CHAPTER 17

12K 1K 71
                                    

.
.
.

Adel terduduk sambil bersandar pada dinding depan kamar Alderian, memeluk lututnya. Airmatanya tak berhenti mengalir, pelukannya pada boneka koalanya semakin erat.

Kenapa? Kenapa dia begitu sedih hanya karena Alderian mengabaikannya selama seminggu ini? Padahal di kehidupan sebelumnya Adelia tidak pernah sampai merasakan ini karena tau bahwa Ayahnya itu memang membencinya.

Tapi kenapa? Kenapa sekarang Adelia sangat takut jika Alderian membencinya?

Apa Adelia mulai sayang pada Ayahnya? Bagaimana dengan tujuannya kalau begitu?

Tidak, tujuannya tidak akan pernah berubah. Tapi...

"Ayah..." Isakannya semakin lirih, Adelia menenggelamkan wajahnya di balik lutut. Sangat lama dalam posisi itu hingga tak terasa dia akhirnya tertidur disana.

***

"Na?" Alderian menyunggingkan senyumnya ketika melihat Kana berdiri tak jauh darinya.

Wanita itu memakai dress putih selutut, rambutnya tergerai dengan indah menatap lurus padanya. Kana tidak berubah, istrinya itu tetap cantik.

"Kana-"

"Jangan mendekat."

Langkah Alderian seketika membatu, dia memandang Kana dengan bingung serta panik ketika alih-alih memberikan senyuman, wanita itu malah menatapnya murung.

"Na?"

"Adelia juga putri kita kan, Al?"

Lidah Alderian mendadak kelu, dia perlahan mengangguk kecil.

"Terus kenapa? Kenapa kamu ngelakuin itu?" Tanya Kana sendu "Adelia sayang banget sama kamu. Tapi kenapa.."

Alderian hanya diam.

"Aku nggak akan pernah maafin kamu kalau sampai terjadi sesuatu sama Adelia, Al. Ini kesempatan terakhir, kamu nggak akan pernah dapat kesempatan lagi kalau kamu sampai gagal melindungi Adelia kali ini."

Alderian terbangun dari tidurnya secara tiba-tiba, nafasnya tersengal-sengal. Dengan nafas yang masih tidak beraturan, Alderian terduduk diujung kasur sambil mengusap wajahnya kasar.

Mimpi barusan, setelah sekian lama akhirnya Kana muncul di mimpinya. Tapi Kana begitu marah memperingatinya soal Adelia, Alderian menghela nafas kasar.

Kana ternyata masih sama saja, tanpa dia datang untuk marah-marah di mimpinya pun Alderian memang sudah berniat untuk menemui Adelia pagi ini.

Alderian sadar dia sudah terlalu lama mendiami anak kecil itu apalagi sebentar lagi ulang tahunnya. Alderian ingat bagaimana Max dan Azel begitu antusias menyiapkan pesta untuk Adelia, tampaknya kedua putranya itu sangat menyukai adik bungsunya.

Lalu Alderian? Entahlah, Alderian tidak bisa mendeskripsikan perasaannya saat ini. Dia tidak benci Adelia, hanya saja setiap melihat anak itu ada perasaan sakit di lubuk hatinya.

Menghela nafas, Alderian bangkit dari kasurnya. Dia berniat untuk pergi ke ruang kerjanya karena teringat ada beberapa kerjaan yang sempat tertunda semalam.

Tapi begitu dia baru saja membuka pintu dan berjalan keluar, pandangannya langsung tertuju pada satu sosok yang terbaring meringkuk di lantai, tengah menggigil.

Ekspresi seketika Alderian berubah,

"Hei," Gumamnya, dia berjongkok untuk menyentuh pipi gembul gadis kecil itu, memeriksa suhu badannya. Raut wajah Alderian tidak bisa di pungkiri "Adelia."

REBIRTH : ADELIA [AGRIENT STORY KE-2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang