Setelah kelompok Yuri diringkus polisi, Jeno beserta Minhyung dan Donghyuck menjelaskan duduk perkara mereka di kepolisian. Ayah Jimin juga datang bersama pengacara keluarga mereka. Semua diusut secara tuntas dan Yuri segera diproses hukum.
"Sa-saya minta maaf" ujarnya bergetar sambil berlutut minta maaf di hadapan ayah Jimin. "Saya.. hanya melakukannya untuk bercanda. Saya ingin berteman dengan anak anda"
Jeno menatap tak percaya pada Yuri dengan tatapan tajam. Berani-beraninya pemuda Park itu berkata seperti itu tanpa melihat situasinya? Ia sudah sangat muak dengan kelakuan psycho mantan teman sekolahnya itu.
"Saya akan melakukan apapun, karena itu, tolong apa saja boleh tapi jangan penjarakan saya. Orangtua saya akan sangat kecewa dan hancur"
"Sudah terlambat untuk itu" ujar salah seorang polisi. "Laporan perbuatanmu yang sebelumnya juga sudah menambah buruk catatanmu di kepolisian. Salahmu sendiri karena tidak segera berubah, padahal sebelumnya sekolah dan keluarga korban memutuskan untuk berdamai"
Keluarga Jimin memastikan Yuri benar-benar akan dipenjara, Dan karena usia Park Yuri tahun itu adalah 18 tahun umur Korea, ia sudah bisa dianggap sebagai pelaku kejahatan dewasa dan mendapatkan hukuman tahanan beberapa tahun.
Usai urusan di kepolisian, mereka langsung berangkat menyusul teman-teman mereka di rumah sakit. Jeno yang sangat bekhawatir segera melintasi koridor rumah sakit secepatnya mencari Jaemin.
"Minjeong-ah!" serunya. "Jaemin, dimana Jaemin?"
Setelah beberapa saat, Jaemin keluar dari ruang perawatan. Hati Jeno pilu melihat luka-luka Jaemin yang masih terlihat di sekujur tubuh, meski sudah ditutup dan dibalut.
"Jaemin-ah..." ujar Jeno lirih, seraya meraih tangan temannya dengan sangat hati-hati. "Sepertinya ini sangat sakit. Apa kau sudah bisa jalan dan pulang? Kau perlu rawat inap untuk pemulihan?"
"Haha, ini hanya luka biasa, tidak parah" kata Jaemin berpura-pura baik-baik saja, tapi ekspresi menahan sakitnya tetap terlihat. "Tidak perlu sampai begitu, aku masih bisa bergerak seperti biasa"
Jeno sedikit menghela nafas lega. "Kalau begitu, ayo kita antar ke rumahmu sekarang. Ini sudah larut"
Namun Jaemin menggeleng pelan mendengarnya. "Tidak mau, di rumah sangat sepi. Lukaku akan terasa sakit kalau aku hanya berdiam sendirian. Setidaknya bersama-sama orang lain bisa mendistraksiku dari rasa sakitnya"
Anak tengah Jung itu terdiam merenung. Sepertinya benar begitu. Ia pun juga masih ingin berbincang dan menghabiskan waktu bersama Jaemin setelah melewatkan hari yang panjang ini.
"Kalau begitu, mungkin kau mau ke suatu tempat?" tawar Jeno.
"Kurasa aku butuh makan yang manis-manis untuk memperbaiki suasana hatiku" Jaemin meletakkan telunjuk di dagunya. "Kau juga berpikir begitu kan, Jeno?"
Lagi-lagi si lelaki samoyed hanya menurut dan mengiyakan permintaan pemuda Na di depannya bak tersihir. "Kalau begitu, ayo kuantar. Kau tahu tempat yang masih buka?"
Ia lalu mengalihkan pandangannya pada Minhyung dan Donghyuck. "Hyung, aku dan Jaemin akan makan snack malam dulu si luar. Tolong antarkan Jimin dan Minjeong pulang karena ini sudah malam"
Minhyung menatapnya penuh arti sambil terkekeh. "Baiklah. Tapi ingat, jangan pulang kemalaman" katanya.
☘︎☘︎☘︎
Jeno kini telah membeli es krim dan kue cokelat untuknya dan Jaemin. Ia merasa sangat bersalah karena membiarkan Jaemin sendirian melindungi Jimin siang tadi.
Tidak, kalau saja tadi dia tidak berada di klub basket dan bersama dengan Jaemin, ia akan bisa membantu anak itu dan menghindarkan kejadian ini. Tapi tadi ia harus mempersiapkan pertandingan kejuaraan nasional sekolahnya.
"Maaf, Jaemin-ah" katanya sambil memperhatikan perban di tangan Jaemin. "Harusnya kau tak perlu sampai terluka begini. Ini salahku"
"Aku akan melakukan apapun sebagai gantinya"
Jaemin tampak menimbang-nimbang perkataan anak itu.
"Kalau begitu..." katanya ragu. "Mau jadi pacarku? Hanya untuk seminggu saja"
Jeno mengernyit heran, "Hah? Kenapa tiba-tiba? Apa ini karena kau bosan? Aku memang mengatakan boleh minta apa saja, tapi aku tak menyangka kau sampai hendak bermain dengan perasaan seperti ini—"
"Aku tak memintamu karena ingin main-main" sela Jaemin lirih. "Tidak untuk kali ini. Bukankah tadi kau mengatakan kau suka padaku? Jujur, aku juga sudah jatuh hati padamu sejak kau kalah taruhan hari itu"
Tak ada tanggapan atau jawaban sama sekali dari Jeno yang mematung, membuat Jaemin buru-buru meralat perkataannya karena tidak enak.
"Oh, hmm.. atau kalau kau merasa itu berlebihan, setidaknya pergi kencan sekali saja denganku" katanya pelan. "Atau itu juga kau tidak bisa?"
"Tidak, itu..." ujar Jeno. "Aku tak menyangka kau yang akan menyatakan perasaanmu duluan. Sebenarnya, aku sudah berencana melakukannya lebih dulu"
Mata Jaemin terbelalak. Tidak percaya Jeno akan membalas perasaannya seperti ini.
"Eh? Bagaimana bisa?"
"Karena Jaemin-ah, aku menyukai sifatmu yang tidak ragu menolong orang tanpa rasa egois" kata Jeno menatap lurus ke kedua netra Jaemin. "Tak semua orang berani untuk melakukannya. Aku suka padamu dan kepribadianmu, namun itu yang paling membuatku jatuh hati"
"Ah..." ujar Jaemin melempar pandang ke bawah karena malu. "Aku tak tahu aku punya sifat seperti itu"
Senyum terkulum dan pipinya yang memerah membuatnya terlihat semakin manis. Melihat itu, anak tengah Jung itupun ikut tersenyum lebar.
"Tapi bagaimana dengan orangtuamu?" tanya Jeno lagi. "Mereka pasti tak bisa menerima jika kau bersamaku"
Pemuda Na itu memutar matanya dan mengedikkan bahu. "Benar, mereka sepertinya tidak akan mau, tapi peduli apa? Mereka juga tak peduli denganku. Lagian kita juga tidak tahu bagaimana ke depannya. Kenapa harus berpikir kejauhan? Jalani saja dulu sambil berusaha sebaik-baiknya"
"Toh aku lebih bahagia bersamamu, dan orangtuaku juga tak bisa memberiku kebahagiaan sepertimu" tambahnya.
Sebenarnya Jeno masih kurang yakin soal orangtua Jaemin, tapi ia sudah sangat menyayangi anak itu sehingga ia berkata, "Kalau begitu, jadilah pacarku, Na Jaemin" tawarnya. "Kau mau, kan?"
"Iya, hehe" jawab Jaemin sambil tersenyum.
Keduanya lalu saling bertatapan dan tersenyum satu sama lain.
Tiba-tiba, sebuah ide terlintas di kepala Jaemin dan ia berkata, "Kalau begitu, aku akan memanggilmu Nono, dan kau panggil aku Nana. Lucu bukan?"
"Tidak mau" kata Jeno enggan.
"Ayolahhh, katanya kita pacaran?" Jaemin balas merajuk.
Jeno lagi-lagi terlihat kesulitan mengucapkannya karena merasa malu. Namun tak lama kemudian, bak samoyed yang patuh, ia memanggil Jaemin pelan.
"Nana" katanya.
Mendengar itu, wajah Jaemin menjadi berseri-seri. Ia mengembangkan senyum termanisnya seraya menjawab panggilan itu. "Iya, Nono-ya!" balasnya riang.
☘︎ to be continued ☘︎
[A/N: Terima kasih sudah membaca sampai sini! Maaf kalau masih banyak kekurangannya. Love you all!]
KAMU SEDANG MEMBACA
Kintsugi [Jung Family] ✔
Fanfiction•Broken but Beautifully Gathered• (Contains BL & mature contents, 18+) Daddy dan Appa, julukan yang tidak cocok satu sama lain, namun itulah panggilan anak- anak terhadap Jung Jaehyun dan Jung Taeyong di keluarga ini. Keluarga inipun bukan keluarga...