Gadis itu berjalan menyusuri tempat persinggahan terakhir untuk orang-orang yang sudah bertemu dengan ajalnya. Dengan langkah pelan namun pasti akhirnya dia sampai disebuah makam yang sudah sangat tidak terawat. Sudah lama sekali Jisoo tidak datang mengunjungi makam sahabatnya itu.
"Maaf gw baru datang, Na." Jisoo mengusap pelan nisan yang bertuliskan nama sahabatnya. Menatap dalam pada makam yang sudah dipenuhi rerumputan liar itu.
Makam Bona sudah sangat usang, ya, karena tidak ada satupun yang mengurusnya, termasuk Jisoo sendiri. Gadis itu datang disaat dia sedang ada masalah, dan untuk hal itu Jisoo sangat-sangat menyesal. Padahal Bona adalah sahabat satu-satunya yang Jisoo punya.
Bona adalah seorang yatim piatu dan semasa hidupnya dia hanya mempunyai sang nenek disisinya, dan sekarang nenek pun sudah berpulang satu tahun setelah kepergian Bona. Itulah mengapa makam Bona sangat tidak terurus, Jisoo sangat merasa bersalah akan hal itu.
Perlahan Jisoo mulai mencabuti rerumputan liar yang tumbuh diatas makam Bona, "Maaf juga karna gw jarang kesini, gw bersihin rumah lo, ya."
Jisoo membersihkan rumah terakhir sahabatnya tak lupa dia kembali mengingat-ingat momen kebersamaan semasa putih biru bersama Bona. Putih biru adalah masa paling indah disepanjang hidupnya, ayahnya yang penyayang dan tidak terlalu menuntut, ibunya yang sehat, sahabat yang baik, serta Jisoo yang ceria. Kini semua keindahan itu hilang ditelan waktu. Semakin kesini, dia semakin merasa tidak bahagia.
Alasan Jisoo masih bertahan sampai detik ini adalah ibunya, hanya ibunya. Tidak bisa dibayangkan jika suatu saat nanti ibunya bertemu dengan ajalnya, bagaimana Jisoo akan menjalani hidup? Kemana Jisoo akan berjalan? Dan dimana Jisoo akan berlabuh? Semua itu ada pada ibunya.
Setetes cairan bening mengalir membasahi pipinya, Jisoo terisak saat mengingat kejadian yang menyesakkan dadanya. Kejadian dimana ibunya mengalami lumpuh total, hal itu membuatnya hancur. Tapi dia harus terlihat kuat agar ibunya tetap semangat menjalani kehidupan.
"Na, gimana rasanya disana? Seru ga?"
"Gw pengen kesana juga, Na, tapi kasian ibu sendirian disini." Gadis itu menunduk didepan makam yang sudah bersih itu, inilah yang dia lakukan jika berkunjung ke makam sahabatnya, menangis, mencurahkan semua yang ada di hatinya.
"Gw cengeng banget kan, Na. Itu karna ga ada lo yang ngejek gw lagi."
"Na, gw mau cerita tentang cowo, tapi gw takut ada yang dengar." Gadis itu menolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, mewanti-wanti jika ada yang mendengar percakapannya dengan Bona.
"Ga jadi deh, Na. Ketemu dalam mimpi ya nanti, biar gw ceritain disana aja." Terdengar aneh bukan? Tapi begitulah sifat Jisoo jika bersama sahabatnya. Walaupun Bona sudah tidak berada di dunia yang sama dengan nya, tetapi bagi Jisoo, Bona selalu berada disekitarnya.
"Udah sore Na, gw pulang dulu ya," Jisoo menaburkan bunga mawar yang sudah dia siapkan sebelum berangkat ke makam tadi, semerbak harum mawar langsung tercium di hidung nya.
"Gw janji, gw bakal sering-sering kesini."
____________________
Saat sampai di rumah, Jisoo disambut dengan kesunyian. Biasanya ada ibunya yang menunggunya di teras, tetapi yang ada hanya bibi yang sedang bersih-bersih dihalaman. Aneh, padahal ibunya sudah pergi dari tadi pagi tetapi sampai sekarang belum juga kembali.
Gadis itu berniat untuk menelfon sang ibu, panggilan pertama tidak diangkat, saat ingin melakukan panggilan kedua, dia samar-samar mendengar suara ibunya diluar rumah. "Ibu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
MY ICE GIRL [ON GOING]
Teen FictionBenang kusut yang terjadi antara dirinya dan sang Ayah mampu merubah watak Jisoo dari yang dulunya gadis periang dan memiliki senyuman yang indah menjadi gadis dingin dan tak berperasaan. Senyuman yang dulu sangat sering dia tampilkan sekarang tidak...