23. Kejutan

731 20 0
                                    

"kak Kiran masuk saja dulu ya... Ada yang kelupaan di taksi tadi" Gea mendorong pelan Kirana masuk ke cafe. Kirana bingung. Ini ada apa?

Dia mau pulang tapi gadis itu memaksa dia ke cafe lagi tanpa ada alasan. Kirana masuk ke cafe.

Tapi aneh, kok lampunya temaram begini? Kirana merasa takut, karena dicafe ini cuma Gea yang akrab dengannya.

Kirana membalikan tubuhnya bermaksud memanggil Gea.

"Kirana?" Kirana membalikan lagi tubuhnya mendengar suara familiar.

"Deriel?" Kirana melotot melihat pria yang sedang berdiri didepannya, perasaan dia tidak melihat siapun tadi.

Deriel mendekati Kirana yang terbengong didepan pintu.

Deriel meraih pergelangan tangannya lalu menyeretnya pelan.

Kirana melepas tangan Deriel.

"Kamu mau membawaku kemana? Bisakah tanpa menyeretku?" Ucap Kirana kesal. Tadi Gea yang terus menyeretnya lalu sekarang Deriel.

Deriel terkekeh pelan lalu merangkul bahu Kirana membuat wanita ini salah tingkah.

"Aku ada sesuatu" alis Kirana menyatu. Sesuatu?

Kirana membiarkan Deriel membawanya, ke arah pintu belakang.

"Kemana sih?" Kirana tidak bisa menahan rasa penasaran.

"Nanti kamu akan tahu" Deriel membuka pintu, Kirana mengangkat alisnya melihat lampu hias berjejer, matanya menyusuri lampu itu sampai dia terpaku pada meja yang sudah dihiasi lilin.

Deriel membawa Kirana kearah meja yang sudah dihias tersebut, lalu menggeser mundur salah satu kursi, Kirana duduk di kursi tersebut.

Jujur jantung Kirana saat ini berdetak kencang, rasa bahagia merasuk perlahan kedalam hatinya melihat meja yang dipenuhi dengan hidangan mewah dan juga cemilan coklat yang sangat ia sukai.

"Gimana?" Tanya Deriel. Kirana menatap Deriel.

"Ini untuk aku?" Deriel mengangguk.

"Iya untuk kamu" ucap Deriel tersenyum.

"Silahkan di cicipi" Kirana memegang garpu dan sendok mulai menyendok menu yang sudah tersedia di piringnya.

"Semoga suka ya..." Kirana mengangguk.

"Makasih"

Keduanya menikmati hidangan diatas meja dengan perasaan bahagia. Tak lama keduanya selesai.

Kirana menampilkan raut bertanya melihat Deriel berdiri dan berpindah kesamping kursinya.

Tiba-tiba pegawai cafe keluar dari tembok yang tertutup kain putih yang tidak jauh Deriel dan juga Kirana.

Pegawai tersebut menyerahkan bunga yang diambil oleh Deriel, setelah bunga sudah berada ditangannya lalu Deriel berlutut dihadapan Kirana dengan bunga terjulur kearah Kirana. Kirana menutup mulutnya melihat Deriel.

"Kirana Larasati... Maafkan aku menjadi laki-laki yang tidak peka, yang tidak memahami dirimu, jujur aku bukan laki-laki romantis seperti para pria diluaran sana, tapi hari ini aku memberanikan diri, maukah kamu menjadi istriku?" Kirana terharu, matanya berkaca-kaca, dadanya berdetak kencang, rasa bahagia menjalar ke tubuhnya.

"Aku..." Deriel menahan nafasnya, ia tatap mata Kirana. Sungguh dirinya gugup saat ini.

"Aku tidak bisa... Menolaknya" Deriel tersenyum lega lalu berdiri, ia rengkuh tubuh Kirana.

"Makasih sayang" bisik Deriel. Kirana mengangguk.

"Cieee.... Selamat yaaa..." Ucap Gea. Deriel melepas pelukannya.

Kirana berdiri, Gea mendekatinya dan memeluknya.

"Makasih ya Ge" Gea mengangguk. Gea berdiri dibelakang Deriel.

Deriel merogoh sesuatu dari kantong celananya lalu meraih telapak tangan Kirana.

Deriel memasangkan cincin dijari manis Kirana, kemudian mengecupnya lembut. Kirana menatap cincin yang terlihat sederhana itu.

Tepuk tangan Gea, Seno dan juga pegawai cafe terdengar.

"Selamat ya bang" Seno menghampiri Deriel memberikan pelukan ala-ala pria.

"Makasih ya Sen" Seno mengangguk.

"Sama-sama" Seno bahagia akhirnya abangnya menikah.

"Jadi gitu? Mau lamaran nggak ngundang?" Ucap suara membuat Deriel dan Kirana menoleh.

To be continue

Suamiku Impoten? [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang