Rasa apa yang pantas di jelaskan ketika semuanya seperti lukisan abstrak, berapa banyak kehilangan dan kepergian yang harus dihadapi?
_Alaca Karanlik_Seyara17
*
*
*
*Selamat menikmati
Diam dan Bacalah menggunakan hati.......Ya Rabb, berikanlah sesuatu petunjuk tentang apa yang terjadi padaku sa'at ini, kasihanilah diriku seorang wanita yang malang akan sebuah perpisahan dan kehilangan yang tengah dihadapi. Arah mana yang seharusnya menjadi pilihan ketika sang kekasih yang menuntun untuk berjalan telah hilang lepas dari genggaman. Rasa apa yang pantas di jelaskan ketika semuanya seperti lukisan abstrak, berapa banyak kehilangan dan kepergian yang harus dihadapi? Jika seperti itu bukanlah sebuah siklus kehidupan jika terjadi secara bersamaan, bagaikan sebuah tombak yang tertancap di sebuah kayu yang telah rapuh dan membelahnya menjadi dua, antara ada dan tiada antara hidup dan mati, jiwa yang telah kehilangan arah dan terjebak pada suatu jalan yang membuatnya bimbang.
Suara adzan subuh yang berkumandang menyadarkan ku dari lamunan, aku kembali menghapus air mataku yang membasahi pipi. Beberapa surat yang telah aku baca aku letakkan kembali dalam sebuah amplop yang berwarna coklat, dan membereskan beberapa kertas dan akta kelahiran milik Iyaz yang telah disiapkan oleh mas Habi sebelum dirinya pergi meninggalkan kami. Aku bergegas menuju arah kamar mandi, dan mengambil satu style baju dengan hijab yang senada dengan warna bajuku dan membawanya ke dalam kamar mandi. Setelah membersihkan diri dan mengambil air wudhu aku kembali menuju ruang keluarga, terlihat mereka yang telah bangun dari tidurnya. Aku bergegas menghampiri Iyaz untuk melihatnya apakah telah bangun atau masih terlelap dengan tidurnya, terlihat Iyaz menggeliat dan membuka matanya secara perlahan, aku pun tersenyum melihatnya benar-benar seperti mas Habi.
"Bangun ya nak." Ucapku seraya mengambilnya dari tempat tidurnya lalu menggendongnya, usapan demi usapan aku berikan padanya...
"Ana, sebaiknya kamu shalat terlebih dahulu. Biar Iyaz sama bunda" ucap bunda, aku pun menyerahkan Iyaz padanya lalu beranjak pergi menuju musholla yang berada di rumah ini. Dan melaksanakan kewajibanku, setelah selesai melaksanakan shalat aku kembali menemui bunda. Terlihat Iyaz yang sedang bermain dengan Sasa, rasa hangat tiba-tiba menyelimuti hatiku melihat Iyaz dengan Sasa, aku tak merasakan kesepian meskipun kedatangan mereka tak menutup semua kesedihan yang aku rasakan.
Pagi telah menyapa, suara kicauan burung yang menambah betapa syahdunya ketika pagi telah tiba. Alunan musik yang terdengar kontras dengan suara para ibu-ibu yang membangunkan anak-anaknya untuk melaksanakan aktivitas mereka. Sa'at kami menikmati suasana pagi hari, terdengar suara ketukan pintu dari arah depan. Dengan sigap ayah pun menemui tamu yang berkunjung di pagi ini, kami yang memiliki rasa penasaran siapa tamu tersebut akhirnya mengikuti ayah yang telah terlebih dahulu menemui tamu tersebut.
Seraya menggendong Iyaz aku benar-benar terkejut ketika melihat seseorang yang bertamu di pagi ini
"Dengan siapa ya?" Tanya bunda padanya, aku melihatnya membawa beberapa paper bag yang entah apa isinya itu, aku benar-benar tidak tertarik terlebih lagi dengan kehadirannya.
"Saya Kedra Arji ingin menjenguk Ana dengan anaknya" ucapnya seraya menatap ke arahku, aku pun mempersilahkan semuanya untuk duduk. Bunda pun berjalan ke arah dapur untuk membuatkan minuman.
"Ada apa." Tanyaku seraya menimang-nimang Iyaz yang telah terlelap tidur
"Aku ingin berbicara sesuatu denganmu" ujarnya, aku pun bergegas berdiri dan mengajaknya untuk berbicara di teras depan, apalagi ini yang akan dilakukan Kedra, pikirku.
"Na tunggu," panggil Sasa padaku, aku pun menghentikan langkahku seraya membalikkan tubuhku mengahadap Sasa dengan yang lainnya,
"Biar aku yang menggendong Iyaz, kamu berbicaralah dengan tamu mu itu." ucapnya padaku, aku pun memandangi wajah Iyaz dengan sekejap lalu kembali mengalihkan pandangku pada Sasa seraya berkata
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU MENYUKAI LUKA
ChickLitSUDAH END Rentetan masalah silih berganti berdatangan, entah itu mampu dihadapi atau berserah diri pada sang ilahi. Ketika sesuatu hal sudah hilang bukankah akan terasa hampa, lalu bagaimana dengan dirinya yang telah kehilangan sang nahkoda hingga k...