[12. Kangen papa] 🥺

7.8K 401 3
                                    

Menghela napas pelan, ini hari kelima Qilla berlatih bermain volly bersama Opa Marteo nya. Sedikit menyesal ketika di luar negeri tidak pernah latihan volly lagi.

Shhh

"Jangan melamun Qilla!" peringat Opa Marteo menatap tajam.

Tiba-tiba saja, bola volly sebesar itu menghantam kuat punggung kecilnya. Dia tersungkur, Qilla yang malang.

Kembali bangkit, kemudian mulai memfokuskan dirinya. Pada latihan kali ini, mereka sudah memasuki simulasi yaitu mempunyai tim serta musuh. Tak jarang, Qilla tersungkur karena tidak dapat passing menerima bola.

Alhasil bukan bola yang terjatuh di arena musuh, melainkan dirinya yang tersungkur menghantam permukaan lantai semen yang keras.

Lagi dan lagi, dia dimarahi oleh Opa Marteo karena secara tidak langsung Qilla merendahkan klan Adhitama yang menjunjung tinggi dunia atlet.

Marteo menghela napas, kemudian menyuruh mereka untuk rehat sejenak. "Istirahat, nanti lanjutkan kembali."

"Qilla, ayo makan dulu bibi suapin!" Teriak bibi Sandra dengan tangan berisi piring makanan.

Qilla menatap lelah, dengan lesu menghampiri sang bibi yaitu adik dari mendiang ayah nya. "Bibi capek," adunya.

Bibi Sandra mengelap pelan bulir keringat keponakan nya, "Makanya makan dulu, nanti kamu racunin aja ayah kalo masih marah-marah."

Bibi Sandra termasuk keluarga yang sangat menyayangi keponakan nya melebihi apapun, di karenakan dia tidak mempunyai keturunan.

Bahkan paman Devin yaitu suami dari bibi Sandra juga memanjakan Qilla seperti anaknya sendiri.

Alhasil selama latihan, Qilla tidak luput dari pemantauan paman dan bibinya.

"Tapi bibi nanti masih ada latihan, kalau isi perut jadinya nggak bebas gerak."

Paman Devin menatap tajam, "Ini udah jam 8 malam Qilla, dan kamu belum makan sedari tadi."

"Untuk latihan kali ini sudah cukup, setelah makan biar paman antar pulang!" ujar Devin tanpa bantahan.

Qilla menatap gelisah, "Tapi paman, nanti Opa marah kalau aku bolos!"

Sandra tertawa kecil, padahal ayah nya juga panik ketika melihat wajah lusuh sang cucu oleh karena itu memberhentikan latihan. "Nanti bibi bilang, sekarang makan dulu," sembari menyuapi Qilla.

Dengan binar bahagia, dia melahap suapan dari sang bibi. Tersenyum cerah, "Masakan bibi enak, tumis kangkung nya nggak pernah gagal!"

Namun, belum cukup dua suap masuk ke dalam mulutnya bunyi peluit sudah terdengar nyaring. Menandakan latihan kembali di mulai.

Qilla menatap panik, kemudian minum dengan tergesa-gesa. Ingin berlari ke arah lapangan, tiba-tiba lengan kecilnya di tahan oleh seseorang.

Ketika menoleh, ternyata yang menahan adalah Opa Marteo. Menatap datar cucunya, kemudian mendorong kembali ke tempat semula. "Habiskan makanan mu Qilla," titah nya pelan, kemudian berlalu menuju lapangan.

Qilla terdiam sejenak, kemudian melihat wajah sang bibi yang sudah tertawa geli. Entah apa yang lucu oleh nya.

"Bibi bilang juga apa, Opa kamutuh cuman gengsi. Mana mau nyiksa kamu sampai malam," tuturnya kemudian melanjutkan suapan selanjutnya.

Qilla diam, tidak bukan bingung. Dia sedang menikmati betapa gurihnya ikan nila yang digoreng sampai kering ditambah dengan tumisan kangkung.

Mantap, biarkan saja Opa nya. Ini kesempatan bagus, tidak sia-sia wajah sendu nya.

Manipulative Behavior [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang