begitulah

40.5K 2.4K 47
                                    

Ini adalah hari kedua Amora melaksanakan ujian, ia kini nampak serius memperhatikan lembar soal.

Matematika mungkin adalah mata pelajaran menyenangkan bagi sebagian orang, namun Amora jelas tak termasuk ke sebagian itu.

Amora tak benci pada matematika hanya saja ia benci pada otaknya yang untuk menghafal perkalian saja lupa - lupa ingat.

Jika ia pintar di mata pelajaran lain maka di matematika amoralah yang paling bodoh.

Tidak, Amora tak sedang merendahkan diri,  itu adalah faktanya!!

Ujian kali ini tak hanya ujian matematika namun juga dengan pengawas salah satu guru garang yang amat Amora hindari.

Amora tak bisa mencontek Alina kali ini,  yang ia lakukan adalah pasrah menatap lembar soal dan lembar jawaban secara bergantian.

"Bisa?"

Amora seperti mendengarkan bisikan di sampingnya, ia menoleh pada Alin yang nampak menatapnya dan berbicara tampa suara.

'mau nyontek gak?' kira - kira begitulah kata Alin mungkin.

Amora tentu menyambut dengan semangat dengan menganggukkan kepalanya.

'tapi gimana caranya?' tanya Amora Tampa suara tentunya.

'aman' ucap Alin lagi sambil mengacukan jempolnya

'ehem'

"Waktunya tinggal 20 menit lagi, segera selesaikan,  ingat saya tidak punya banyak waktu untuk menunggu kalian lebih dari jam yang sudah di tentukan"

Amora mengerucut kesal, gurunya ini.... Ah sudahlah.

Amora kembali menoleh pada Alin, gadis itu kini nampak memberi kode dengan mengarahkan secara lansung kertas jawabannya.

Amora tentu dengan cepat menyalin itu semua.

....

"Edo...hiks....Edo"

Amora dan Gea saling tatap, mereka sungguh tak tau apa yang terjadi dengan Alin.

Pulang sekolah bukanya lansung pulang bersama pacarnya Edo seperti biasa malah sibuk menangis di halte sendirian.
Syukur saja Amora dan Gea melihat gadis malang itu.

"Jadi Edo kenapa alin" tanya Gea, mereka sudah hampir satu jam berada di tempat yang sama.

"Mati?"

"Atau kena sturk?"

"Gak keknya, atau...ngamilin anak gadis orang?"

"Eh, mungkin Alin di tinggal nikah kali"

Tangis Alina bertambah, tebakan semua temannya tidak ada satupun yang benar.

"Yah malah tambah kenceng"

"Edo....hiks....dia...."

"Ya dia ngapa Alin?? Astaga"

"Huwaaa... Hiks Edo bilang dia selama ini cuma...hiks cuma manfaatin aku....hiks"

"Serius?" Kompak Amora dan Gea.

Amora menatap iba pada Alin, sungguh Edo dulunya bukanlah pria berengsek seperti ini.

"Dia bilang...hiks dia bilang dia hanya cinta Ama lendari....hiks...hiks, lendari...siapaa coba?"

Amora terdiam menatap Alin, Lendari... Adalah dirinya namun Amora tak menyangka Edo mencintainya, bahkan sudah mati sekalipun.

"Tenang dulu Lin, cerita yang jelas"

Alin mengangguk, ia mengusap air matanya lalu mulai menatap serius kedua sahabatnya.

Ia menceritakan apa yang ia dengar beberapa hari yang lalu, saat itu tak hanya diam saja dengan fikiran negatifnya. Diam - diam, Alin sibuk mengikuti Edo hingga ia kembali mendengar ucapan yang sama dari mulut Edo.

Amora (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang