21. Pengen Di lamar

802 25 0
                                    

Kirana ternganga ketika telah mencerna ucapan wanita paruh baya barusan. Deriel yang melihat Kirana yang terdiam menahan senyum.

"Sudah dengarkan tadi?"

"Jadi besok, aku jemput dirumah oke?" Kirana menatap Deriel sengit.

"Tidak ada bantahan" Deriel langsung mendorong punggung Kirana keluar dari ruangannya.

"Ta..tapi" Kirana mendengus ketika pintu bos tengil itu telah tertutup.

Kirana mencak-mencak mendekati meja sekretaris. Ia meletakan tasnya dengan kasar.

"Dasar pemaksa, egois, tengil" umpatan demi umpatan ia ucapkan dengan kesal.

★★★

Deriel keluar dari ruangannya, karena ini sudah waktunya pulang. Keningnya berkerut ketika tidak mendapati Kirana tidak ada ditempatnya. Apakah sudah pulang? Deriel merogoh ponselnya bermaksud menelepon Kirana.

Ponsel Kirana tidak aktif. Deriel melanjutkan langkahnya. Ia akan menghampiri wanita itu dirumahnya. Pasti wanita itu menghindarinya.

Deriel mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, jalanan sekarang terlihat ramai dengan kendaraan karena memang sudah jam pulang kantor.

Matanya memperhatikan orang-orang yang berjalan santai di bahu jalan yang dikhususkan untuk pejalan kaki.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi yang menandakan ada yang meneleponnya. Deriel menyambunya ke blutooth mobil.

"Ada apa Sen?"

"Bang De.. kak Kirana ada disini, kenapa Abang tidak ikut?"

"Sedang apa dia?"

"Ini lagi curhat dengan Gea"

"Ya sudah aku kesana" Deriel merubah arah mobilnya. Tujuannya sekarang ke Kingston.

Saat ini Kirana sedang ngobrol dengan Gea, mereka menjadi teman setelah pertemuan pertama mereka dirumah Erin adik angkat Deriel.

"Jadi ka Deriel lamar kamu?" Kirana mendengus.

"Itu bukan lamaran Gea, mana ada lamaran yang seperti itu? Jujur aku pengen seperti wanita diluaran sana yang mendapat lamaran dengan bunga dan lain sebagainya, ngerti kan?" Gea menganggukkan kepalanya paham. Siapa yang tidak mau seperti itu?

"Tapi dasarnya pria itu pemaksa" ucap Kirana kesal.

"Terus ka Kiran kenapa tidak ngomong jujur sama ka Deriel? Kalau ka Kiran mau lamaran yang romantis?"

"Ada yang begitu?" Tanya Kirana mendelik menatap Gea. Gea menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Benar juga sih emang ada wanita seperti itu?

Pria yang mendengar obrolan kedua wanita itu melangkah pergi untuk mengunjungi Seno dilantai atas cafe.

"Terus perasaan ka Kiran untuk ka Deriel gimana?"

"Entahlah Ge, sebelum ketemu Deriel hidup aku selalu monoton dan tidak pernah berpikir bahwa akan ada laki-laki yang akan membawaku atau menikahiku, hidup sebatang kara membuatku tidak pernah bermimpi kesana tapi setelah bertemu dengannya, hidup aku yang tadinya biasa saja menjadi berwarna, dia yang selalu menggangguku kadang perhatian membuatku terbawa perasaan ingin memilikinya" Gea menatap Kirana yang sudah menampilkan wajah sendu.

"Tapi aku merasa tidak pantas bersanding dengannya, jangankan harta, keluargapun aku tidak memilikinya" Kirana mendongak kepalanya agar air mata yang mendesak keluar tidak jatuh. Gea meraih tangan Kirana.

"Kak Kiran jangan ngomong gitu, ka Deriel itu pria baik, dan pria baik pasti akan menerima wanitanya apa adanya, aku yakin kak Kiran bahagia bersama kak Deriel"

"Dan juga, kak Kiran tidak sendiri lagi, anggap saja aku adik kak Kiran, oke?" Kirana terharu mendengar ucapan Gea.

"Makasih ya Ge," Gea mengangguk.

"Sama-sama,oh iya ka... Bentar ya, jangan kemana-mana"

"Kamu mau kemana?"

"Ke belakang sebentar, tunggu bentar ya" Kirana mengangguk. Ia melihat-lihat ponselnya sembari menunggu Gea balik dari belakang.

To be continue

Suamiku Impoten? [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang