24

720 19 0
                                    

Wanita yang sedang menggendong bayi lucu itu mendekati Deriel dengan wajah sinis.

"Mentang-mentang mau kawin lupa sama aku" ucapnya sinis. Deriel menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Wanita itu menoleh kearah Kirana yang tersenyum canggung. Raut sinis di wajah wanita itu berganti dengan wajah sumringah.

"Selamat ya Kaka ipar" ucapnya sembari cipika-cipiki.

"Makasih.."

"by..mana suamimu?" Tanya Deriel tak melihat Arkan suami Erin adiknya.

"Ada.. bentar lagi kesini" jawabnya mendelik.

"Tega banget nggak kasih tau aku"

"Bukan begitu, ini aja kalau bukan ide Seno nggak bakal ada dan ini dadakan" Erin mendengus mendengar penjelasan Deriel.

"Alah... Alasan"

"Iya kan nak? Om kamu cari-cari alasan aja kan?" Erin mengajak ngobrol anaknya Kane untuk menyindir Deriel.

"Udah-udah sekarang kita makan bareng aja, tapi bentar aku siapin dulu" Seno menghentikan ocehan Erin membuat Erin mendengus.

Seno mengkomando pegawainya untuk menyiapkan meja dan kursi sekalian menyiapkan makanan untuk sahabat-sahabatnya.

Acara lamaran sederhana dengan tema 'tiba saat tiba akal' akhirnya berjalan dengan lancar. Lamaran itu sudah cukup membuat Kirana bahagia ditengah-tengah keluarga Deriel.

"Lamarannya sudah diketahui oleh Tante Yus kak?" Erin  makanannya sembari menatap Deriel.

"Belum... Tapi besok disuru datang kerumah"

"Hmm..gitu.. kabar mereka gimana? Lama aku nggak ketemu Tante sama om"

"Mereka baik-baik saja"

"Syukurlah"

★★★

Kirana sedang membayangi lamarannya tadi di cafe. Senyum bahagianya tidak luntur sedari tadi tapi seketika wajah itu berubah sedih. Lalu matanya menoleh ke dinding kamarnya yang tertempel foto kedua mama papanya.

"Ma.. pa... Anakmu dilamar" Kirana mndongak keatas untuk menghalau air matanya jatuh.

Kirana teringat saat-saat terakhir ayahnya waktu itu.

"Kirana... Bagaimana kamu akan menikah nanti nak?" Ucap papanya khawatir.

"Maafkan papa nak... tidak bisa mendampingi mu nanti jika menikah" ucap Papanya diujung sakaratul mautnya. Pria paruh baya itu khawatir pada anak semata wayangnya ini dimasa depannya.

Air mata yang ia bendung akhirnya luruh juga. Rasa rindunya kepada ayahnya hanya bisa ia obati dengan potret usang yang berada di dinding kamar ini.

Berat rasanya jika merindukan seseorang yang sudah berbeda dunia dengan kita, ingin bertemu tapi tidak bisa, ingin memelukpun apalagi.

"Ma..pa... Aku janji akan jadi istri yang baik buat suamiku, mohon doakan aku disana" ucapnya kelu, sesaat ia menghembuskan nafasnya pelan sembari menghapus air matanya. Dia tidak bisa seperti ini. Orang tuanya sudah bahagia disana.

Kirana melirik jam kecil yang berada di meja nakas. Sudah jam sepuluh malam. Dia membaringkan tubuhnya dikasur bersiap untuk tidur.

Ditempat lain diwaktu yang sama, Deriel sedang terlentang dikasurnya, tadi Kirana terlihat cantik menawan.

Tapi apakah melamar gadis itu adalah pilihan yang tepat? Deriel bangun dari tidurnya, dia mengusap wajahnya, ini membuat pikirannya tidak tenang.

Lalu dia turun dari ranjang untuk mengisi tempat air minum yang sudah kosong. Deriel adalah pria yang tidak bisa ketinggalan air putih.

Saat didapur Deriel terdiam sesaat membayangi wajah Kirana. Senyumnya terpatri dibibir nya saat ini.

Besok dia akan membawa Kirana bertemu orang tuanya.

★★★

"Selamat pagi cantik" ucap Deriel ketika Kirana keluar dari lift.

"Pagi juga..." Balasnya tersenyum, ia menatap pria yang tersenyum didepannya ini.

"Saya tidak terlambat kan?" Tanya Kirana sembari melihat jam dipergelangan tangannya.

"Tidak..." Deriel meraih pergelangan tangannya lalu membawanya masuk keruangannya.

Kirana mengernyit bingung.

"Ada apa?"

"Jadi gini... Malam ini kita ketemu mama papa ya..?!" Ucap Deriel memberitahu.

Kirana terpaku sesaat.

"Ngapain?"

"Ngenalin kamu secara resmi kepada mama papa"

"Nggak terlalu cepat?" Deriel menggeleng.

"Tidak... Justru mama menyuruhku secepatnya ajak kamu kerumah"

"Mau kan?"

"Ya udah.." ucap Kirana mengangguk.

"Sip... Kalau gitu sana kembali kemejamu" Kirana mendengus lalu berdiri. Deriel terkekeh. Sudah lama ia tidak melihat raut wajah kesal itu dari Kirana.

To be continue

Suamiku Impoten? [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang