Perempuan memiliki harga diri jangan hanya karena suatu tragedi, ia tidak bisa berbicara akan apa yang telah menimpanya.
_Alaca Karanlik_Seyara17
*
*
*
*Selamat menikmati
Diam dan Bacalah menggunakan hati.......Setelah Rendra mengantarkan ku dan memastikan bahwa aku baik-baik saja, Rendra kembali melajukan motornya menuju arah tempat tinggalnya. Setelah kepergian Rendra, aku melangkahkan kaki ku menuju pintu rumah dengan gontai seraya membuka pintu dan berkata "Assalamualaikum." Ucapku lirih, seraya melenggang pergi menuju ke arah kamarku, tidak akan ada yang menanyakan apa alasan dibalik muka kusutku ini. Selain Ayah yang telah tiada pikirku, andai saja Ayah masih berada di sisi kami saat ini dengan nyata dan mengetahui kejadian yang menimpaku ini mungkin dia tidak akan mengampuni Arhan. Setelah mengingat kenangan-kenangan yang telah berlalu yang tiba-tiba datang menghampiri diriku, aku lanjutkan kembali langkahku memasuki kedalam kamarku dengan dilanjutkan membersihkan diri dan setelah selesai membersihkan diri, aku langkahkan kakiku menuju tempat belajar ku lalu membuka handphone milikku seraya mengakses salah satu akun yang sering kali aku gunakan untuk mengshare kutipan-kutipan quotes, cerpen dan puisi.
Aku kembali teringat kejadian sore tadi yang menimpaku. Aku benar-benar percaya seratus persen bahwa ketika perempuan dilecehkan ia hanya memberikan respon diam itu karena rasa terkejutnya, belum lagi ingin bersuara untuk berteriak meminta pertolongan hanya saja seakan tercekat dan napas nya yang tersenggal seakan ada yang mengisi rongga paru-paru di dalam dadanya. Dan berakhir pada pemikiran menjadi tak terarah dan bingung untuk melanjutkannya bagaimana....
Aku putuskan merangkai bait-bait aksara yang aku susun dengan rapih menjadi sebuah kalimat pernyataan tentang apa yang dialami diriku ini. Aku bisa saja melawan hanya saja respon yang diberikan tubuhku berkebalikan dengan apa yang hati inginkan.
Setelah selesai merangkai aksara membentuk suatu kalimat, aku membuka salah satu aplikasi yang berada di handphone ku dan menyalin tulisan tersebut untuk dibagikan di sosial media, sudut pandangku tentang perempuan yang menjadi korban pelecehan. Setelah meng Update tulisan tersebut banyak pro dan kontra nya, ada yang berbelas kasih dengan korban pelecehan ada juga yang menyalahkan korban pelecehan hanya karena baju yang dikenakan.Aku tak habis pikir bahwa ada seseorang yang bisa menilai seperti itu, pelecehan tidak dapat dicegah hanya karena baju yang dikenakan korban. Banyak diluaran sana yang menggunakan pakaian tertutup akan tetapi masih saja menjadi korban pelecehan, bahkan beberapa kasus tentang pelecehan dengan korban dibawah umur. Seharusnya masyarakat simpati dengan korban bukan bertindak sebaliknya menyalahkan korban, terlebih lagi kita tidak mengetahui saat hal itu terjadi apakah ada bentuk ancaman atau tidak. Sayangnya minim simpati dan berfikir ke hal yang lainya, hingga berujung menyalahkan sang korban. Aku benar-benar tidak habis pikir dengan pikiran mereka yang seperti itu, tidak ada yang bisa dibenarkan dalam hal pelecehan, entah itu hilap ataupun mendapatkan bisikan, pakainya menggoda ataupun hal lain sebagainya. Terlebih lagi dengan perempuan dewasa yang menjadi korbannya, kebanyakan menyalahkan korban karena pakaiannya ataupun hal lain sebagainya. Pakaian tidak bisa menjadi tolak ukur aman dan tidak amanya dijadikan korban pelecehan, meskipun dari segi agama bahwa pakailah pakaian yang tertutup. Hanya saja berbeda dengan kasus pelecehan yang terjadi saat ini, banyak dari mereka yang menggunakan pakaian yang tertutup tapi tetap saja masih dilecehkan. Dimana rasa aman untuk kami? Saat hal seperti ini sering kali diperdebatkan dan berujung kami yang disalahkan, miris memang.
Ingin sekali rasanya menyuarakan suara tentang kekerasan ataupun pelecahan terhadap perempuan, dimana mereka mendapatkan pelecehan, kekerasan dan lain sebagainya. Setatus korban yang tidak ingin melaporkan pelaku kekerasan atau pelecehan tersebut, mereka trauma, jiwa dan fisiknya terganggu. Bagaimana cara menyembuhkan trauma tersebut? Tak ayal ada beberapa kasus yang berakhir dengan korban bunuh diri. Miris memang, ketika ada korban yang seperti itu dianggap hina dan celaka, padahal yang menilai sesama manusia yang diciptakan. Jika mereka Korban dianggap hina dan celaka, lantas bagaimana dengan perilaku para bajingan itu. Ah, bahasa bajingan pun terdengar masih sopan untuk mereka, pelaku yang tanpa belas kasih melakukan tindakan pelecahan dan kekerasan tersebut.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 00.00 dini hari, aku masih saja berkutat dengan tulisanku. Kejadian yang menimpa diriku sore tadi membuatku mengingat kembali luka yang pernah aku dapatkan semasa kecil dahulu, jika di pikir aku merasa tidak pernah mengalami hal tersebut hanya saja ketika mengingatnya ada rasa sesak yang memenuhi relung hatiku. Seakan kejadian yang menimpaku itu benar-benar terjadi. Sebenarnya, aku selalu bertanya pada diriku sendiri, apakah aku pernah mengalami kejadian tersebut atau tidak? Merasa halusinasi akan tetapi ketika mengingat kejadian tersebut tanpa bisa aku cegah, seakan ada rasa sesak yang memenuhi relung hatiku. Ya, aku pernah mengalami hal pelecehan, ketika diriku masih kecil, bayangan saat diriku di lecehkan masih aku ingat sampai saat ini. Seakan bayangan kejadian di masa laluku benar-benar terjadi, dan bukan halusinasi seorang anak kecil.
****
Suasana langit cerah di pagi ini indah sekali, hanya saja tidak dengan diriku, terlebih lagi kejadian yang telah menimpaku. Apa sanksi yang akan di dapatkan oleh Arhan? Terlebih lagi jika beasiswa dia terancam, meskipun dirinya telah melukai ku aku tetap berbelas kasih denganya yang aku tau Arhan adalah harapan dari keluarganya. Meskipun itu tak dapat dipungkiri jika Arhan harus tetap bertanggung jawab atas perbuatannya.
Hari ini, aku putuskan untuk tidak masuk terlebih dahulu. Aku masih membutuhkan waktu untuk menata semuanya, termasuk perasaan takutku jika hal tersebut terulang kembali, bosan sekali rasanya hanya berada di rumah berdiam diri. Hanya saja, jika aku keluar untuk sekedar jalan-jalan rasa-rasanya malas sekali. Lebih baik aku membuka salah satu aplikasi dan menyalin tulisan-tulisan ku. Setelah meng update status terbaru, banyak pro dan kontra yang memenuhi kolom komentar dengan pendapat mereka tentang setatusku. Setelah bosan berselancar di sosial media, aku kembali mengambil salah satu novel yang aku punya. Mungkin menunggu waktu sore hari dengan membaca novel tidak terlalu buruk juga.
Waktu berlalu, membaca novel membutku melupakan bahwa setiap menitnya telah berlalu memasuki waktu sore hari, panggilan bunda yang memanggil namaku dari arah ruang tamu. Membuatku memutuskan untuk menyudahi membaca novel miliku.
"Na"
"Iya bun, ada apa." Jawabku seraya bangkit dan menghampirinya yang berada di ruang tamu
"Kamu hari ini ngga masuk ya?"
"Iya, aku mau istirahat bun. Makanya untuk hari ini aku tidak berangkat, mungkin besok" ucapku pada Bunda, aku tidak mungkin memberi tahunya apa yang telah terjadi padaku kemarin lalu. Aku tidak ingin membuatnya resah dengan apa yang aku alami biarlah ini menjadi rahasia ku, meskipun tak dapat di pungkiri jika suatu saat nanti hal ini akan Bunda ketahui.
"Oh, yasudah" ucap Bunda, seraya kembali mencatat pengeluaran keuangan pada kebutuhan kami, matanya tak lepas dari buku yang berisi catatan pengeluaran. Melihat hal itu, aku memutuskan untuk masuk kembali kedalam kamarku dan mengistirahatkan tubuhku. Aku benar-benar lelah meskipun hanya berada dalam rumah saja, mungkin selama ini yang aku istirahat kan hanyalah tubuh akan tetapi tidak dengan pikiranku.
Aku tersadar ternyata pikiran pun harus di itirahatkan, apakah termasuk dengan hati? Yang kerap kali tersakiti, dan disembuhkan kembali. Seperti gelas yang telah pecah dan berusaha disatukan kembali, tidak akan menjadi gelas sebelum terpecah. Mengapa hati harus seperti itu? Perihal menerima rasa sakit dan disembuhkan kembali bukankah akan menjadi luka, dimana ketika alasan yang menjadi luka itu terulang kembali seakan-akan ada rasa yang ingin menyeruak dari dalam diri.
Apakah termasuk diriku? Yang membutuhkan obat pelipur lara untuk hatiku, mengobati luka yang ada. Memangnya adakah obat itu? Jika terus-menerus yang ku temukan adalah alasan aku mencari obat pelipur lara atas luka ku. Semesta, berbaik hatilah pada gadis malang ini yang mencari arah jalan yang tak tau apa yang sedang di cari seakan semuanya hanyalah bayang-bayang saja, untuk itu tunjukanlah jalan mana yang harus aku lalui jika tidak tolong kembalikan sang nahkoda untuk menuntun dan menunjukkan jalanku, jalan kehidupan ku. Ah, maaf. Maaf atas tingkah diri ini yang seolah-olah menyalahkan sang pencipta atas apa yang telah terjadi.AKU MENYUKAI LUKA
Jangan lupa pendapat kalian yang dibebaskan untuk berpendapat di cerita saya ini
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU MENYUKAI LUKA
ChickLitSUDAH END Rentetan masalah silih berganti berdatangan, entah itu mampu dihadapi atau berserah diri pada sang ilahi. Ketika sesuatu hal sudah hilang bukankah akan terasa hampa, lalu bagaimana dengan dirinya yang telah kehilangan sang nahkoda hingga k...