TAKDIR SANG PENCIPTA

20 4 0
                                    

Ya Rabb, jika ini takdir yang terbaik darimu untukku, maka bantulah aku untuk ikhlas menerimanya

_Alaca Karanlik_

Percayalah, sang pencipta lebih mengetahui apa yang terbaik untukmu dan yang bukan untukmu.

_Arden Alzabi Habibie_

Seyara17
*
*
*
*

Selamat menikmati
Diam dan Bacalah menggunakan hati.......

Terdengar lantunan ayat suci Al-Quran yang dibacakan dengan merdu. Membuat kami seakan terlena mendengarkan suaranya, setelah selesai pembacaan Al-Qur'an, sebelum akad terdengar suara dari Kiya'i yang di hormati di tempat kami, beliaulah Kiya'i Marhab, yang membawakan khutbah nikah singkat padat namun siapapun yang mendengarkannya akan bergetar hatinya, begitupun dengan diriku. Setelah itu, Kiya'i Marhab langsung memimpin seluruh tamu undangan beserta sanak saudara ku maupun dari calon suamiku untuk membaca istighfar. Lalu dilanjutkan dengan dua kalimat syahadat dengan diikuti oleh semuanya, setelah itu kembali terdengar suara Paman yang mengambil alih untuk menikahkan diriku dengan calon suamiku, yang sampai detik ini pun aku tidak mengetahui namanya. Perasanku kembali semakin tak jelas, aku meremas tangan Adzi dan sepupuku yang berada disamping kiri. Aku kembali berusaha menenangkan diriku.

Ayah, apakah engkau bahagia? Meskipun dirimu tidak menyaksikan putrimu menikah dengan secara langsung, aku percaya bahwa Ayah tengah menyaksikan diriku. Ayah, dalam hitungan menit aku akan menjadi seorang istri dari seorang lelaki yang menjadi pilihanku, maka ridhoi lah pernikahanku ini. Ayah, terimakasih. Dan aku memohon ampun kepada mu atas maaf yang belum sempat terutarakan, Bismillah.

"Qabiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkur wa radhiitu bihi, wallahu waliyu taufiq."

Degh!

"Bagaimana saksi"

"Sah......." Terdengar ucapan serentak dari mereka "Alhamdulillah"

Suara yang terdengar dengan jelas dan penuh kemantapan hati. Apakah aku benar-benar sudah menjadi seorang istri?

Aku melihat seorang wanita paruh baya yang membuka pintu kamarku, terlihat wajahnya yang menenangkan bagi siapapun yang melihatnya. Ia berjalan menghampiriku seraya berkata "Mari nduk, kedepan untuk bertemu suamimu."

Aku yang diapit oleh Adzi dan sepupuku melepaskan genggaman tangan mereka. Lalu, menerima uluran tangan wanita paruh baya tersebut. Ia adalah Bunda Naaima Hasuna, Ibu mertuaku, dialah yang menemaniku untuk fitting baju pengantin ku, yang sa'at ini tengah aku kenakan. Aku yang dituntun olehnya menuju suamiku untuk menandatangani surat-surat pernikahan, riuh dan bisik-bisik dari mereka yang melihatku semakin membuat hatiku tak menentu.
Aku melihat seorang pria yang membelakangi diriku yang tengah berjalan menuju arahnya, tubuh tegapnya yang terbalut baju pengantin pria terlihat sangat pas di tubuhnya. Setibanya aku di depan meja ijab qobul, aku di persilahkan untuk duduk tepat berada disamping suamiku, dengan instruksi. Dia meminta tanganku untuk dipakaikan sebuah cincin yang terlihat manis bagi diriku, begitupun sebaliknya. Setelah selesai mengenakan cincin aku diminta untuk mencium tangannya.
Siapapun bisakah menolong diriku? Aku benar-benar tidak sanggup berada di posisi seperti ini, ingin rasanya aku pingsan, aku benar-benar tidak peduli jika hal itu akan menimbulkan kericuhan. Mungkin saja akan masuk kedalam laman berita, dengan judul seorang pengantin pingsan setelah ijab qobul dilaksanakan. Ya Rabb, aku mohon buatlah diriku untuk jatuh pingsan saja, satu menit berlalu sepertinya sang pencipta tidak mendengarkan doaku, bahkan sampai sa'at ini aku masih saja menundukkan kepalaku aku benar-benar tidak berani untuk menatap wajahnya. Mendengar suara paman yang memberikan instruksi untuk aku menghadap kedepan karena akan dilakukan sesi Poto, bahkan aku benar-benar tidak berani untuk menatap wajahnya ataupun sekedar meliriknya aku benar-benar tidak berani, arah pandangku masih saja menatap lurus ke depan, Paman yang gemas melihatku yang enggan menatap wajah suamiku ia bangkit lalu menuju ke arahku dengan tidak ber perasaannya dia menolehkan wajahku menghadap wajah suamiku, sa'at itu dengan reflek aku pejamkan mataku. Aku pikir setelah itu paman akan melepaskan tangannya dari kepalaku, ternyata aku salah. Ia membisikkan kata-kata yang membuatku akhirnya memilih membuka mataku secara perlahan-lahan

"Ana, kalau kamu tidak ingin melihat wajah suamimu. Maka akan tetap seperti ini, sampai kamu mau melihat wajah suamimu."

Perlahan-lahan aku memberanikan diri membuka mataku, terlihat pria yang berada dihadapanku ia melihatku seraya tersenyum, senyuman yang entah mengapa membuat hatiku menjadi tenang dan damai, seakan keresahan dan rasa gelisah yang menghampiri diriku sedari pagi sampai sa'at ini sirna lah sudah, dia adalah Arden Alzabi Habibie, mulai detik ini dia adalah suamiku.

****

Sa'at ini aku dan dirinya tengah berada di atas pelaminan, menyambut tamu yang datang. Satu persatu mereka bersalaman pada ku, dan beberapa teman dekatku beserta karyawan cafe ku, yang sa'at ini dengan sengaja aku liburkan untuk menghadiri pernikahan ku.

Aku melihat Ari, Masrul dan Sasa yang menuju arahku seraya tertawa, melihat mereka mengingatkan ku kembali pada kenangan-kenangan saat dulu. Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengan mereka, rasanya hari ini rindu itu terbayarkan sudah dengan melihat mereka baik-baik saja. Satu persatu dari mereka bersalaman dengan diriku seraya berkata."Sakinah mawadah warohmah, jangan melupakan barokahnya." Ucap Ari seraya terkekeh


"Iya, nanti aku juga menyusul kamu ya Na."

Mendengar ucapannya membuatku terkejut pada siapa dirinya melabuhkan hatinya. "Dengan siapa Masrul?" Tanyaku penasaran


"Dengan aku Na" ucapan dari seseorang yang benar-benar tidak aku duga dari Sasa, sejak kapan Masrul dan Sasa menjalin hubungan? Aku yang masih terpikirkan dengan perkataan mereka yang telah berlalu dari hadapanku, dikejutkan kembali dengan kedatangan seseorang, dialah Seniman yang memberikan ku lukisan. Kalavati Danantya, yang berjalan ke arahku seraya menggendong seorang anak perempuan kecil dengan perempuan yang berada disampingnya yang tampak menunduk kebawah seraya bergandengan tangan dengan Kalavati, hingga sa'at perempuan tersebut menatap ke arahku semakin membuatku terkejut ketika melihat perempuan itu, dia. Dia adalah Azura, Azura karyawan ku. Aku hanya bisa terpaku melihat kedatangan mereka, Sejak kapan mereka menikah? Ya Rabb, apa ini yang engkau sedang perlihatkan padaku.

Setelah semuanya telah selesai, aku kembali menuju arah kamarku untuk membersihkan diri. Serangkaian acara hari ini terlaksana dengan lancar tanpa adanya rintangan apapun. Aku masih saja berfikir tentang Kalavati dan Azura, bagaimana bisa mereka menikah dan telah memiliki anak? Sejak kapan, fikirku. Sa'at melamunkan hal itu aku terkejut dengan seseorang yang memanggil namaku dari arah belakang ku

"An" panggilnya padaku, terasa tak sopan jika kita berbicara dengan seseorang seraya membelakangi nya. Lantas aku berbalik menghadap ke arahnya, melihatku dirinya kembali tersenyum, senyuman yang menenangkan.

"Ada apa" jawabaku

"Ada seseorang yang ingin menemui mu, temuilah setelah kamu membersihkan diri dan berganti pakaian" ucapnya lalu melenggang pergi meninggalkan diriku, sepertinya dia juga akan menemui teman-teman yang datang menghadiri pernikahan kami.

Aku bergegas membersihkan diriku terlebih dahulu, setelah selesai membersihkan diri segar sekali rasanya. Sebelum keluar menemui seseorang yang ingin bertemu denganku, aku sedikit memperbaiki pakaian yang aku kenakan, abaya warna hitam dipadukan dengan Khimar berwarna abu-abu. Setelah selesai memperbaiki pakaian ku, aku melangkahkan kakiku menuju pintu kamarku yang menghubungkan langsung dengan ruang keluarga, masih banyak sanak saudara yang sedang berada di ruang keluarga, aku lanjutkan langkah kakiku menuju arah luar. Ku edarkan arah pandang ku mencari siapa yang ingin menemui ku, hingga seseorang datang menghampiri ku dan menuntunku untuk bertemu seseorang, seraya menggenggam erat tanganku dia berkata



































AKU MENYUKAI LUKA

Jangan lupa pendapat kalian yang dibebaskan untuk berpendapat di cerita saya ini

AKU MENYUKAI LUKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang