Empat Puluh

9.5K 708 14
                                    

Athan masuk ke kamar tidur Nana, rasa bersalah masih ada di dalam dirinya, sebelum pergi tidur dia ingin memastikan keadaannya.

Tidak pernah dia melihat wajahnya setenang ini semenjak sadar dari koma. Mereka hanya bertemu beberapa kali, tapi Athan tahu kalau wanita di hadapannya ini sedang lelah mental dan fisik, wajahnya selalu terlihat sendu tanpa senyuman, dia seperti dandelion terlalu lemah untuk disentuh dan akan terbang jika di tiup.

Athan duduk di tepi kasur, memperhatikan wajah tertidur itu.

Tidak pernah terpikir olehnya rasa benci yang begitu mendalam pada wanita ini menghilang begitu saja setelah mendengar pernyataan yang terlalu mustahil untuk menjadi nyata.

Athan sangat bodoh.

Apa yang telah ia lewatkan...

"Siapa?" Nana terbangun dari tidurnya, dia memang agak sensitif jika ada seseorang yang tiba-tiba menghampirinya.

Dia masih takut dengan kejadian dulu.

"Kak Athan..." jawab Athan.

Nana menyalahkan lampu tidur, dia duduk dan menatap pria itu. "Maaf kak, aku agak sensitif."

Athan mengangguk mengerti. "Salah kakak masuk tanpa izin."

Nana tertawa geli. "Oh yah kak nama si kembar siapa? Aku penasaran, terus kakak ada foto mereka gak?"

"Ada." ujar Athan, dia mengeluarkan ponselnya dan membuka galeri. "Banyak banget, entah kenapa kakak suka fotoin mereka."

Nana mengambil ponsel Athan dan melihatnya. "Lucu banget, mirip kakak semua."

"Ghani dan Ghina, itu nama mereka."

"Umur mereka 2 tahun yah kak?"

Athan mengangguk. "Iya, 2 tahun."

Nana menggeser layar ponsel Athan, melihat foto-foto si kembar dari bayi hingga seusia sekarang, seperti perkataan Athan fotonya ada banyak, hampir semua isi galeri pria itu tentang si kembar.

"Waktu itu Mama kehabisan darah, dokter bilang harus milih, antara ibu atau anaknya, tapi meskipun ibunya selamat dia akan berakhir di kursi roda seumur hidup."

Nana mendengarkannya. "Tante Wulan pasti milih mereka kan?" Nana tahu, Tante Wulan adalah wanita yang lembut.

Athan mengangguk. "Mama setengah sadar waktu itu, dia bilang selamatkan anak-anaknya, Papa engga bisa berkata-kata dan menyetujuinya."

"Kalau aku pasti mati di tempat yah?" gumam Nana.

Athan menatap Nana lembut. "Kamu tahu kata dokter kalau waktu itu kamu engga meluk Mama mungkin bayi dan ibunya akan meninggal di tempat." Setidaknya Athan ingin kata-katanya memberikan sedikit ketenangan pada Nana.

Meskipun sudah mendapatkan maaf, Athan masih tetap merasa bersalah.

Dia ingin melakukan sesuatu, sesuatu yang hanya bisa dilakukan olehnya dan tentu saja membuat Nana bahagia.

Nana tertawa senang. "Aku ada gunanya ternyata." Dia senang mendengarnya.

"Heh, jangan ngomong seakan-akan kamu engga berguna." Athan berujar lembut.

Nana terkekeh pelan. "Aku pengen lihat mereka, si kembar." Dia ingin bertanya tentang banyak hal pada mereka.

Eh tapi umur 2 tahun sudah pandai berbicara kah?

Tidak tahu, yang jelas Nana ingin mengobrol dengan mereka.

"Nanti kakak bawa mereka kesini."

"Oke, aku tunggu yah, jangan bohong."

Leona (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang