Felix menatap pemandangan di hadapannya, fikiranya melayang. Mengingat gadis yang ia jadikan pacar bahkan sudah ia kenalkan pada kedua orang tuanya.
Gadis itu....apa sebenarnya yang membuat sosok Felix tertarik padanya??
Felix terus menanyakan itu pada dirinya sendiri, hah apa memang cinta itu tak ada alasan?
Jika iya mungkin itulah yang Felix alami sekarang, ia menyukai Amora Tampa alasan.
Tidak!
Felix tak mencintai Amora....
"Tertarik....yah, ini hanya sekedar ketertarikan"
Felix menggeser duduknya mencari sandaran ternyaman di pohon keramat tempat favoritnya.
Di pohon ini ia bisa melihat pemandangan indah di balik pagar, di pohon rindang ini tak ada satupun orang yang mengganggunya, di pohon rindang ini ada sebuah sarang burung yang kini sedang bertelur, dan pohon ini....di tanam oleh seseorang, seseorang yang menjadi panutan serta orang yang paling mengerti Felix.
"Tolong....."
Felix mengerutkan kening, suara yang tak asing sayup-sayup terdengar.
Ia yang bersandar pada batang pohon tersebut segera turun mencari sumber suara.
Teriakan itu terdengar lagi, Felix semakin yakin gadis aneh yang ia jadikan pacar itulah yang memiliki suara cempreng ini.
"Buka gak?"
Suara itu semakin jelas saat Felix mencoba menaiki tangga, sesampainya di depan pintu roftop Felix kembali mendengar suara gadis itu, kali ini terdengar jelas, jelas gadis itu sedang bersama seorang pria.
"Santai dulu gak sih?"
"Bajingan, gak sudih gue nyantai Ama orang kek situ, amit-amit....tolong"
"Siapapun help me...siapapun yang menolong ku.....jika perempuan ku jadikan babu, jika ia lelaki tampan ku jadikan suami tapi jika ia lelaki biasa ku jadikan pengawalku....sorry aku mandang fisik....tolong woy."
"Percuma cantik, lebih baik Lo kesini kita nikmati waktu singkat ini dengan berbagi keringat...."
"Keringat apaan dah....sorry punya Lo kecil, mending punya akang Felix besar dan berurat..."
"Kau...."
'brak'
Amora terlonjak kaget, saat pintu roftop yang jelas bukan pintu kayu atau pintu murahan kini sedang tergeletak menggenaskan.
Felix, pahlawan yang sedari tadi Amora tunggu akhirnya datang dengan wajah memerah menahan berak....bukan dong, menahan amarah maksudnya.
Amora mengelus dadanya pelan, syukur saja ia tak di belakang pintu tersebut, jika iya....mungkin Amora sudah mati di geprek pintu.
di film kartun di timpa pintu trus bisa kembali pada bentuk awal....namun sayangnya ini dunia nyata, Amora tak akan bisa seperti itu. Jika iya, pasti sudah Amora coba dari dulu.
"Lo...."
"Jauhi milik gue..."
"Hahaha, felix Felix ....masih mau Lo Ama bekas, CK CK cewek yang masih tersegel banyak Felix....."
'buk'
'buk'
'buk'
Amora sempat kaget saat Felix tiba-tiba melayangkan Bogeman, bahkan cowok itu kayaknya orang kerasukan sekali pukul terus memukuli.
"Ayo....kang hajara!!" Teriak Amora senang, apalagi melihat kendri yang kini nampak menggenaskan.
"Gue gak peduli, yang gue inginkan bukan segel yang Lo maksud...dan gue gak brengsek kek Lo yang hanya peduli pada selangkangan, cuih"
KAMU SEDANG MEMBACA
Amora (END)
General FictionAmora Lendari terbangun di sebuah kelas dengan orang-orang asing di sekitarnya. Kepanikanya bertambah saat mendapati wajahnya dan tubuhnya yang berubah 180°. Tak terlalu bodoh untuk berfikir apa yang terjadi padanya, hingga menikmati adalah jalan...