ucap Kirana menunduk ketika wajah Deriel menunjukan raut dingin.

"Ikuti aku" ucapnya tegas.

Deriel memutar tubuhnya masuk keruangannya, Kirana mengikuti dengan patuh. Kalau sudah begini dia akan mendapat hukuman.

"Iya atau tidak?" Kirana mengangkat dagunya menatap pria yang berdiri bersandar dimeja kerjanya.

Rasa gugup yang sedari tadi ia rasakan hilang entah kemana ketika mendapat pertanyaan itu. Ia yakin dia tidak akan mendapat hukuman.

"Jawab Kiran" Kirana mendengus.

"Kamu sedang menunggu jawaban atau sedang mengajak berkelahi?" Kirana menunjuk wajah Deriel. Ia sungguh kesal dengan pria ini.

Deriel menghela nafasnya lalu menormalkan dirinya.

"Jawab saja, iya atau tidak?" Kirana diam, sungguh dirinya ingin dilamar dengan suasana romantis bukan dengan cara seperti ini.

"Tidak" Kirana berbalik bermaksud untuk pergi dari ruangan itu.

Tapi tubrukan yang ia rasakan menghentikan langkahnya. Pria itu memeluk nya dari belakang.

"Serius? Kamu menolakku?" Tanya Deriel  pelan.

"Kalian sedang apa?" Suara itu membuat  kedua insan yang berada diruangan itu terkejut.

"Mama?" Deriel melepaskan pelukannya. Sedangkan Kirana berdiri kaku. Mereka tidak sadar dan tidak mendengar pintu terbuka.

"Kenapa tidak mengetuk pintu?"

"Besok ajak Kirana kerumah dan kenalkan kepada mama dan papa" Yusnita menutup pintu kembali, senyuman terbit ketika mendapati anaknya memeluk wanita cantik itu. Kabar bagus. Gumamnya.

To be continue

Suamiku Impoten? [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang