26. Suami Harus Peka.

1K 22 0
                                    

1 BULAN KEMUDIAN.

Setelah pertemuan keluarga sebulan yang lalu, Kirana setuju bahwa mereka akan menikah pada bulan yang akan datang, tepatnya hari ini.

Karena Kirana sudah tidak memiliki keluarga yang bisa menjadi wali nikah maka yang akan menikahkan Kirana dengan lelaki pujaannya, Deriel Alfiansyah adalah wali hakim.

Kirana bersemu merah saat dirinya merasa sedang di tatap intens oleh seseorang.

Dirinya merasa gugup saat ini, pipinya terasa panas kemungkinan sudah memerah.

Kasur yang ia duduki sekarang telah bergerak karena orang yang tadi sedang menatapinya duduk disebelahnya.

Siapa lagi kalau bukan Deriel Alfiansyah sang suami yang tadi siang telah menghalalkan nya dimata Allah SWT.

Ya, Kirana Widyanti dan Deriel Alfiansyah telah sah menjadi suami istri.

"Kamu gugup?" Kirana mengangguk.

Deriel terkekeh.

"Ck... Ada yang lucu?" Deriel menggaruk belakang kepalanya saat Kirana menatapnya garang.

"Nggak ada sih... Sana ganti baju, pakaiannya ada di koper sana kan?" Kirana mengangguk.

Kirana mengambil baju ganti dan masuk kedalam kamar mandi. Tubuhnya lelah hatinya gundah, apakah malam ini dia akan menyerahkan hak suaminya?

Kirana menangkup pipinya yang terasa panas saat membayangi yang tidak-tidak.

Ketukan pintu terdengar.

"Kiran... Kok lama? Kamu mandi? Nggak usah mandi, ini udah tengah malam nanti sakit, besok pagi aja mandinya"

"I...iyaa..." Balasnya singkat.

★★★

Aku kini sedang menatap wanita yang telah menjadi istriku. Dia terlihat damai jika sedang tidur seperti ini.

Hatiku senang bahwa kini aku telah menjadi seorang suami dari seorang wanita bernama Kirana Widyanti.

Aku membaringkan tubuhku disampingnya lalu memiringkan untuk memeluknya.

Tubuhku lelah, mataku sayu karena ngantuk sampai akhirnya tertidur dengan tanganku berada di atas perutnya.

Aku merasakan cahaya menyinari wajahku, aku menghalau dengan tanganku, aku mengerjab agar mataku tidak terlalu silau.

Pandangan ku melihat kesebelahku yang sudah kosong.

Ceklek.

"Udah bangun?"

"Baru aja" ucapku dengan serak karena baru bangun tidur.

"Ya udah mandi, aku siapin sarapan" aku mengangguk dan turun dari ranjang menuju kamar mandi.

★★★

Aku turun setelah mandi, kakiku langkahkan kearah meja makan yang berdampingan dengan dapur.

"Hawa orang baru nikah emang beda ya pa..." Aku tidak menanggapi ucapan mama hanya mataku melirik sesaat pada istriku yang menunduk malu-malu.

Mereka semuanya sudah berada di meja makan. Aku melihat-lihat keluarga dari mama dan papa sepertinya sudah pulang karena tidak terlihat lagi.

"Om sama bibimu sudah pulang katanya ada kerjaan" Aku mengangguk.

"Oh iya... Habis ini siap-siap gih!"

"Kemana?" Aku mengernyit bingung.

"Bulan madu, mama sudah siapkan tiketnya" aku terdiam.

"Mama buang-buang duit" ucapku.

"Enggak, tenang aja masih banyak tabungan mama, lagian kamu kenapa nggak ada rencana bulan madu? Pengantin baru harusnya bulan madu biar cucu mama segera hadir, sebagai suami jangan terlalu perhitungan"

"Mama bukan gitu, soal bulan madu bisa juga kami atur kemana aja asal masih di kota, spot nggak kalah bagus kok"

"Enggak, jangan protes oke? Kiran sayang... Siap-siap ya.." Kirana mengangguk dengan senyuman.

"Lihat... Istrimu antusias banget, suami harus peka" aku menatap wajah istriku yang tersenyum ceria tidak seperti tadi.

Setelah selesai sarapan Kirana segera menyiapkan keperluan bulan madu mereka.

"Maaf ya.. aku tidak peka kalau kamu berkeinginan untuk bulan madu" Kirana menoleh menatapku.

"Iya... Aku maafkan" ucapnya tulus lalu melanjutkan kegiatannya.

To be continue

Suamiku Impoten? [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang