ABADI DALAM TULISAN

62 5 8
                                    

Aku menuliskan tentangmu, tentang kehidupan ku denganmu. Aku ingin membuatmu abadi dalam tulisanku, duhai kekasih, hanya dirimu yang akan bertahta dalam hatiku.
_Alaca Karanlik_

Seyara17
*
*
*
*

Selamat menikmati
Diam dan Bacalah menggunakan hati.......

Saat ini kami sedang terfokuskan dengan Kedra Arji yang menjadi salah satu tersangka, atas kerja keras kami semua selama ini membuahkan hasil bagi kami semua. Setidaknya Kedra sudah berada dalam tahanan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Aku bisa dengan tenang kembali melanjutkan aktivitas ku seperti biasanya, persidangan nanti aku akan menghadiri persidangan putusan dari hakim untuk Kedra Arji, pelaku utama dalam hilangnya nyawa dua orang. Aku berharap Kedra mendapatkan hukuman sesuai dengan tindakan darinya, sangat disayangkan olehku bahwa Arhan dan Atharza terlibat didalamnya...

Hanya saja aku berusaha untuk memahami mereka terlebih lagi ancaman dari Kedra yang di berikan pada Arhan dan Atharza. Semesta, terimakasih karena semua ini telah menemukan titik terang dari apa yang telah terjadi, mas Habi, Rendra, kalian telah mendapatkan keadilan meskipun membutuhkan waktu untuk perjuangan ini semua, hanya saja aku merasa senang mendapatkan hasil ini.

Saat ini aku dan mereka tengah bercanda riang dengan Iyaz, yang tanpa aku sadari dirinya sudah menginjak usia dua tahun lebih. Dari dukungan dan semangat mereka yang berada di sekelilingku membuatku bertahan untuk merawat Iyaz, menyaksikan tumbuh kembangnya. Senyuman dan caranya tertawa sama seperti dirimu mas, andai saja kamu ada di sampingku ini mendengarkan rasa kekesalanku padamu yang tak terima bahwa Iyaz benar-benar mewarisi dirimu, dan mendapatkan respon tertawa darimu yang seolah-olah mengejekku.

"Na, Ana" panggil Sasa padaku, aku pun seakan-akan bertanya padanya. Dia hanya memberikan respon untuk ku mengikuti arah pandangnya.

Degh! Bunda.

"Ana, bunda datang untuk mengunjungi cucu pertama bunda." Ucapnya seraya menghampiri diriku

"Kenapa? Kenapa baru saat ini bunda datang menemuiku, kemana sosok bundaku yang dulu. Yang benar-benar memperdulikan ku, setelah semua yang aku hadapi dan aku alami. Bunda menampakkan diri bunda dihadapnku tanpa rasa bersalah sedikitpun." Kata ku dengan nada yang terdengar lantang

"Jaga ucapanmu pada ibu kandungmu Ana, bunda mencari kesibukan setelah kamu pergi meninggalkan bunda. Bunda merasakan kesepian sa'at ditinggalkan olehmu"

"Bunda merasakan kesepian? Bukankah bunda yang meninggal kan ku di kota ini sendiri, bunda lupa? Ini semua terjadi karena siapa,"

"Bukan berarti kamu tidak mengunjungi bunda yang berada di Bandung."

"Bunda yang mengabaikan ku, bunda yang memintaku untuk meninggalkan suamiku saat pernikahan kami baru saja memasuki hari ke tujuh. Bunda tau? Sejak saat itu aku takut untuk bertemu dengan bunda, aku takut jika bunda meminta hal seperti itu lagi padaku. Dan ketika aku mengunjungi bunda saat bersama mas Habi dulu, bukankah aku tak dianggap sedikitpun oleh bunda, jutsru aku mendapatkan pengabaian dari bunda. Dari ibu kandungku sendiri. Dan sekarang, selamat ucapan bunda menjadi kenyataan bahwa aku kehilangan suamiku untuk selama-lamanya" Tuturku dengan tangis, perasaan yang selama ini aku tahan akhirnya tercurahkan semuanya.

"Mbak, maaf jika saya ikut campur. Hanya saja apa yang mbak lakukan itu memang salah, saya memang hanya sebatas mertua dari mendiang suaminya. Selama saya berada di rumah ini, saat pertama kali cucu anda lahir saya yang menemani putri anda, kasih sayang seorang ibu yang Ana butuhkan saat itu. Terlebih lagi ketika anak saya Abi pergi meninggalkannya, dimana mbak saat itu? Ana benar-benar hancur karena kehilangan sosok suaminya, dimana mbak saat Ana merasakan kehilangan dunianya. Dimana saat Ana mengatakan bahwa dirinya benar-benar tidak sanggup untuk bertahan hidup, meskipun ada saya yang menyemangati dan mencurahkan kasih sayang saya padanya selayaknya orang tua pada anaknya, tetap saja yang Ana inginkan adalah semua yang saya lakukan itu diberikan oleh ibu kandungnya. Maaf mbak, saya tidak bermaksud untuk mengungkit semua yang telah terjadi, saya hanya ingin mbak mengetahui apa saja yang telah Ana lewati, hingga dengan beraninya berbicara seperti itu dengan ibu kandungnya sendiri." Tutur bunda Naiima, mendengar perkataan bunda Naiima aku merasakan apa yang aku inginkan dulu itu dilakukan oleh bunda kandungku sendiri, meskipun seperti itu aku benar-benar merasakan bersyukur memiliki bunda Naiima.

AKU MENYUKAI LUKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang